Chapter 1

5.3K 402 14
                                    

Aku menatapnya. Dia kembali masuk dalam lamunanku. Di bawah sana dia sedang mengobrol dengan Jordan. Hal biasa yang dia lakukan setiap pagi dan hal biasa yang aku lakukan pula setiap pagi, adalah memperhatikannya. Dia kekasihku, setidaknya itu yang dia beritahukan pada orang-orang itu. orang-orangnya. Walau aku tidak merasa seperti itu. sedikitpun. Kata kekasih seperti sengaja ia sematkan agar aku terus berada di sisinya. Aku tidak keberatan dengan semua itu, sungguh. Hanya saja setidaknya dia bisa bersikap sedikit berbeda padaku. Tapi nyatanya dinginnya pada orang sekitarnya sama dinginnya dengan perlakuannya padaku.

Namanya Caleb Tepesh. Aku suka saat namanya terucap di bibirku. Bahkan aku melantunkan namanya seperti doa saat aku akan tidur. Aku gila? Aku lebih seperti tergila-gila saja padanya.

Setidaknya aku sangat yakin kalau aku memang mencintainya dan sudah kutegaskan kalau aku juga tergila-gila padanya. Walau dia memperlakukan aku sedingin Kutub Utara. Tapi tidak apa-apa. Asal hanya akan gadis di sekitarnya, aku tidak akan mempermasalahkan hal lainnya. Dia milikku seorang, sejauh ini.

Mata Jordan terangkat. Aku berada di lantai dua dengan balkon yang mengarah sedikit lebih jauh dari pintu kamar. Pria tua yang masih terlihat kekar di usianya itu melambai padaku. Aku balas melambai padanya. Setidaknya aku berharap sang mata emas akan ikut melihat ke arahku. Tapi tidak, tablet di tangannya lebih menggoda dibandingkan aku yang adalah pacarnya. Aku memang menyedihkan.

Jordan berkata sesuatu pada Caleb dengan mata yang masih mengarah padaku. Ada senyum di bibir sopir pribadi pacarku itu, tapi jelas senyum itu tidak sampai matanya. Lalu gelengan Caleb membuat aku mengerut. Apa yang dikatakan Jordan sebenarnya. Aku hanya bisa cemberut saja. Mereka sangat pandai membuat orang lain tidak bisa mendengar mereka. Lebih-lebih aku.

Aku bahkan yakin kalau mereka memiliki bahasa isyarat untuk membuat orang lain tidak mengerti dengan apa yang mereka katakan. Karena aku pernah satu kali melihat Caleb bergerak pergi hanya karena Jordan datang dan menatapnya. Hanya sebuah tatapan dan tanpa bertanya, pacarku itu sudah mengerti. Dia hebat bukan? Terlalu hebat hingga aku merasa kerdil di dekatnya.

Kini aku menyandarkan kedua sikuku pada besi pembatas. Mataku mengarah pada rambut Caleb yang seperti biasa. Berantakan. Dia seperti sengaja membuat rambut itu seperti itu, membuat tanganku gatal ingin bergerak merapikannya. Sayang sekali, kami tidak pernah sampai sejauh itu. Dia menjaga jarak dariku, entah kenapa. Aku aku juga ingin bertanya padanya kenapa dia menjadikan aku pacarnya kalau pada akhirnya aku hanyalah orang asing di hatinya? Tapi aku belum seberani itu untuk menyuarakannya.

Aku masih hidup sampai sekarang juga berkat bantuan Caleb. Dia mnejagaku dengan sepenuh hati. Menaruh pengawal di setiap sudut rumah dan juga bahkan jika aku harus keluar saja dari rumah besar ini, Caleb tidak mengizinkan aku sendirian. Bukankah dia sangat menjagaku? Ya, dia memang seperti itu.

"Nona, sarapan anda telah siap?"

Aku memutar tubuhku dan melihat Salendra. Pelayan pribadiku, ya, dia sangat pribadi karena dia di sini hanya untuk melayani aku. Salendra sendiri yang mengatakan itu padaku. Kupikir di jujur dan juga kenapa dia harus berbohong? Tidak ada untungnya. Salendra tersenyum sopan padaku.

"Apa Caleb akan ikut sarapan?"

Aku tidak bisa makan sendiri. Sudah tiga hari sejak pria itu tidak sarapan denganku. Dia selalu memiliki alasan yang terlalu banyak untuk menolak sarapan bersamaku. Kupikir dia sedang menghindariku. Tapi kenapa? Aku tidak salah apa-apa.

"Dia meminta saya memanggil anda. Saya pikir Tuan akan ikut sarapan."

Aku melebarkan senyuman dengan rahang yang hampir terasa sakit. "Benarkah?"

Salendra ikut tersenyum padaku. Dia sedikit membungkuk dengan anggukan.

"Kalau begitu aku akan mempersiapkan diri."

Caleb Tepesh ✓ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang