Sederhana itu ketika menatap manik matamu untuk pertama kali dan saya sudah jatuh-sejatuh-jatuhnya. Wajahmu tak secantik selebgram yang saya lihat di dunia maya. Wajahmu juga tidak seanggun putri kerajaan. Kamu cukup sederhana untuk saya cintai.
Saya mencintaimu dalam diam bertahun-tahun. Kenangan masa kecil. Kita berteman-saling merasa cocok-dekat-lalu bersahabatan hingga sekarang. Kamu telah bergonta-ganti pasangan. Saya akui, kamu memang semenarik itu untuk dicintai lelaki.
Kamu memiliki daya tarik yang terlalu memikat. Sulit dilepas.
Saya tahu, menyimpan rasa pada sahabat masa kecil adalah kebodohan. Namun, semakin lama hati saya semakin terasa sesak. Apalagi, mengetahui jika kamu telah dilamar sang kekasih. Hati saya luruh. Jatuh berserakan. Saya sulit memungutnya dengan benar.
Rupanya, mencintaimu memang membuat saya segila ini.
Saya mencoba melupakanmu, mencoba menerima kenyataan. Saya mencoba mencintai wanita lain. Namun, apa boleh buat. Kedudukanmu terlalu tinggi, hingga sulit menyingkirkan mereka.
Rasanya sangat menyebalkan, melihatmu tersenyum senang; tertawa bahagia; mencebikan bibir manyun karena kesal; marah-marah hingga mencak pada lelaki lain.
Itu sangat-sangat-sangat menyebalkan bagi saya. Sebab, bukan saya penyebabnya. Lantas, saya harus apa saat tahu jika kamu sebentar lagi akan menjadi wanita lelaki lain untuk selamanya? Saya harus apa? Saya harus marah? Tidak, kan? Salah saya bukan karena memilih mencintaimu dalam diam tanpa kata.
Tapi, saya telah bersumpah akan memberitahumu. Menanggung resiko yang akan saya tempuh nantinya. Saya hanya ingin melegakan perasaan berpuluh-puluh tahun ini. Sebelum kamu menjadi wanita-nya. Jadilah, wanita-saya untuk satu menit saja. Itu sudah cukup.
Di malam seminggu sebelum akadmu. Saya meminta bertemu. Mengatakan semuanya. Kamu tertawa. Kamu menganggap itu lelucon yang paling lucu yang pernah kamu dengarkan seumur hidupmu. Menyakitkan sekali.
Namun, saya memantapkan diri saya. Mengatakan jika; itu bukanlah omongan kosong ataupun lelucon. Itu kenyataan.
Tapi, tanpa saya duga, kamu menampar saya. Lalu meraung kesakitan. Saya mencoba memelukmu. Namun, kamu menolak dengan kasar. Kamu mulai berubah.
Rautmu berubah menjadi berbeda ketika memandang saya. Kamu menjauhi saya. Hingga bertahun-tahun kita tak lagi berjumpa.
Menyebalkan! Menyebalkan! Jika ini resikonya, saya memilih untuk membiarkan rasa ini tetap bersarang. Tidak perlu diperlihatkan pada siapapun.
Namun, itu telah menjadi arang.
Wanita sederhana yang saya cintai, yang telah menjadi wanita lelaki lain dan itu bukanlah saya. Saya sangatlah merindukanmu.