“Salahkah aku jika menginginkan kasih sayang dari kedua orang tuaku?”
Pricilla Evyta Aurora.
***
Ini bukan sekadar cerita tentang Kakak OSIS dan adik kelas, ini juga tentang bagaimana penderitaan seorang gadis yang tidak disukai oleh keluarganya karena sebuah tuduhan dari seseorang yang sangat membenci gadis itu.
Dia Pricilla Evyta Aurora, gadis yang biasa dipanggil Vita itu terlihat ceria dan penuh semangat. Namun, ternyata sikap cerianya hanyalah sebuah topeng dari segala kesedihannya. Pembuat masalah adalah julukan untuk gadis itu. Membuat masalah semata-mata hanya untuk menutupi segala kesedihan yang ia sembunyikan di baliknya.
“Nah, untuk peserta kesepuluh, kita panggil Pricilla Evyta Aurora dari kelas IX G, yang akan membawakan puisinya untuk orang tua,” ucap sang pembawa acara.
Gadis itu melangkahkan kakinya ke panggung dengan penuh kegugupan. Sekarang gadis itu menatap seluruh orang yang hadir di acara perlombaan dengan perasaan berdebar karena gugup, dengan bergetar ia memegang microphone yang diberikan sang pembawa acara tadi.“Ayah, Bunda,” ucapnya gugup. Gadis itu memandang semua orang yang menghadiri acara perlombaan, termasuk kedua orang tuanya. Vita meremas kertas kosong yang ia genggam. Ia terpilih untuk membuat puisi tentang orang tua. Namun, ia tidak bisa membuatnya, jadi sekarang ia bingung akan mengatakan apa. Tatapannya terpaku pada ayah dan bundanya.
“Ayah, Bunda.” Lagi, gadis itu memanggil kedua orang tuanya. Air matanya mengalir tiba-tiba, dengan cepat ia menghapusnya menggunakan punggung tangan yang menggenggam kertas kosong. “Vita gak tahu hal apa yang membuat kalian membenci Vita, tapi di dalam hati Vita … Vita sangat sayang kalian. Ayah, Vita kangen sikap manis Ayah, Vita kangen Bunda yang selalu siapin sarapan untuk Vita.”
Suara berdenging terdengar bersamaan berdebum akibat benda yang terjatuh. Vita melepaskan microphone yang ia pegang dan berlari menuruni panggung sembari mengusap air matanya.
“Aku ngomong apa sih, tadi.” Gadis itu menepuk pipinya berkali-kali dengan air mata yang terus mengalir, lalu berlari meninggalkan tempat acara.
***
“Apa-apaan tadi kamu di perlombaan?! Mau mempermalukan saya?!” teriak Dareen, Ayah Vita.
Vita menggelengkan kepala, air matanya meluruh begitu saja. “Enggak Yah, Vita gak ada maksud buat mempermalukan Ayah.”
“Dengan kamu berbicara seperti itu di acara sebesar itu, apalagi dihadiri oleh rekan bisnis saya, kamu sama saja mempermalukan saya!"
“Terserah apa kata Ayah, yang jelas Vita sama sekali gak ada niat untuk mempermalukan Ayah. Vita bicara jujur, Vita kangen Ayah sama Bunda yang dulu, yang sayang sama Vita,” ucapnya lirih, namun tamparan Dareen lah yang ia dapat.
Valen memandang datar putri bungsunya, ia bergegas memasuki kamarnya, meninggalkan putri bungsunya bersama sang suami. Valen memegangi dadanya yang kini terasa sesak, namun raut wajahnya tetaplah datar. “Enggak, aku gak boleh simpati sama anak itu,” ucap Valen bertekad.
Vita menangis di dalam kamar setelah Dareen menamparnya. Ia melihat pantulan dirinya yang berantakan di cermin besar yang terpajang.
“Apa yang aku lewatkan? Aku gak ingat apa-apa,” ujar Vita dengan air mata yang mengalir dari pelupuk matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Aku Menemukanmu (END)
Ficção Adolescente"Vita," panggil Aldo pelan. Mendengar panggilan Aldo, Vita yang duduk di samping pemuda itu segera menoleh. "Ya?" "Jangan nangis, saya gak suka liat kamu nangis," ujar Aldo sambil menangkup kedua pipi Vita dan menghapus sisa air mata di sudut mata g...