"Astaga Vina!," seru perempuan berambut sebahu dengan setelan training abu-abu berkacak pinggang menatap Alvina yang berdiri didepan wastafel kamarnya.
Zalfa, perempuan keturunan chinese itu sudah sangat jengah dengan Alvina yang terus muntah sejak kedatangannya kemari karena janji mereka untuk lari pagi di hari minggu ini. Ia juga begitu khawatir melihat keadaan Alvina, jujur selama bertahun-tahun berteman dengan Alvina belum pernah ia melihat Alvina yang sakit sampai muntah-muntah.
"Ke dokter aja Vin gue anter, parah deh sakit lu kayanya takut gue kalau lo mati," saran Zalfa mendapat lirikan tajam dari Alvina yang tengah memutar kran agar berhenti mengalirkan air.
"Berisik lo," tanggapan Alvina singkat berjalan keluar kamar mandi meraih tisu di meja rias. Zalfa berdecak mengikuti Alvina yang tengah melempar tisu ke keranjang sampah kecil di samping meja rias kemudian meraih jaket kuning diatas tempat tidur dan memakainya.
"Ga jadi lari pagi aja gimana? Keadaan lo bikin risau," tutur Zalfa mendudukkan diri di tempat tidur menatap Alvina yang berdiri tidak jauh dari dirinya tengah mengikat rambut tinggi dengan karet gelang berwarna kuning, cocok dengan setelan baju yang ia kenakan.
Alvina mengusap wajahnya, sedari tadi memang ia sangat pusing ditambah perutnya yang semakin tidak karuan. Sudah jelas pasti ia tertular flu yang Rescha derita, dasar biang masalah. Perempuan itu menarik nafas panjang, meregangkan tubuh lelahnya. Enam hari bekerja bersama Rescha yang sakit flu, sangat menyusahkan. Bahkan beberapa hari yang lalu di malam hari Rescha menelepon dan menyuruhnya mengantarkan obat flu dari dokter yang tertinggal di Kantor beserta sebungkus nasi goreng dari restoran hotel langganannya. Ia sangat kesal.
"Buruan keburu panas, siapa tau gue ga jadi flu setelah lari," ajak Alvina kemudian menarik tangan Zalfa agar bangun dari tempat tidur. Zalfa berdecak menepis tangan Alvina yang menariknya paksa.
"Lo yakin flu?," Zalfa bertanya memastikan, telapak tangan kanan perempuan itu sibuk mengecek dahi Alvina yang sama sekali tidak terasa panas. Kedua matanya memincing, menatap penuh selidik.
"lo ga panas Vin, lo ga ingusan juga, lo cuma mual sama pusing, jangan-jangan lo—,"
"Sejak kapan lo berubah jadi dokter, bawel banget jangan bikin gue tambah pusing fa, ayo!," potong Alvina kembali menarik tangan Zalfa untuk berjalan. Jujur Alvina juga takut, ia cemas mempertanyakan dugaan Zalfa pada dirinya sendiri.
Ia mengerti kenapa Zalfa menduga hal tersebut karena memang Zalfa tau apa yang terjadi padanya, tidak mungkin sembarangan. Ia menggeleng pelan, menepis semua pemikiran buruk yang datang berharap semua akan baik-baik saja.
Kini, kedua perempuan itu sudah berlari kecil menyusuri komplek perumahan di sekitar kediaman Delmora. Alvina fokus berlari menatap keadaan sekitar berbeda dengan Zalfa yang berlari sambil bermain ponsel.
Alvin melirik sekilas, menghela nafas menghentikan larinya. Tatapan dongkol ia layangkan pada Zalfa yang ikut berhenti, menoleh dengan tatapan "kenapa?". Alvina menghembuskan nafas, "lo niat lari ga sih? Hp an mulu lu," cibirnya kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alliance With Him
RomanceAlrescha Nero Ardiaz, putra keluarga Ardiaz salah satu konglomerat di negara berkembang. Hidupnya tidak pernah tenang sejak remaja, rintangan hidup tidak pernah absen menyapanya. Demi mencapai kemakmuran hidup ia rela bekerja keras melewati lingkara...