Malam semakin larut, suasana juga semakin sunyi. Bersamaan dengan suasana sunyi ini, Alvina masih terjaga di tempat tidur memunggungi Rescha yang tidur satu tempat dengannya. Ini bukan kali pertama mereka tidur dalam satu tempat namun ini pertama kalinya mereka berdua berhadapan dalam keadaan yang sama-sama baik.
Lelah dengan kedua matanya yang enggan terpejam, Alvina berbalik hendak melihat Rescha yang rupanya masih telentang dengan kedua tangan sebagai bantal melihat kelangit-langit kamar.
Alvina mengerjap beberapa kali hendak kembali berbalik, benar-benar malu. Rescha hanya melirik saat tempat tidur kembali bergerak, sepertinya perempuan itu tidak dapat tidur.
"belum tidur?," tanyanya pada Alvina yang segera berbalik dengan gerakan perlahan menghadap Rescha.
Alvina menggeleng saat melihat ekor mata pria itu mengarah padanya. Tidak boleh menyiakan-nyiakan kesempatan.
"Mas Echa, juga belum," lirih perempuan itu sedikit menggeser tidur lebih dekat pada Rescha. Rescha berdehem meng-iyakan tidak mempermasalahkan jaraknya dengan Alvina saat ini.
"Aku engga pernah berpikir Mas Echa jadi suamiku, bahkan aku benci banget sama kamu,"
Ekor mata Rescha kembali melirik Alvina yang tertunduk enggan menatapnya memainkan jarinya pada tempat tidur. Sebegini besar efek kehamilan Alvina? Sikap perempuan itu benar-benar lain.
"Aku tahu Mas Echa sekarang ada pacar, aku tahu juga Mas Echa engga kasih tahu orang-orang soal pernikahan kita yang akad nya aja aku engga tahu juga, ak—,"
"Waktunya tidur," seperti biasa Rescha memotong pembicaraan, namun kini Alvina tidak mau lagi. Ia butuh bicara, dan Rescha harus mendengar.
"Mas Echa jangan larang aku ngomong, aku cuma mau minta Mas Echa kasih apa hak aku hak anak aku, aku engga apa Mas Echa engga bilang soal status kita tapi aku engga akan mau Mas Echa punya pacar diluar sana, aku tahu kamu engga akan cinta sama aku tapi itu keputusan aku tolong kamu mengerti,"
Rescha masih diam, tidak bergerak memutuskan menyimak apa yang perempuan itu katakan. Bisa ia dengar deru napas yang tidak teratur dan penuh emosi.
"Aku juga mau pernikahan yang sehat, walau Mas Echa engga cinta sama aku tapi aku yakin Mas Echa tahu gimana perasaan aku, aku kira itu udah hilang tapi ternyata masih ada sama kaya dulu,"
"Bahkan setelah aku tolak hari itu?," tanya Rescya menyela, menoleh pada Alvina yang kedua matanya mulai memerah bahkan pangkal hidungnya juga.
Masih terekam jelas saat Alvina mengutarakan cinta pada dirinya. Sore itu, sepulang latihan basket di bawah pohon mangga yang berada di luar lapangan basket. Alvina dengan sifat urakannya mengungkapkan cinta dengan sebotol air mineral.
Sore yang cerah itu menjadi kelabu saat kata benci Rescha utarakan. Setelah itu jangan bertanya, Alvina tidak lagi menengok hingga suatu saat perempuan itu menuduh dirinya satu kesempatan yang bisa ia gunakan untuk mengikat gadis itu hingga lulus SMA.
"iya, aku engga tahu salahku tapi aku benar-benar ikut benci sama kamu terlebih saat kamu mulai kendalikan masa SMA-ku ! Ini bukan hal wajar, perasaanku tetap sama bahkan saat kamu pacaran sana sini sampai sekarang, kenapa ?! Bahkan kamu udah stop karirku saat ini, aku benci banget sama diriku, aku juga benci sama takdir yang selalu bikin aku ketemu kamu bahkan sekarang anak kamu ada disini, aku takut,"
Isikan kecil mulai terdengar, Alvina sudah meracau tidak jelas bahkan tangannya sudah terkepal meremas seprei abu-abu yang ada. Sakit, mengingat semua perlakuan pria itu padanya.
"Kenapa? Kenapa harus aku, a—,"
"Udah? Boleh aku minta satu hal?," tanya Rescha kembali, kini ia berpaling menghadap Alvina yang sudah kacau penampilannya. Hatinya ngilu melihat semua ini, ketika dirinya tidak bisa menjawab pertanyaan semua orang, ini semua terlalu rumit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alliance With Him
RomanceAlrescha Nero Ardiaz, putra keluarga Ardiaz salah satu konglomerat di negara berkembang. Hidupnya tidak pernah tenang sejak remaja, rintangan hidup tidak pernah absen menyapanya. Demi mencapai kemakmuran hidup ia rela bekerja keras melewati lingkara...