Chapter 14

3K 394 33
                                    

Aku menghabiskan sisa hariku di kamar. Tanpa makanan juga minuman. Bahkan aku tidak berniat bergerak sedikitpun. Aku hanya berbaring dengan selimut tebal menutupi tubuh dan suhu pendingin ruangan yang aku nyalakan di titik terendah. Aku sedang menyiksa diri. Ya, itulah yang sedang aku lakukan. Memikirkan segalanya dan berakhir pada kesimpulan kalau aku harus pergi dari pria itu.

Kadang berjuang sendiri itu melelahkan juga menyakitkan. Aku tidak tahu kapan aku bisa merubah pria dingin itu menjadi hangat. Yang lebih dari itu, kami memiliki perasaan yang sangat jauh berbeda. Lebih tepatnya aku sedang memaksakan diri pada sesuatu yang salah.

Jadi setelah aku merenung dengan derai airmata dan hati yang hancur berantakan, aku memutuskan kalau aku dan Caleb memang lebih baik berpisah. Aku harus pergi dari sini dan mencari tempat untuk diriku sendiri. Menenangkan diri dan berakhir dengan mencoba melupakan dia. Awalnya pasti sulit tapi lama-lama aku yakin bisa. Mereka bilang waktu adalah penyembuh yang sangat sempurna. Setidaknya mungkin aku bisa mencobanya.

Suara pintu yang terbuka tidak membuat aku terkejut. Pastinya pintu sialan itu memiliki kunci cadangan jadi orang-orang tidak perlu menggedor pintu untuk meminta masuk menemuiku. Semua tempat di rumah ini sepenuhnya telah terkendali dengan sangat baik.

Suara langkah kaki teredam. Pintu tertutup lalu kudengar langkah itu mendekat. Ke belakang tubuhku. Sesuatu entah apa di letakkan di nakas. .

"Masih marah?"

Dan aku terkejut. Tidak ada dalam pikiran terdalamku kalau pria itu yang akan datang ke kamar. Dia terlalu angkuh untuk melakukannya. Terlalu sombong untuk bertindak. Juga terlalu dingin untuk menjadi seorang yang menenangkan kekasihnya yang tengah marah.

Tapi aku diam. Aku bukan lagi gadis yang akan bersukacita saat satu suara darinya terdengar di telingaku. Tidak, sudah kukatakan kalau pikiranku bulat. Hubungan ini tidak akan berhasil. Kami terlalu berbeda untuk bersama.

Ranjang bergerak. Caleb pastinya telah duduk di pinggir ranjang itu. Dia diam cukup lama dan kupikir dia butuh banyak asupan energi untuk memulai kalimatnya. Atau lebih banyak tekanan ego di sana.

"Aku tidak pernah memperlihatkan sisi yang satu itu, Lil. Aku sangat mencoba menekannya selama ini di depanmu. Maaf kau harus melihatnya dengan cara yang buruk."

Aku masih diam. Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Setidaknya aku tahu kalau aku memang ingin mengambil jarak dulu darinya. Tapi aku masih tidak tahu cara memulainya. Cara mengatakan padanya tanpa membuat dia tersinggung. Ku yakinkan itu tidak mudah.

"Apapun yang aku katakan di kamar Carver tadi pagi, aku tidak bersungguh-sungguh. Aku hanya seharian kemarin kesal dengan sesuatu jadi aku melampiaskannya padamu. Dengan cara yang buruk. Kau tidak akan tahu betapa menyesalnya aku atas setiap kalimat yang aku keluarkan tanpa menyaringnya terlebih dahulu di kepala. Kuharap kau mengerti."

Aku masih diam. Mendengar lantunan suaranya yang untuk pertama kalinya memiliki kosa kata yang sangat banyak. Aku tidak pernah mendengar suara itu sesering ini saat dia bersama denganku. Tapi semua ini tidak akan pernah merubah apa yang sudah aku putuskan karena pada akhirnya dia akan selalu sama. Dingin dan tidak tersentuh. Dia akan selalu berakhir seperti itu. Itu adalah karakternya.

"Aku akan menunggumu bicara denganku lagi, Lil. Aku sudah mematikan pendingin ruangan dan kubawakan makanan kesukaanmu. Makan dan istirahatlah."

Ranjang kembali bergerak. Dia sudah bangun dari tempatnya dan akan meninggalkan aku. Saat itulah kuputuskan untuk berbalik dan menemukan dia telah memunggungiku hendak berlalu.

"Apa kau mencintaiku?" tanyaku yang langsung menghentikan langkahnya.

Kepalan tangannya menguat dan kupikir sebentar lagi aku akan mendengar jawaban yang menyakitiku. Tapi aku tidak bisa berhenti sekarang. Tidak. Aku butuh penolakannya untuk memantapkan perasaanku pergi meninggalkannya.

"Kau tahu jawabannya," jawabnya di luar dugaanku.

"Berbaliklah Cal dan tatap aku. Katakan kau mencintaiku," pintaku.

Dia tidak melakukannya. Dia tidak akan pernah bisa.

"Kau tidak pernah mencintaiku bukan?" Aku tersenyum dengan fakta itu. Kuabaikan sesak di dadaku dan aku menahan tanganku untuk memukul bagian itu. "Betapa bodohnya aku selama ini--"

"Jangan menebak terlalu banyak, Lil. Banyak hal yang tidak bisa kukatakan."

"Tidak, Cal. Kau tidak harus mengatakan semuanya. Aku mengerti. Aku sangat mengerti."

Kali ini dia berbalik. Dengan mata yang menyorot tajam padaku, mata sampanye yang dulu memabukkan aku, kini tidak lagi. Bukan karena perasaan ini hilang, tentu saja tidak. Tapi ini lebih karena aku sadar kalau selama ini aku bertepuk sebelah tangan. Aku hanya mencintai sendirian. Sungguh menyedihkan. Bahkan deras airmata yang jatuh tidak lagi kupedulikan. Aku terlalu sibuk meratap diri.

"Aku ingin pergi, Cal. Aku harus pergi."

"Pergi?"

"Dari sini. Dari rumah ini dan darimu."

"Lil, kau tidak sungguh-sungguh mengatakannya."

Aku menatapnya dengan kesal. Dia tidak bisa tahu mana yang sungguh dan tidak sungguh kurasakan atau kuinginkan. Dia terlalu egois jika berharap aku akan tinggal setelah apa yang dia lakukan atau setelah penolakan menyakitkan itu.

"Jangan berkata omong kosong, Lil. Aku tidak ingin mendengarnya lagi," putusnya secara sepihak. Dia selalu seperti itu. Semua hal dia putuskan seenak hatinya.

"Kau akan mendengarnya dan ini bukan omong kosong--"

"Eliya. Jangan menguji batas sabarku. Aku tahu aku tidak pandai mengendalikan amarahku. Jadi hentikan omong kosong tentang kepergian ini."

"Cal--"

"Kau tidak akan kemana-mana. Kau tetap di sini. Di rumahku. Dalam pengawasanku."

Dia menekan setiap kalimatnya. Dia tidak mendengar apapun yang aku katakan. Seolah aku adalah tembok yang berbicara. Bahkan begitu saja dia meninggalkan aku dengan bantingan pintu yang keras. Sangat keras hingga menggetarkan dinding kamarku. Aku kembali terkejut oleh ulahnya.

Dia benar saat mengatakan kalau dia tidak bisa mengendalikan emosinya. Dia benar-benar tidak pandai. Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?

Caleb Tepesh ✓ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang