MAAF

77 13 6
                                    

"Tidak ada yang salah dari rasa ingin menjadi sempurna, merutuki kekuranganmu-lah yang salah."

Aku membanting diriku ke kasur, kegerahan. Cuacanya sangat terik, seolah akan melelehkan aspal. Hebat ya Matahari, walaupun siang itu banyak yang memakinya, ia tetap menjalankan tugasnya dengan sangat baik.

Aku meratapi langit-langit kamarku. Pikiran tidak tahu diri mulai mencoba masuk ke otakku. Tolong, aku bahkan hanya ingin tidur saja siang ini.

Entahlah. Semuanya terasa seperti enggan bekerja sama denganku. Mereka seolah memusuhiku. Tidak ada yang berjalan sesuai kehendak. Ingin kubelah saja rasanya langit biru tak ber-awan pada hari itu.

Kenapa sih dia bisa lebih baik daripada aku? Padahal aku berjuang lebih keras, berdoa lebih sering, berusaha lebih sungguh-sungguh.

Aku kecewa pada diriku sendiri. Sibuk berkutat dengan pikiranku, berlagak menjadi juri yang tengah menilai usaha orang lain, yang tentu saja menurutku tidak seberapa dibandingkan peluhku. Huh.

Tidak. Aku tidak iri. Mati-matian aku meyakinkan diriku bahwa maksudku bukanlah sirik pada mereka. Aku hanya merutuki kekuranganku.

Parasku yang tak lebih sedap dipandang daripada mereka, suaraku yang tak lebih merdu, atau usahaku yang selalu saja tidak mendapat hasil yang setimpal.

Aku takut tidak bisa memberi yang terbaik pada orang-orang yang menyayangiku. Orang-orang yang meletakkan harapan mereka di pundakku.

Bagaimana jika mereka kecewa? Aku bahkan tidak ingin mereka tahu betapa sakitnya kepalaku ketika mengetahui hasil yang kudapatkan tidak sepadan dengan usahaku.

Maaf. Sungguh sesak sekali rasanya karena tidak bisa memenuhi harapan orang yang kusayangi, tak bisa memenuhi ekspetasi tinggi yang mereka sematkan di bahuku.

Aku khawatir mereka sedih, dan aku benci sekali ketika mereka harus mengkhawatirkanku. Inginku hanya membuat mereka bahagia, itu saja cukup. Tapi semesta seolah tak pernah membantuku.

Aku meremas rambutku dengan kesal. Sepertinya malaikat harus mengelus dadanya berkali-kali begitu mendengarku mengumpat betapa bencinya aku harus melalui ini.

Sejak kapan berusaha membahagiakan orang yang kusayangi justru sesulit ini? Jika tahu akan begini, aku tak akan ingin coba-coba untuk mencicipi bagaimana rasanya.

"Berharap adalah hal yang indah saat kamu menyadari betapa pentingnya rasa syukur"

*****

Bab ini untuk kamu yang selalu gelisah dan sakit kepala karena merasa tidak pernah sempurna dan selalu gagal membanggakan orang-orang yang kamu sayangi.

Mengenai itu, maka coba ingatlah hal-hal yang telah kamu peroleh, jangan hanya berkutat dengan hal yang belum berhasil untuk kamu genggam. Waktu tentunya sudah menyiapkan "porsi" sematang mungkin.

Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Mereka yang terlihat begitu agung seolah di atas awan pun tak selalu berarti bersih dari cela kan?

Lalu apa yang membuatnya berbeda darimu?

Mereka hanya lebih pintar menutupinya dan kamu terkadang lupa untuk bersyukur, bahwa hadirmu saja sudah sangat berarti bagi mereka yang menyayangimu.

Dan tentu saja "Aku", salah satu dari mereka juga.

HANYA TENTANG KAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang