Pada Senin, ia bukan bulan
Bukan cahaya berbentuk lingkaran
Bukan teman bintang, orion
Pun bukan pengganti baskara kala ia hilang dari peredaranSenin, tetap senin
Pembawa kesialan
Pengujar kebencian
Lalu penabur kebinasaan🌻🌻🌻
Kata orang, nama itu doa. Pengharapan dari orang tua untuk anaknya terkasih. Tak khayal, banyak yang berlomba-lomba mencari dari yang terbaik, supaya kelak menjadi budak elok nan bertata krama.
Lantas, bagaimana tentang Senin Ambara? Untaian kata yang dibangga-banggakan oleh Ibuk pada seorang bayi mungil-dulu, yang kini sudah beranjak remaja menjadi gadis-cantik katanya.
Ibuk pernah bilang tentang Senin, tepat hari lahir saya. Kala itu bulan benar-benar penuh, sinarnya benderang, memanjakan mata bagi siapapun yang melihatnya. Eksitensi angin tak luput untuk datang. Menyejukkan hati yang gerah, tubuh yang panas, dan pikiran yang berkecamuk kala benang merah tak kunjung jua didapat. Sayup-sayup suara jangkrik bersahutan dengan tangisan nyaring. Bayi mungil berlumur darah dengan tali pusar yang masih berkepanjangan itu, sudah dibersihkan dan diberikan pada ibu dalam balik jarik berwarna cokelat.
Tangis haru tak berhenti memenuhi ruangan yang tak terlalu besar itu. Bayi mungil, tanpa tanda lahir dan cacat. Bulu matanya lentik dengan kelainan heterochromia pada kedua matanya. Bibirnya yang mungil-merah muda-tak berhenti mengoek melihat dunia baru. Namun siapa sangka, ia-saya- adalah hasil kesengajaan yang tidak diinginkan. Tak mengherankan, ketimbang ayu ala orang jawa, wajah dan tubuh bak orang bukan pribumi.
Dari saya lahir, Ibuk yang memilih dan memberi nama saya: Senin Ambara. Senin, dalam bahasa sansekerta Soma maupun bahasa inggris kuno Mōnandæg artinya sama yaitu bulan. Diharapkan, gadis ini tumbuh benderang seperti bulan, menjadi teman bintang untuk menerangi jagat raya saat matahari dengan liciknya menghilang dari peredaran. Tentang Ambara, Ibuk suka sekali bahasa sansekerta, jadinya saya diberi nama sedemikian rupa. Artinya tak buruk, angin. Katanya-untuk kesekian kali, agar saya berguna bagi sesama laiknya angin yang datangnya menyejukkan, tanpa terburu-buru pergi dan tanpa pamrih.
Hebat kan Ibuk? Iya, pemilihannya, unik. Doa-doanya pun banyak baiknya. Namun memang pantas saya-anak haram-diberi pengharapan yang begitu banyak?
Tidak, jawabannya tidak. Nama saya tak pernah sekali pun mencerminkan diri saya. Senin bukan bulan benderang. Senin bukan teman bintang. Senin adalah hari sial layaknya hari Senin-hari kedua dalam seminggu-yang hadirnya tak pernah diharapkan, yang hadirnya hanyak momok menakutkan yang tak dapat dihindari. Senin itu, terburuk. Eksitensi yang ingin ditenggelamkan ke palung paling dalam. Menyebalkan!
Ambara juga bukan angin, ia hanya membawa hal buruk. Tak ada arti sebagai pemberi manfaat, atau sekadar menyejukkan. Dirinya bahkan tak pernah menjadi manusia sebenar-benarnya, bersembunyi di balik topeng dengan kemunafikan paling hina.
Makanya, saya tak pernah percaya akan semua kata Ibuk. Bagaimana bisa saya seindah harapannya, jika diri saya adalah seburuk-buruknya manusia?
Memikirkannya saja mustahil, tapi tak mungkin juga saya menyakiti hati Ibuk dengan berkata 'itu semua pasti bohong', padahal beliau tengah bercerita sambil tersenyum lebar bak saya itu piala satu-satunya yang ia punya.
🥀🥀🥀
Hok ya hok ye,
Gimana sudah kenal dengan Senin Ambara?
Si gadis, yang akan menganggandeng tanganmu ke setiap pintu-pintu kecil nantinya. Sebagai pemandu jalan dan guru kunci, supaya terbuka pintunya hingga akhir.
Lalu, apakah kau siap dengan Minggu? Siapa dia dan apa peranannya. Suatu saat, pintu tentang Minggu akan terbuka, entah esok, lusa, minggu depan, atau sebulan lagi.
Jangan lelah ya dengan cerita mereka, sampai bertemu di pintu selanjutnya ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Senin (selesai)
Short StoryUntuk kamu, bagi saya Perihal mawar merah merekah Berdasi abu-abu yang kian tertata Yang sunyi dalam ramai dunia Kamsia, _______ Saya itu pecundang, pengecut, paling hina. Manusia buruk sepanjang sejarah. Hingga satu persatu semuanya terlucuti. Tela...