Chapter 7

2.4K 357 19
                                    

Langkahku yang menuruni tangga terasa sangat hampa. Seolah ada yang menarik kebahagiaan dari hidupku. Aku tidak bisa menarik setipis senyum di bibirku. Saat aku tersenyum pada Carver tadi, aku harus melakukannya dengan sangat keras hingga rahangku terasa sakit karenanya.

Anak tangga telah habis kuturuni dan sekarang aku berhenti saat kutemukan dua kaki menghadang jalanku. Aku baru sadar kalau sejak tadi aku hanya menunduk dalam langkahku. Saat aku mengangkat kepala, semuanya tidak sebaik yang aku harapkan. Aku harus menarik nafasku untuk setidaknya membuat jantungku baik-baik saja.

Caleb sedang berdiri dengan seorang gadis. Berambut pirang dan berbola mata besar. Juga tentu senyum lebar di mana pewarna bibirnya merah menyala. Dia berbeda denganku. Sangat berbeda. Gadis di depanku sangat hidup dan juga cantik. Dengan dada besarnya yang membusung sempurna. Apa yang bisa aku lakukan sekarang karena pada dasarnya gadis di hadapanku terlalu sempurna untuk di sandingkan denganku. Ini sangat buruk dan aku adalah keburukan yang sempurna.

Gadis itu mengulurkan tangan padaku. "Hai, aku Talla. Teman Caleb."

Dia memperkenalkan diri. Apa dia tidak sakit dengan situasi kami? Aku adalah gadis yang diakui Caleb sebagai kekasihnya dan dia berdiri di depanku hanya sebagai teman? Aku yang sakit. Ya aku.

Kutatap Caleb yang sedang menatapku. Tidak kutemukan apapun di mata itu. tidak lagi. Karena pada dasarnya dia memang tidak pernah menatap dunia untukku. Tapi untuk Talla.

Aku meminta tanganku untuk jangan bergerak. Biarkan saja dia mengulurkan tangannya. Abaikan dia. Tapi dengan begitu mudahnya otakku yang berkelakukan berbeda dengan hatiku. Otakku yang berkuasa telah membuat aku meraih tangan itu hingga kami berjabat dalam luka pada dadaku.

Aku tidak butuh di akui di depan banyak orang. Aku tidak butuh semua orang mengecap aku sebagai kekasihnya tapi aku hanya butuh di cintai. Setidaknya sama seperti dia mencintai Talla. Apakah itu terlalu sulit? Tidak bisakah dia menjadikan kami berdua cinta dalam hidupnya? Biarkan aku menjadi posisi kedua asal di hatinya kami setara.

"Eliya," ujarku. Aku harus tercekat saat mengatakannya. Tapi aku bersyukur sanggup menyelesaikan kata itu dengan cukup baik.

"Senang mengenalmu, Eliya. Aku dan Caleb berencana makan malam bersama. Maukah kamu ikut dengan kami?"

"Tidak."

Talla terlihat terkejut dengan penolakanku secara langsung. Dia harus menatap Caleb dalam tatapan terkejutnya itu.

"Maksudku, aku kurang enak badan. Aku tidak bisa ikut. Maaf."

Sampah yang aku katakan di dunia ini adalah sebuah kata maaf. Aku bukan orang yang patut menyuarakan sebuah permintaan maaf. Tapi pria itu. Kutatap Caleb dan dia masih sama. Sedingin biasanya.

"Yahh ... sayang sekali. Padahal aku sangat ingin berbincang denganmu."

"Lain kali. Maaf, aku harus kembali ke kamar."

Aku segera berlalu melewati mereka. Berjalan dengan langkah cepat dan tentu saja satu tetes airmata yang sudah jatuh tanpa bisa aku tahan. Aku ingin meraung. Nanti, segera. Aku hanya harus masuk ke kamarku terlebih dahulu. Akan kukutuk mereka berdua saat aku sendiri.

Tanganku sudah meraih pintu dan siap membukanya saat suaranya terdengar.

"Setidaknya kau bisa makan di kamar."

Aku menahan tubuhku. Kali ini sungguh ingin agar otakku kalah oleh hatiku. Aku tidak bisa berbalik dan memberitahunya kalau aku terluka. Tidak, egoku mencegahku melakukannya. Tidak akan.

"Aku tidak lapar."

"Kau belum memakan apapun sejak pagi."

"Apa pedulimu?" Aku menahan isakku. "Berhenti peduli. Aku muak mendengarnya."

"Apa maksudnya itu?"

Aku tidak ingin menjelaskannya. Lagipula dia juga tidak akan mengerti. Tidak pernah sekalipun.

Segera aku membuka pintu dan segera juga ingin kututup. Tapi sial karena tangannya membuat aku tidak bisa melakukannya. Aku mencoba keras menutup pintu itu dan hasilnya adalah aku mundur dengan dia yang berhasil masuk

Kuputar tubuhku agar dia tidak berhasil melihatku. Aku membelakanginya.

"Pergilah. Aku sungguh ingin istirahat."

Aku menekan kalimatku. Sangat berharap setidaknya dia tidak menyiksa aku cukup lama dengan berada di dekatku seperti ini. setidaknya dia bisa membuat sendiri lebih dulu. Tanpa dia dan cinta bodohku.

"Apa salahnya hanya menurut dengan apa yang aku katakan ... kenapa kau menghindar?"

Aku menekan tanganku di dahiku. Dia akan membuat aku hilang sabar. Apa dia terlalu bodoh untuk melihat aku sedang menahan diri? Oh ya, karena dia memang tidak pernah benar-benar memperhatikan aku. Jadi dia bisa dengan bodohnya tidak tahu kalau sikapku sekarang adalah sikap ingin dia pergi.

"Aku hanya ingin istirahat. Aku tidak menghindar."

Tangannya dan di bahku. Segera kutepis dengan tanganku. Berjalan lebih depan agar dia tidak berhasil meraihku tapi dia dan rasa ingin tahunya malah sudah membuat aku berbalik dan menatap matanya. Pandangan kami bertemu dan sialnya dia melihat airmataku.

"Apa yang salah?"

Aku ternganga dengan pertanyaan. Dia sudah menjadi manusia terdungu sekarang di depan mataku. "Kau masih bertanya ..."

"Apa ini karena Talla?"

"Keluar Caleb. Aku tidak bisa melihatmu sekarang. Keluar!"

"Ini tidak seperti yang terlihat, Lil ... Talla—"

"Aku tidak butuh penjelasan. Aku hanya ingin kau keluar," tandasku.

"Lil—"

"Pergi, Cal. PERGI!!"

Aku yakin sekarang mataku memerah. Aku tidak peduli ada yang mendengar kami. Aku tidak peduli bahkan Talla melihat perdebatan ini. Wanita itu juga harus tahu kalau aku bukan kekasih pajangan pria yang dia cintai.

"Aku tidak tahu kenapa aku harus menjelaskan ini dan walau kau tidak ingin mendengarnya, tapi Talla adalah temanku. Dia hanya teman dan tidak lebih dari itu. Kau mau berpikir seperti apa ... itu urusanmu. Aku selesai."

Caleb mengatakannya dengan ketenangan yang melukaiku. Dia seperti karang dan aku adalah ombak yang menerpanya tanpa bisa membuat dia bergerak sedikitpun. Itu menyakitkan. Sungguh.

Aku berbalik dan tepat saat Caleb juga akan pergi meninggalkan aku.

"Kenapa aku?" tanyaku. Dia menhentikan langkahnya. Aku mengepalkan tanganku. Ini akan meraih setitik luka yang aku simpan rapat tapi aku tidak kuasa menahan diri. "Kenapa kau harus melindungi aku? Dari semua gadis yang butuh perlindungan di muka bumi ini, kenapa kau memilih aku?" Aku merasakan tenggorokanku kering oleh tanya yang aku lontarkan.

"Aku akan meminta Salendra membawa makanan untukmu."

Caleb kembali melangkah pergi. Kali ini sungguh-sungguh meninggalkan aku. Aku tidak kuasa menahan diri dengan jatuh terduduk dan menyembunyikan wajahku di lututku. Apa sebenaranya semua ini? Kenapa semua begini?

***

Caleb Tepesh ✓ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang