"Enak Ndak mbak?," tanya Aski pada Alvina yang tengah melahap rujak di sampingnya. Alvina menoleh lantas mengangguk menyodorkan apa yang ia pegang pada Raski namun dibalas gelengan oleh perempuan itu.
Kini keduanya berada di ruang Televisi menonton salah satu drama Korea yang tengah hype. Matahari sudah terbenam beberapa waktu lalu, Andara—sekertaris Rescha juga baru saja pergi dari mansion setelah selesai mengantarkan rujak untuk Alvina.
"Mas Echa emang separah ini ya Ki? Suka banget gak pulang ke sini?," tanya Alvina meletakkan mangkuk yang sudah kosong diatas meja mereka.
Raski spontan mengalihkan pandangannya pada kakak iparnya itu, "Parah mbak. Dari jaman kuliah mas Echa udah kaya gini. Aski pikir habis nikah mas Echa bakal lebih seneng di rumah apalagi bentar lagi punya anak kan, tapi sama aja gak suka pulang ternyata," jawab perempuan berambut pendek itu.
Alvina menghela napas, overthinking mulai ia rasakan. Wanita yang mengenakan dress terusan berwana biru muda itu menatap langit-langit ruangan dengan tatapan sebal. Raski yang menyadari perubahan mood Alvina segera mencari cara untuk memperbaiki suasana.
"Mbak Vina jangan khawatir, Aski jamin deh mas Echa gak akan macem-macem".
"Gak macem-macem tapi nih apa buktinya," sanggah Alvina menunjuk perutnya yang mulai membuncit dengan tatapan kesal.
Raski tertawa kecil menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal, bagaimanapun benar juga perkataan Alvina. "Ngomong-ngomong mbak, itu udah berapa bulan?," Raski mengajukan pertanyaan. Sebenarnya ia hanya random bertanya saja, tidak ada maksud apapun.
Alvina sontak berpikir mengelus perutnya, ia sampai lupa kapan waktu untuk check up lagi. "Sekitar 9 Minggu, aku lupa belum check lagi. Besuk mau temenin gak kamu, Ki? atau pas kamu libur ngantor aja,".
Aski menggeleng pelan, "bukannya gak mau anter mbak, tapi kan mbak Vina punya mas Echa. Masa Aski rampas hak mas Echa sih," ucap Aski menaik turunkan alisnya. Alvina terdiam sejenak, apa yang Raski katakan tidak ada salahnya memang.
"Tapi nih mbak, baru 9 Minggu tapi udah kelihatan banget itu. Kembar kah?. Dulu kakekku juga kembar loh, jatuh ke mas Echa kali ya keberuntungannya," goda Raski sambil tertawa kecil sambil menurunkan volume Televisi yang mereka tonton saat ini.
Alvina ikut tertawa, walau dalam hatinya takut juga. Jujur ia tidak siap jika harus menerima anak kembar saat ini. Apalagi hubungannya dan Rescha yang tidak stabil saat ini.
Lama terdiam, keduanya sama-sama hanyut dalam tayangan drama yang di putar. Getar telepon Alvina mengalihkan fokus sang pemilik, sebuah notifikasi terlihat mengambang dari nomor yang tidak dikenal. Kedua mata Alvina membola membaca apa yang nomor itu kirimkan.
Sebuah pesan halo diikuti dengan sebuah foto di salah satu diskotik menampilkan hiruk pikuk tempat itu dengan beberapa pria yang duduk memutar pada sebuah sofa. Dua orang wanita terlihat didekatnya, satu di pangkuan dan satu lagi memijat bahu seorang diantaranya.
for your sake my beauty, pria akan selamanya menjadi pria but you? harus menanggung semuanya sendiri sekarang. Who knows suamimu akan tidur dengan siapa selanjutnya?
Come here, lebih baik mengakhiri sekarang daripada menyesal nantinya.
Setelah membaca habis pesan disana sontak handphone yang Alvina pegang jatuh ke bawah dengan tangan gemetar. Raski segera menoleh, hendak mengambil ponsel Alvina namun langsung di tepis oleh sang pemilik.
"Ki, aku ngantuk. Aku mau tidur sekarang," pamitnya segera melenggang menyisakan kebingungan pada Raski. Tanpa ambil pusing Raski mengangguk ragu, mungkin Alvina benar-benar lelah hari ini.
— Alliance With Him —
Musik berdentum keras memenuhi seluruh bangunan ini. Ketiga pria yang duduk di sofa bar itu berbincang serius sedari beberapa waktu lalu.
Dero membelai rambut pirang wanita yang tengah duduk di pangkuannya sembari berusaha berpikir jernih ingin menanggapi apa yang baru saja Zean katakan.
"Gue udah duga dari awal bakal senekat ini, Lo berdua anggep remeh sih. Bukan maksud nyalahin Lo berdua walau emang gue nyalahin tapi kalau udah gini mau gimana? Bunuh aja udah beres," ucapnya setelah lama terdiam.
Zean mengangkat tangan di udara memberi isyarat pada wanita bergaun hitam yang tengah memijat bahunya untuk mundur menjauh. "Gak segampang itu, Lo kira bunuh Aiden segampang bunuh tikus got apa. Tetep susah cok!," seru Zean membentak.
"Gue punya rencana, Aiden pakai perempuan buat hancurin Rescha. Kenapa gak kita duplikat caranya. Nama nama cewe yang dia pakai udah aman di kantong, tinggal eksekusi."
"Mau sekarang? Gue baru dapet informasi, Aiden lagi disini tinggal undang Andraya".
Mendengar saran dari Zean, Rescha sontak terduduk tegak melihat sekitar.
"Kenapa, Resch?," tanya Dero tiba-tiba.
"Aiden disini, feeling gue gak enak," jawabnya segera meraih ponsel dari saku menelpon Raski. Belum sempat terjawab, seorang wanita bergaun biru muda selutut dengan sepatu berwana putih berdiri tidak jauh dari tempatnya duduk.
"Alvina," lirih Zean melirik Rescha sekilas. Pria itu bersusah payah menelan ludah segera berlari menghampiri Alvina kala iris matanya menangkap sorot laser merah yang baru saja terlihat di dahi isterinya itu.
Segera ia tarik tangan perempuan itu ke dalam dekapannya, detik itu pula suara tembak terdengar disusul peluru yang melesat cepat menggores lengan kanan Rescha hingga kemeja pendek yang ia pakai sobek.
Semua orang menghentikan aktivitas, beberapa pria berjas hitam legam segera berkerumun diantara Alvina dan Rescha membentuk formasi pertahanan. Tidak berbeda Zean dan Dero ikut berdiri bahkan Zean segera berlari mengejar si pembidik.
Deru napas pasangan itu beradu, keduanya sama-sama terkejut. "everything's fine, everything's fine," ucap Rescha terus terulang mendekap tubuh gemetar Alvina.
Rahang Rescha mengetat kala bertatapan dengan pria berjaket hitam yang berdiri cukup jauh dari mereka. Lagi-lagi Aiden selangkah lebih cepat dari dirinya. Pria itu tersenyum berbalik pergi menelusup kerumunan.
Emosi Rescha segera buyar mendengar Alvina yang mulai terisak. "Mas Echa, perutku mules banget, sakit," keluhnya meremas kuat kemeja yang suaminya kenakan. Rescha merasa gagal lagi, ini bukan kali pertama.
"Yang kuat, Mas mohon yang kuat," Rescha berusaha menenangkan Alvina dan dirinya sendiri terutama. Ia benar-benar tidak tega melihat kondisi Alvina yang seperti ini. Tapi lagi dan lagi, semua ini karena dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alliance With Him
Любовные романыAlrescha Nero Ardiaz, putra keluarga Ardiaz salah satu konglomerat di negara berkembang. Hidupnya tidak pernah tenang sejak remaja, rintangan hidup tidak pernah absen menyapanya. Demi mencapai kemakmuran hidup ia rela bekerja keras melewati lingkara...