Pintar jawab |2

64 5 7
                                    

Di ruang kepala sekolah dengan suasana yang tegang bagi Michell tapi tidak halnya dengan seorang cowok di sebelah dirinya.

"Kamu sudah kenal dengan dia kan? Vilerio Augustan"

"Rio aja pak." sambung Rio dengan wajah malas.

Pak Dewa menghela nafas, sempat-sempat saja cowok itu menjawab.

"Sekelas sama kamu kan?"

Michell mengangguk.

"To the poin aja deh pak." Rio memposisikan dirinya agar nyaman di sofa.

"Oke langsung aja, bapak minta kalian kesini, terutama Michell untuk bantu kamu Rio."

Sontak kedua remaja itu terkejut.

"Gak bisa gitu dong pak." sela Rio langsung duduk dengan tegak.

"Harus dong, selama ini bapak lihat nilai mu selalu saja rendah, waktu dulu nilai kamu selalu tinggi dan sekarang peringkat mu saja tidak ada. Jadi bapak minta Michell untuk menjadi tutor kamu." jelas pak Dewa.

Rio menatap pak Dewa dengan tajam. "Pasti ini disuruh Papa saya?"

Pak Dewa menarik nafas, mengganguk lagi.

Tolong! Ini kenapa mereka malah debat sih, terus aku jadi tutor nya Rio gitu? Gak mungkin, batin Michell berbicara.

"Dia suruh untuk besarin nilai kamu."

"Kenapa bapak terima?" Rio dengan tatapan tajamnya lagi menatap pak Dewa tapi tiba-tiba punggung tangan cowok itu di usap pelan.

Ia menoleh ke sebelah kiri.

"Tenang dulu." Michell dengan suara lembut menenangkan cowok itu. Rio yang awalnya emosi perlahan luluh dengan ucapan lembut itu.

Rio menatap kembali pria itu sebentar dihadapannya lalu berdiri mengambil tasnya.

"Saya duluan" Rio berjalan kearah pintu dan menutup dengan suara yang hampir nyaring.

Michell terkejut. Rio kali ini sangat berbeda tidak seperti saat di perpustakaan tadi pagi. Saat ini cowok itu seperti nya sedang kesal, bukan lebih tepatnya marah.

"Maklumin aja Rio kaya gitu." Michell menoleh kearah pak Dewa sambil mengangguk kepala.

Sambil menghela nafas pria itu melepas kacamata yang tadi bertengger di hidungnya.

"Kamu mau jadi tutornya Rio? Papanya langsung yang minta kamu jadi pelatihnya." Michell nampak berpikir.

"Hanya sampai ujian akhir semester ini, empat bulan lagi." pinta pak Dewa.

Michell menarik nafas panjang dan menghembuskan nya. Ia sudah menentukan pilihan.

"Iya saya mau, kalau Rio nya juga mau." bibir pria itu melengkung, tersenyum.

"Baguslah, yang penting kamu siap jadi tutornya." Michell mengangguk pelan.

Pak Dewa berterima kasih dan gadis itu pamit untuk pulang. Setelah keluar dari ruang kepsek itu, Michell menghembuskan nafas kasar dengan mata tertutup. Ia bersandar di sebelah pintu.

Baru aja aku beberapa minggu disini, sudah jadi tutor untuk Rio, ini hanya mimpi kali Chell. batin Michell lalu ia mencubit pipinya lumayan keras.

"Auww. Bener gak mimpi," ucap gadis itu. "Aduh. Baru tau ternyata cubitan sendiri sakit." Michell mengusap pipinya yang merah.

"Kurang kerjaan cubit pipi sendiri, terus mimpi apaan lo?" Suara cowok yang Michell kenal.

TrouvailleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang