Aku mematut diriku di depan cermin. Tidak mengerti apa yang membuat aku mengiyakan saja permintaan Carver. Mungkin karena terlalu lama bergaul dengannya. Aku juga turut andil dalam kegilaannya. Buktinya, Zeco yang juga adalah pengawalnya sama gila dengan dirinya, pria itu mau-mau saja di suruh menjadi teman mainku untuk membuat cemburu sepupu Carver itu. Ah mungkin lain kali aku harus sedikit menjauh pada Carver. Entah kapan kain kali itu karena sekarang aku sedang menjadi boneka hidup si Carver.
Salendra selesai mengikat rambutku menjadi ikat ekor kuda yang tinggi. Tentu saja gaya ini adalah permintaan Carver. Dia bilang saat aku bersama dengan Zeco leherku harus terlihat menantang. Entah apa maksudnya. Aku tidak mengerti. Karena aku boneka hidup jadi aku ikut saja.
"Nona," panggil Salendra.
Aku menatap pelayan pribadiku lewat cermin. Tubuhku masih sibuk dengan perhiasan di depanku jadi aku belum bisa menghadap Salendra.
"Maafkan saya. Saya lancang berbohong pada anda."
Salendra mendapatkan perhatianku sepenuhnya. "Tidak apa-apa, Sal. Aku mengerti. Kau tidak mungkin melawan Carver. Jadi aku mengerti."
Salendra menggeleng. Membuat kerutan samar tampak di dahiku.
"Ini bukan karena tuan Carver."
Kerutan di dahiku tampak semakin jelas.
"Saya hanya tidak suka melihat anda bersedih, Nona. Anda mengurung diri di kamar seharian dan beberapa hari ini rasanya seperti mimpi buruk bagi saya melihat anda seperti itu. Jadi saat tuan Carver meminta saya membohongi anda dengan surat itu, saya menyetujuinya. Maafkan saya Nona."
Aku meletakkan kotak perhiasan milikku. Berbalik kusentuh tangan Salendra yang ada di depan tubuhnya. Dia terkejut saat aku melakukannya. Kami memang tidak pernah melakukan semua ini, seperti saling menyemangati atau menyentuh. Tapi Salendra tidak melepaskan dirinya.
Salendra seperti menjaga jarak dariku. Seperti Caleb. Tapi Salendra jelas melakukan itu dengan alasan berbeda. Dia terlalu hormat padaku. Sangat. Hingga terlalu berlebihan menurutku.
"Kau tidak harus meminta maaf untuk hal seperti ini, apalagi jika kau lakukan ini hanya karena kau peduli. Aku tidak marah dan sepatutnya aku berterimakasih padamu. Kau sudah mau peduli. Setidaknya ada satu orang di rumah ini yang benar-benar peduli padaku."
Kukatakan itu dengan suara setulus yang aku bisa. Karena pada dasarnya aku sungguh berterimakasih. Untuk kali pertama kudengar orang lain mengatakan hal sehebat itu dalam hidupku.
Sejak dulu tidak pernah ada yang terlalu peduli denganku. Dengan hidupku. Tidak ayahku yang hanya bisa membawaku ke tempat menyeramkan dan mendiamkan aku di sana sampai di selesai dengan apapun yang dia lakukan.
Tidak kakakku yang hanya bisa menatap aku dengan mata bencinya seolah aku telah mengambil seluruh perhatian ayah kami darinya. Dia hanya tidak tahu kalau ayah tidak pernah benar-benar menyayangi aku seperti yang dia dugakan. Itu sangat jauh dari dugaan.
Ibuku? Jangan sebut dia, bahkan aku tidak tahu apakah aku memilikinya.
Lalu kekasih? Aku ingin menertawakan diri. Rasanya aku memang di kelilingi oleh orang-orang yang tidak pernah benar-benar peduli padaku. Itu menyedihkan dan tentu saja menyakitkan.
Di tambah dengan orang-orang yang menginginkan nyawaku hanya karena aku adalah putri ayahku. Jika aku memikirkannya saja, kupikir hidupku memang telah dikutuk langit. Sepertinya aku memiliki dosa tidak termaafkan di masa lampau hingga langit berlaku seperti ini padaku. Aku yidak kau memikirkannya karena jika kupikirkan hanya akan membuat aku berakhir menangis. Aku benci menangis tapi kadang hanya airmata sisa kekuatan yang aku punya.
Aku melepaskan tangan Salendra dan kembali memutar tubuhku. "Jadi sekarang, pilihkan perhiasan yang cocok untukku. Setidaknya aku butuh kalung," kataku untuk mencairkan suasana.
Salendra bergerak mendekat. Tidak terlihat kesenduan di matanya dan kurasa dia memang telah berdamai dengan rasa bersalahnya. Itu bagus, karena aku tidak mau dia merasa bersalah lebih banyak dari yang seharusnya.
"Anda akan duduk bersama dengan Zeco di taman depan rumah?"
Aku mengangguk. Tanpa antusias sedikitpun. "Itu rencana, Carver. Aku tahu ini tidak akan berhasil sama sekali tapi aku--"
"Ini akan berhasil Nona. Saya yakin sekali. Tapi saya takut Zeco akan terluka."
Aku menatap Salendra. Lewat cermin. "Terluka? Kenapa?"
Salendra berdehem. "Tuan Caleb sedikit tidak akan suka jika anda--"
Aku mengibaskan tangan. Membuat apapun yang ingin di lontarkan Salendra tertahan. "Itu berlebihan, Sal. Caleb tidak akan berbuat sejauh itu hanya demi aku. Terlebih lagi aku." Kuabaikan pahit di lidahku. Setidaknya aku bisa membohongi orang sekitarku dengan apa yang aku rasakan. Kurasa Salendra juga percaya kalau aku benar-benar menganggap remeh atas sikap Caleb padaku.
"Anda terlalu menganggap remeh diri anda, Nona."
Aku memang seremeh itu Sal. Kukatakan itu hanya dalam hati. Aku tidak berani melontarkannya keluar. Aku takut kalimat itu akan keluar bersama dengan isak tangisku. Bukankah aku sudah katakan kalau aku pandai mengeluarkan airmata. Ya, kadang itu benar-benar sangat hebat hingga saat aku tidak menginginkan saja, airmata itu akan keluar dengan derasnya.
"Bagaimana menurutmu kalung ini, Sal?" tanyaku. Berusaha mengganti topik kami yang berat.
Salendra menggeleng. "Ini terlalu berlebihan, Nona. Anda hanya akan duduk santai dengan Zeco jadi saya sarankan kalung yang ini." Salendra mengambil satu kalung dengan tali kecil dan leontin berwarna hijau. Mirip dengan mataku. Aku setuju.
"Baik. Aku suka yang ini."
Segera Salendra memasangkan aku kalung itu dan sedikit kupuji diriku atas usaha kecil ini. Aku tahu hasilnya akan seperti apa tapi aku masih saja mau melakukannya. Aku menghela nafas dan kupikir Salendra menyadari hal itu hingga yang aku dapatkan darinya hanyalah tepukan ringan di bahu. Hanya sepintas.
Setidaknya ada yang menyemangati aku tentang semua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Caleb Tepesh ✓ TAMAT
Action>Versi lengkap ada di playstore. Cari dengan kata kunci ENNIYY atau langsung ketik judulnya< *** Dinginnya seorang Caleb Tepesh bahkan tidak bisa di cairkan oleh Eliya Sabana, pria itu tidak tersentuh dan bahkan terkesan enggan mendekat. Lantas kena...