5. Jaket Bulu

16 5 2
                                    

Tubuh Ole ambruk di atas kayu dan arang, reruntuhan barang yang berserak, dan dia sama sekali tidak bergerak.

"Sejak kapan dia begini?" Tanyaku panik, sambil menatap Joe dengan rasa takut. Aku berjongkok, meraba wajah Ole dan memeriksa napasnya.

"Tidak tahu! Kemungkinan sejak kita tiba." Joe menjawabku lemah dan raut panik yang terkuar dari wajahnya.

"Aku kan sudah bilang, membawa dia bukan ide yang bagus." Ivan turut berjongkok. Dia mengeluarkan sapu tangan dan mengusap lelehan air mata yang belum juga berhenti di sekujur pipiku.

"Kapan kamu bilang begitu tuan I-van?" Joe bertanya sinis.

"Aku mengatakannya berkali-kali! Tapi kalian tidak mau mendengarkan!" Ivan menyahut tak kalah sinis.

"Hah? Lucu sekali ... Kau sama sekali, tidak PERNAH MENGATAKAN yang seperti itu!"

"Aku mengatakannya!" Elak Ivan. Dan mereka terus berdebat hingga terdengar napas terdengap dari keduanya.

"Tolong hentikan, kawan-kawan!" Pintaku malas, mereka memang sering bertengkar. Tapi, ini bukan saat yang tepat!

"Ma- maaf Sarah! Tapi bukankah aku sudah mengatakan ketidak setujuan ku?"

"Maaf juga tentang rumahmu Ivan. Tapi... Kau memang tidak mengatakan apapun. Tidak, bahkan sekalipun! Kecuali, saat kau meminta Ole untuk tidak menyusahkan." Tegasku, aku sendiri heran. Mengapa Ivan begitu yakin akan hal yang sama sekali tidak dilakukannya? Ini pertama kalinya dia jadi sekacau ini.

Ivan terkesiap, seolah tak dapat menerima apa yang kukatakan. Tapi, di sisi lain dia tahu ... Aku tidak mungkin salah.

Sejak kecil, Ayah dan Ibu selalu memujiku istimewa. Karena, aku adalah pengingat yang baik. Tidak ada satu hal pun yang luput dari ingatanku. Tulisan, gerakan, benda, tata letak, bahkan wajah ribuan orang. Tapi, karena itulah ... Aku punya kelemahan yang fatal.

Badan ringkih, dan kulit yang mudah terluka. Aku juga tak jago bercanda. Tunggu, apakah itu juga disebabkan ... Entahlah. Dan, aku harus selalu mengenakan kalung ini.

Mungkin, memiliki keistimewaan seperti milikku, adalah impian semua orang, tak hanya Elf, tapi juga manusia. Di sisi lain aku yakin, jika mereka merasakannya ... Mereka tak akan mungkin menginginkannya lagi.

Berkat keistimewaan ini, aku kesepian. Selalu teringat hal buruk sekecil apapun. Selalu teringat momen menyedihkan. Kehancuran hari itu ... Cukup sudah!

Kutarik napas perlahan, menenangkan diriku sendiri. Menangkap tangan Ivan yang masih sibuk mengelap air mataku dengan tatapan kosong. Kemudian beralih menatap Joe yang matanya terbelalak ke arah Ole.

Ole?
Sesuatu tiba-tiba menggeliat dari balik kulit lehernya. Mencuat, membiarkan darah segar menjalar membentuk pembuluh darah. Memunculkan bentuk transparan yang semakin lama penuh dengan warna dan daging, dan tubuh, kaki, ekor, bahkan kepala. Aku terhenyak! Apa ini?

Sudah beratus tahun aku hidup sebagai Elf, tapi tak pernah kusaksikan yang seperti ini. Hewan yang muncul dari pembuluh darah seorang Elf yang ... bahkan tidak dapat dilacak partanya!

Joe dengan sigap bergerak dan menangkap hewan itu namun dia berhasil berkelit. Hewan itu sangat lincah, beberapa kali kulitnya nampak berubah-ubah, bahkan menjadi transparan juga. Itu cukup menyulitkan, bahkan bagi Joe yang kami gelari 'Raja Pemburu' karena, dia sangat jago menangkap sesuatu. Sejujurnya, Joe memang baik dalam melakukan apapun.

Saat Joe sibuk dengan hewan itu, kugapai Ole dan memeriksa lehernya yang masih menyemburkan darah segar. Dengan sisa pembuluh darah kebiruan yang menjalari seluruh lehernya.

Wind PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang