MENGAPA

39 11 0
                                    

"Bahagia adalah hal yang bisa dicari, tapi aku malah terlalu larut dalam air mata dan menyalahkan tiap tetesnya."

Aku meringkuk, menyembunyikan wajah di lipatan tanganku. Dunia seperti akan runtuh saja. Air mata terus membasahi pipiku, aku sudah terlalu lelah untuk menahannya. Tidak lagi punya kekuatan, untuk seolah baik-baik saja, seperti biasanya.

Aku menangis parau. Sungguh. Sekuat tenaga kubungkam mulutku agar tidak akan ada yang pernah tahu, betapa lemah dan bodohnya aku. Berkali-kali jatuh ke dalam lubang yang sama, lalu merangkak keluar dan tetap saja merasa kesakitan.

Salah-ku-lah yang terlalu perasa. Memikirkan terlalu banyak hal yang aku tahu hanya akan membebaniku saja, meletakkan kebahagiaanku pada orang lain tanpa ragu, tanpa rasa jera.

Sungguh, aku benar-benar kesakitan. Ada-kah seseorang di luar sana yang merasakan sakit lebih dari yang kurasakan saat ini?

Aku hanya benar-benar ingin menangis saja sekarang. Berharap kiranya air mataku tak akan menetes lagi, berharap setidaknya aku masih bisa tersenyum untuk hari esok.

Baiklah, aku tidak akan serakah, aku tidak akan mengharapkan kebahagiaan. Lalu bisa-kah aku berharap agar setidaknya aku tidak disakiti? Lagi?

Aku mengusap mataku kuat-kuat yang kini sudah membengkak. Aku tersenyum kecut. Mataku mulai perih, tapi tak sebanding dengan bagaimana perasaanku dibuatnya. Hancur berkeping-keping, berantakan, luluh lantak, tidak akan pernah menjadi utuh lagi.

Aku pernah bodoh karena berjuang, aku pernah merintih karena terlalu sayang. Aku meletakkan bahagiaku padanya, dan ketika dia kini memilih pergi, bahagiaku malah dibawanya.

Dia tidak mengembalikannya padaku, seolah dengan mudahnya lupa, begitu saja. Aku tidak mau terus menangis. Aku juga pantas untuk tersenyum.

Mengapa aku harus terus-terusan berjalan di tempat dan membiarkan lukaku menganga tak karuan?

Setidaknya aku harus bergerak ke depan, entah merangkak, atau terseok-seok. Sudah cukup bagiku melirik kembali berbagai kerikil yang sudah berlalu di belakang.

Dia kini bahkan sudah berjalan sebegitu jauhnya, mengukir entah berapa banyak senyum yang baru. Lalu mengapa aku masih saja menangis sendirian?

"Meletakkan harapan kepada orang lain hanya akan membuatmu tersiksa ketika harapan itu terbukti hanya menjadi angan belaka."

*****

Bab ini untuk kamu yang merasa kebingungan dan bertanya-tanya mengapa orang yang kamu sayangi seolah selalu menyakiti, pergi, dan mengecewakanmu.

Tidak ada yang perlu disesali, apalagi menyalahkan diri sendiri. Coba-lah untuk menyayangi dirimu terlebih dahulu, pusatkan kebahagiaan yang bisa kamu ciptakan dari tanganmu sendiri. Sejujurnya, menyayangi diri sendiri bahkan tidak semudah itu.

Sebentar, aku tidak menyarankanmu untuk egois atau hanya mementingkan diri sendiri dan menyepelekan orang lain. Tidak, bukan begitu maksudku.

Aku hanya ingin kamu berhenti bergantung dengan orang lain, memusatkan suasana hatimu berdasarkan prilaku orang lain kepadamu, yang tentunya belum tentu bisa bertanggung jawab akan seluruh perasaan campur aduk-mu itu.

Percayalah, mengharapkan banyak hal pada manusia terus menerus hanya akan membuatmu kelelahan.

HANYA TENTANG KAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang