Suasana Kantor ramai seperti biasanya namun ruangan Rescha tetap sunyi. Hanya bunyi bolpoin yang menari diatas kertas dan jentikan jari pada keyboard.
Andara—sekertarisnya kini mulai kembali bekerja, mengambil alih tugas Alvina. "Presdir, lima belas menit lagi," peringat Andara yang duduk di tempatnya. Hari ini, Rescha mempunyai jadwal wawancara dengan salah satu surat kabar yang cukup tersohor di negara ini.
Pria berjas hitam itu mengangguk tanpa menatap Andara yang sedang bersiap. Rescha melirik layar laptopnya yang menampilkan beberapa pertanyaan yang akan diajukan padanya. Pandangannya beralih saat layar ponsel Alvina yang sengaja ia letakkan diatas meja menyala.
Ia mengernyit, memainkan dagunya sedikit berputar kecil pada kursi yang ia duduki. Pesan terus masuk ke sana membuat ia berdecak sebal meraih kasar ponsel tersebut.
Kenapa cuma dibaca? Dasar ga tau diri!
Dasar pelacur! Gue gak terima!
Inget nama gue ya jalang! Andraya. gue pastiin lo hekang dari hidup Rescha!
Dan masih banyak lagi pesan yang terus masuk membuat kepala Rescha mau pecah rasanya. Ada-ada saja wanita yang satu ini, beruntung Alvina tidak terlalu perduli pada pesan yang masuk sejak tadi pagi.
Jarinya mulai mengetik pada layar ponsel Alvina, sedikit ingin bermain pada si pengirim pesan. Tapi bukannya ia sudah terus bermain pada si pengirim?.
he's mine, go away!
"Presdir, sudah masuk waktu," tegur Andara mendekati Rescha dengan beberapa kertas ditangannya. Rescha mengangguk bersiap, menyimpan ponsel Alvina di dalam laci meja.
— Alliance With Him —
Hembusan napas terdengar menyela suara gemricik air kolam ikan yang berada di taman samping kediaman Ardiaz. Alvina masih setia duduk di kursi piknik berbahan kayu yang ada disana sejak pagi tadi lebih tepatnya seusai sarapan.
Raski sudah pergi setelah sarapan menimba ilmu di kampusnya. Kini ia sangat bosan, tidak ada yang bisa diajak bicara bahkan ponsel pun tidak ada. Memang kurang asem si Rescha.
"Alvina, Mama bawakan buah delima baik untuk kandungan. Sini di cemil,"
Alvina menoleh, menatap Talita—mama mertuanya yang baru saja tiba dengan semangkuk delima merah yang sudah siap makan. Wanita berkulit kuning langsat itu begitu sumringah ikut duduk di sampingnya.
"Terimakasih Ma," ungkap Alvina tulus dengan senyum manisnya. Ia cukup bersyukur setidaknya mama mertuanya perhatian pada dirinya dan calon anaknya.
Tidak mau ia berharap pada Rescha, pria itu menanyai kabar kesehatannya saja tidak sejak semalam. Mungkin Rescha sedikit membantu saat ia mabuk pengharum tapi hanya sedikit, ingat sedikit!.
"Bagaimana hubungan kamu sama Rescha?," tanya Talita menatap Alvina yang mulai memasukkan sebiji delima sebagai taster. Alvina berhenti menyuap, menoleh sekilas pada Talita kembali lagi menatap mangkuk didepannya.
Talita tersenyum tipis, dari reaksi Alvina ia sudah mengetahui jawabannya. Bahkan sebenarnya ia sudah tahu sejak awal. "Boleh Mama beri saran?," tanya Talita menatap Alvina yang menoleh dan mengangguk ragu.
"Tolong kamu mengalah untuk sekarang ini, tidak apa-apa kan kalau kamu yang mengambil inisiatif? Mendekati Rescha?,"
Suasana berubah hening, mendengar penuturan Talita entah mengapa membuat Alvina ingin menangis. Ini bukan sepenuhnya salah dirinya tapi seakan semua harus ia sendiri yang perbaiki. Apa itu sebuah keadilan? Banyak beban yang harus ia terima, ini juga bukan keinginannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alliance With Him
RomansaAlrescha Nero Ardiaz, putra keluarga Ardiaz salah satu konglomerat di negara berkembang. Hidupnya tidak pernah tenang sejak remaja, rintangan hidup tidak pernah absen menyapanya. Demi mencapai kemakmuran hidup ia rela bekerja keras melewati lingkara...