Nyatanya hanya hatiku yang terluka, nyatanya mataku yang tersedu-sedu menangisi perpisahan. Nyatanya, aku yang kehilangan . Nyatanya, luka kembali menganga begitu lebar. Aku tidak tahu, mengapa engkau pergi menghilang. Dan kini, pergi untuk melespakan. Aku sibuk menunggumu, kemarin. Aku sibuk menanyakan kabarmu, pada siapapun. Aku sibuk mengkhawatirkanmu, kemarin. Aku sibuk berceloteh pada malam, jika aku merindukan tawamu. Aku ... ah, mengapa kamu memberi dampak yang begitu nyata dan gila pada diriku? Aku yang terlalu menggilaimu atau kamu yang begitu mempesona? Aku tidak tahu.
Kini hanyalah aku yang berdiri di tepi sungai yang menjadi pertemuan kita. Terduduk dan menunduk. Seperti orang tolol. Menungguimu mengatakan, jika kamu sedang bercanda tadi. Rupanya, kamu tidak berbalik. Tidak tertawa atas leluconmu yang melukaiku begitu dalam. Wahai tuan penyebab gilaku, berbaliklah, aku gila atas usai ini.
Sungguh.
*****