Manik mata itu menggelap, enggan menatap Rescha yang duduk angkuh dihadapannya. Kevan, pria berpiama hitam itu geram mendengar penjelasan putranya sendiri yang kelewat batas.
Deheman terdengar dari mulut Rescha meminta reaksi Kevan terhadap rencana dan masalah yang ia hadapi.
Kevan berdesis setelah bungkam cukup lama, "Kamu keterlaluan Rescha, setelah melakukan semuanya kamu baru meminta ijin saya? Dimana sopan santun kamu? Ingat sebagian harta yang keluarga ini miliki masih menjadi hak saya," jelas Kevan penuh penekanan disertai gertakan gigi mengetuk meja kaca di tengah lingkaran sofa.
"Saya ingat, tapi anda juga harus ingat kekuasaan dan harta saya sendiri lebih besar, saya tidak butuh ijin anda atau tindakan anda, yang saya inginkan adalah kebebasan saya sendiri. Kebebasan dalam segala hal, termasuk meninggalkan rumah utama," Pria itu ikut terbawa emosi menatap nyalang Kevan yang sudah geleng-geleng kepala.
"Modal awal kamu dari saya, jangan bersikap seperti ini,"
"Saya bisa kembalikan modal yang papa kasih kalau papa ingin modal itu kembali! Jangan mengungkit apa yang anda beri pada saya,"
"Alrescha!,"
"Cukup! Jangan urusi urusan saya maupun keluarga saya, cukup papa perlakukan kami sebagai keluarga, lepaskan saya pa, saya sudah dewasa," tutur Rescha berdiri mengakhiri percakapan mereka berdua.
Tanpa memeperdulikan emosi Kevan yang sudah diubun-ubun, Rescha melenggang pergi berjalan ke arah tangga naik ke atas menuju kamar tidur yang selama ini ia tempati. Langkah Rescha terhenti di lantai atas saat cekalan tangan ia dapat, saudari perempuannya ternyata.
"Mas Rescha, ribut sama papa lagi? Apa mas Rescha ga cape. Aku sama mama yang denger cape," keluh Raski dengan muka jengah.
Gadis berumur dua puluh tahun itu tidak habis pikir kenapa Mas nya dan Papa nya selalu ada saja topik yang dipakai untuk bertengkar sedangkan dia dan teman kerjanya mencari topik ngobrol saja susah sekali.
"Sebentar lagi kamu ga akan dengar mas ribut sama papamu, mas mau pindah, jaga mamamu ki," jawab Rescha pada keluhan Raski. Tangannya terulur mengusap kepala adiknya yang berambut panjang itu.
Yang diusap hanya bisa manyun."Apa cuma ini jalan keluarnya? Ga ada cara lain?," tolak Raski mendapat gelengan kuat Rescha. Helaan nafas terdengar, gadis itu berpasrah tidak bisa melawan kakaknya sendiri.
"Kalau gitu, mas ke kamar dulu," pamit Rescha berbalik berjalan lurus. Baru beberapa langkah terikan Raski sudah bisa ia dengar kembali, "Mbak Andraya nanyain mas! Tindak dia dong, ganggu aku dia!".
Rescha berdecak, wanita itu menyusahkan saja. Biarlah, ia akan fokus pada Alvina terlebih dahulu. Untuk menanggapi teriakan Raski, pria itu mengangkat jempol kanan tinggi-tinggi masih terus berjalan.
— ALLIANCE WITH HIM —
Zalfa hanya diam kembali memindahkan sebungkus sate ayam dari hadapan Alvina. Sudah terhitung tiga hari Alvina dirawat disini, tiga hari itu juga Zalfa dan Renata—mama Alvina dibuat setengah gila dengan kelakuan wanita itu.
"Gue udah ga pengen kan, lo sih telat," sinis Alvina pada Zalfa yang hanya pasrah meletakkan sebungkus sate yang baru saja ia beli ke nakas rumah sakit.
Bagaimana ia bisa telat, bahkan belum ada satu jam sebelum Alvina meminta dirinya membelikan sate ayam. Perempuan berambut pendek itu menggeram tertahan, entah kenapa ia yang dibuat ribet oleh Alvina sejak pertama hamil. Zalfa benar-benar ingin memukuli Rescha jika bertemu pria itu. Hidupnya sangat tenang tanpa gangguan Alvina berbeda dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alliance With Him
RomansaAlrescha Nero Ardiaz, putra keluarga Ardiaz salah satu konglomerat di negara berkembang. Hidupnya tidak pernah tenang sejak remaja, rintangan hidup tidak pernah absen menyapanya. Demi mencapai kemakmuran hidup ia rela bekerja keras melewati lingkara...