PASTI

39 4 1
                                    

"Menjalankan ketidakpastian seperti bermain jungkat-jungkit, terkadang kamu merasa tinggi padahal masih tetap menempel di tanah."

Dia tampak mencuri pandang dari kejauhan, sedikit berjinjit lalu melambaikan tangannya dengan begitu semangat.

Aku tersipu sebelum akhirnya membalas senyumannya, ikut melambaikan tangan mengisyaratkan bahwa aku juga memperhatikannya. Bagaimana seseorang bisa semanis itu ya?

"Heiiiii!" sapanya khas. Ramah dan hangat. Sesuatu yang selalu berhasil membuat jantungku berdebar tak karuan.

"Kenapa dari tadi senyam-senyum?" sahutku mesem-mesem. Sengaja. Pertanyaan menjebak yang aku yakin jawabannya pasti akan membuatku segera terbang melesat ke angkasa.

"Karena lihat kamu." jawabnya tanpa beban lalu melempar senyum meledek. Lagi-lagi. Jika hatiku bisa bersuara, aku yakin ia langsung menjerit tak karuan.

Aku mengacak rambutnya pelan, tertarik untuk melihat berbagai macam ekspresinya. Bibirnya langsung mengerucut ke bawah.

"Jangan nakal!" selorohnya sebelum akhirnya tersenyum sumringah dan merangkul lenganku.

Aku tertawa kecil, memandangi wajah yang kalau dihitung-hitung, hanya seukuran telapak tanganku itu. Tidak ada yang bisa aku lakukan untuk menghindarinya. Rasanya seperti tempat ternyamanku untuk bersandar hanya ada pada dirinya.

Aku tidak tahu entah kapan, entah bagaimana, hubungan bak berjalan di jembatan tua yang kupikir akan segera roboh ini justru semakin kuat. Namun tidak jelas kemana arahnya, dan aku terlalu malas untuk mencari pemandunya.

Bisa tidak ya, aku menghentikan waktu? Untuk menikmati detik-detik ini saja. Aku terlalu takut dengan apa yang akan terjadi di masa depan.

Aku sudah terlalu bahagia di masa kini, ketidaktahuan-ku tentang masa depan membuatku semakin enggan untuk beranjak. Malas beranjak untuk memastikan bahwa dia memang sosok yang tepat untukku, baik di masa ini atau masa depan.

Sepertinya dia juga sama denganku. Memegang prinsip let it flow dengan gamblang. Awalnya, aku juga tidak ragu. Tapi semuanya semakin rumit ketika dia mulai melarang dan merajuk tak karuan jika aku mendekati yang lain, dan aku justru ingin sekali menghajar siapa saja yang berani menggodanya.

Status adalah nomor ke-12 menurutku. Tidak ada yang berani menjamin pasti bahwa hanya dengan "status" saja, kamu bisa bebas melenggang sembari bergandengan tangan tanpa ada perkara.

Ada terlalu banyak status palsu, kebohongan, dan kepura-puraan. Aku tidak mau hanyut di dalam hal yang menjijikkan seperti itu. Tapi cemburu tanpa ada hak apapun "tentangnya" juga membuatku merasa seperti orang paling bodoh di dunia.

"Kupikir aku hanya takut bersama lalu bertemu dengan kegagalan. Ternyata aku juga takut kehilangan dirimu."

*****

Bab ini untuk kamu yang sedang berada di dalam suatu hubungan "tidak pasti" akan dibawa kemana lalu merasa bodoh karena tidak bisa memastikan apa-apa. Seperti tarik ulur dan tidak berani menentukan entah sampai kapan.

Ketakutan akan hal yang belum pasti terjadi adalah sesuatu yang sangat menyebalkan. Kamu tentunya hidup di masa ini untuk mendapat masa depan yang lebih baik, bukan untuk takut, berbalik arah, dan menghindarinya.

Apapun yang kelak akan terjadi, itulah yang terbaik untukmu. Takut akan perpisahan entah di masa kini atau masa depan bisa terjadi tentu saja hanya karena kamu sangat menyayanginya.

Kamu tidak boleh menyia-nyiakan seseorang yang memberimu "rasa" yang sama. Jangan terlalu takut akan masa depan atau ragu untuk menjalani masa ini bersama-sama, ketika kata hatimu secara perlahan mulai semakin memberontak pikiranmu.

HANYA TENTANG KAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang