Chapter 13

3K 394 23
                                    

Aku segera loncat bangun saat bahkan kesadaran belum sepenuhnya aku miliki. Ingatan pertemuanku dengan Zeco mengganggu aku tapi fakta apa yang aku tahu juga menarik aku dari alam mimpi.

Kupikir mungkin aku benar. Aku tidak pernah meleset dari dugaan tentang perasaan seseorang dan kali ini aku sangat yakin kalau aku benar. Oh Tuhan, ini adalah kejutan yang sangat sempurna.

Karena terlalu antusias dengan segalanya, aku segera keluar dari kamar masih dengan baju tidurku dan tanpa alas kaki. Mencari keberadaan Zeco ke belakang di mana kupikir kamarnya berada. Aku bertanya pada setiap orang yang aku temui dan jawaban mereka hanya gelengan. Benar-benar gelengan. Tidak ada kata sana seolah aku mempertanyakan seseorang yang tidak pernah ada. Aku hanya bisa mengerut.

Jadi hanya tinggal satu tempat yang belum aku datangi. Kupacu langkah kembali ke ruang utama. Lama-lama kakiku sakit juga dengan lantai yang aku tapaki tapi terlalu lama jika aku harus kembali hanya untuk mengambil sandalku. Aku lebih memilih ke lantai tiga dengan semangat yang agak mengendur, tapi tentu saja keinginan untuk bertemu dengan Zeco masih sebesar sebelumnya.

Aku melihat pintu Carver. Tidak ada Zeco di sana. Biasanya dia di sana.

Aku berjalan mendekat dan mengetuk pintu. Tidak menunggu suara Carver, segera kubuka pintu dan melihat Carver sedang duduk di tepi ranjang dengan agak berbeda--

Ada Caleb juga di sana. Apa mereka bertengkar?

"Kalian bertengkar?" Kutanya mereka dengan nada curiga.

Carver mendengus menatap pria itu. Sosok yang berdiri di dekat jendela dengan pakaian hitamnya dan sedang menatapku. Memperhatikan aku. Aku sedikit risih tapi tidak terlalu ambil peduli.

"Tanya padanya," tukas Carver yang terdengar sepeti rengekan.

Aku hanya menggeleng dengan mereka. "Kalian silahkan bertengkar, aku hanya ingin bertanya ke mana Zeco? Aku mencarinya dan tidak ada yang tahu dia di mana."

Carver mendengus, masih melirik tajam pada sepupunya yang tidak terlihat peduli.

Caleb yang membuat aku terkejut saat dia berkata, "kau mencarinya sepagi buta ini dengan tanpa mengganti pakaian dan bahkan tanpa alas kaki?" tanyanya dengan suara yang terkesan kesal. Marah. Entahlah.

"Ada yang harus aku katakan padanya dan ini penting."

"Tanya dia. Dia kemanakan pengawalku yang malang. Siapa yang akan menjagaku sekarang?"

Aku sepenuhnya mengabaikan Carver dan rengekan kekanakannya. Aku fokus menatap Caleb yang di tegaskan Carver kalau pria itu, pria dingin itu yang menjadi penyebab hilangnya Zeco.

"Apa yang terjadi?"

"Dia ada di tempat yang seharusnya."

Carver tergelak tanpa humor di tawanya itu. "Tempat yang seharusnya, kau katakan saja kalau kau cemburu--"

"Carver," Caleb memberikan nada peringatan. "Kau tahu kalau aku membutuhkannya di sana. Tidak ada alasan lebih," tekan Caleb.

"Lalu kenapa kau membutuhkannya di sana sekarang? Kau bisa mengirimnya pergi dari beberapa hari yang lalu bersama yang lainnya lalu kenapa sekarang?" Carver masih tidak menyerah dengan semua tuduhannya dan aku berdiri di sini dengan ringisan tertahan.

"Pergi ke mana?" tanyaku yang sejak tadi tidak tersebutkan di bibir keduanya.

"Tempat yang seharusnya," timpal Caleb.

Carver mendengus. Jelas tidak setuju dengan pernyataan Caleb tapi dia tidak mengatakannya dengan gamblang.

"Apa kau punya nomornya, Carver?"

Carver menatapku lalu menatap Caleb. Senyum terangkai tepat di bibir  sosok itu dan itu adalah senyum iblis yang tentu saja tidak ku mengerti.

"Aku punya--"

"Kau tahu aturannya, Carver. Mereka tidak bisa di ganggu saat mereka bekerja."

"Aku tidak akan mengganggunya," sewot kutimpali Caleb. Caranya mengatakannya membuat aku tersinggung. "Aku hanya ingin mengatakan sesuatu padanya dan tidak lebih. Aku tidak akan mengganggunya."

"Tidak, Lil. Jika ada yang ingin kau katakan padanya maka kau bisa menyampaikannya lewat aku atau Carver. Itu perintah dan tidak akan ada yang bisa melanggar aturan yang aku buat." Mata sampanye itu menatap aku dengan cara yang membuat aku terluka. Dia tidak harus memberikan aku tatapan semacam itu. Itu menyakiti aku lebih dari yang dia tahu. "Kau juga Carver," tambahnya masih belum cukup puas dengan apa yang dia lontarkan.

"Bukankah bagimu aku memang pengganggu selama ini? Begitu bukan tanggapanmu padaku?"

"Lil, kau tahu bukan itu maksudku."

"Kau selalu seperti ini. Aku adalah kekasihmu, itu yang kau katakan pada orang-orang. Tapi aku hanya pajangan yang bisa kau perlihatkan bahkan tanpa kau sentuh sekalipun. Aku tidak lebih dari gadis dalam kurunganmu. Kau tidak pernah mencintaiku tapi dengan egoisnya kau buat aku berada di sekitarmu. Kau menyebalkan, Caleb. Kau sangat menyebalkan dan yang lebih dari itu adalah, aku yang menyedihkan. Yang mencintaimu saat aku tahu bahkan kau membawa wanitamu ke depan mataku." Aku tidak tahu kalau aku memiliki sebanyak itu emosi dalam diriku. Aku memendamnya dengan cukup baik selama ini tapi kurasa inilah batas sabar yang aku mampu tanggung.

"ELIYA!"

Aku terperanjat pada seruannya. Mata sampanye yang sekarang menatap aku berbeda membuat aku ketakutan. Dia tidak pernah menatap aku seperti itu, tidak sekalipun. Dia hanya memberikan aku tatapan dingin tapi yang sekarang rasanya seperti ada yang menarik jiwaku keluar dari tempatnya.

Mataku berkaca-kaca.

"Kau melewati batasmu. Aku tidak pernah membiarkan orang-orang mengusik apa yang harus aku lakukan dan tidak aku lakukan. Jadi jangan lagi mengusik ketenanganku. Aku akan membuatmu menyesal. Mengerti?"

"Ya, kau benar. Aku salah telah mengusikmu. Maafkan aku. Mulai sekarang kau dan aku tidak memiliki hubungan apapun lagi. Selamat tinggal."

Aku memutar tubuhku. Meninggalkan dia dengan seribu luka yang tertancap di jantungku. Aku tahu kalau aku bergantung padanya tapi saat dia merasa aku bukan bagian penting dari kehadirannya maka saat itulah aku tahu kapan saat yang tepat untuk mundur.

Aku mengusap airmataku dengan kasar. Berlari ke kamar dan membanting pintunya dengan sekeras yang aku bisa. Aku mengurung diriku.

Caleb Tepesh ✓ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang