Surat Untuk Bulan

11 5 1
                                    

Kamu dapat memutar lagu Kamar Rindu-Askarweda

____________

Untuk Senin,
  Rembulan paling rupawan

  Senin, bagaimana? Hari-harimu menyenangkan? Apa sudah makan dengan baik? Apa makhluk bumi sudah tidak jahat? Maaf ya, tidak bisa menemanimu di sekolah karena tubuh saya terlalu lemah, maaf tidak bisa melindungimu layaknya matahari kepada rembulan. Semoga saja makhluk bumi kian menyayangi sosokmu yang cantik ini.

Senin, setiap hari, di rumah sakit, pikiran mengenai hari esok selalu terlintas di kepala saya. Apa esok saya masih diberikan waktu untuk hidup? Apa esok saya masih bisa melihat fajar? Apa esok pula, walau yang terakhir kalinya saya bisa melihat dirimu? Nyatanya, saya takut bila saya pergi tiba-tiba tanpa mengucapkan selamat tinggal, lalu membuatmu terisak penuh sumpah serapah yang tidak baik untuk jiwa.

Pada akhirnya, saya putuskan untuk menulis surat ini meski tangan saya rasanya kian lama kian rapuh. Meski tak bagus, semoga saja masih bisa kau baca dengan jelas.

Senin, kamu tidak sedang menangiskan?

Apa kamu membaca ini sembari memutar lagu sedu?

Jangan, saya tak suka bila melihat matamu membengkak karena saya. Tersenyumlah, selalu :)

Ah, masih menangis ya?

Begini, mau saya beritahu hal yang saya syukuri dari nikmat Tuhan? Hal yang membuat saya tetap semangat menjalani kerasnya hidup?

Ya,

Kamu :)

Haha! Pasti kamu akan mengatakan gombal! Lelaki kardus! Menulis surat pun masih seperti ini. Ya, maaf, masalahnya tiap bersamamu saya ingin selalu melontarkan kata-kata seperti itu lalu diam-diam mengamati pipimu yang merah bersemu. Lucu. Bahkan saat kamu marah, atau kesal dengan saya juga terlihat menggemaskan. Sampai kadang saya ini heran, kamu ini beneran makhluk bumi? Atau rembulan yang teramat rupawan? Kok manis sekali.

Senin, sudah tidak sedih lagi kan?

Jangan deh, nanti kalau sedih lagi siapa yang akan menghiburmu? Syamsumu ini lemah, tidak tahu sampai kapan akan menyinari. Sewaktu-waktu bisa pamit undur diri, bahkan mungkin ketika kamu tengah membaca surat ini.

Maaf, ya, yang seharusnya membuatmu bahagia malah membuatmu menangis. Yang seharusnya menyinari hidupmu, tapi malah membuat langkahmu meredup. Makanya, sewaktu kamu bertanya apa saya bisa ada hingga tua, saya hanya bisa menjawab hingga kamu bahagia.

Bila nanti, saya benar-benar pergi, hilang dari peredaranmu. Semoga kamu tetap menjalani hidup dengan penuh suka cita. Semoga kamu tetap bersinar dengan sinarmu sendiri hingga malam pun tak bisa menghilangkan sinarmu.

Senin, bila nanti tubuh saya sudah terbujur kaku di liang lahat. Semoga semesta merawatmu dengan penuh  hangat. Semoga makhluk bumi mendekapmu dengan penuh cinta. Semoga Tuhan memberkatimu dengan kasih sayang-Nya yang tak terhingga.

Lupakan saja perihal saya. Lupakan saja hari-hari bersama saya. Supaya tak ada lagi lara. Supaya senyummu selalu merekah jua.

Maafkan saya tak bisa menemanimu hingga tua. Maafkan saya bila esok kau temui saya yang tak semestinya. Teruslah melangkah, sebab terlalu sia-sia untuk berhenti karena ini.

Semoga, Senin, di kemudian hari nanti. Kau temukan tambatan hati. Tempatmu mengaduh berkeluh kesah. Tempatmu untuk bermuara. Dengannya kau menua di beranda hingga senja. Semoga ia mencintaimu dengan setulus-tulusnya, lebih dari cinta saya.

Berbahagialah Senin.

Berbahagialah, tanpa saya.

Dari Minggu,

Bukan syamsu




 

 















Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senin (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang