Chapter 8

2.4K 345 25
                                    

Segalanya lebih berat semakin harinya. Caleb semakin terasa jauh. Ini sudah berapa hari dan kami saling mendiamkan. Ini salah dan lebih menyakiti aku ketimbanng menyakitinya. Dia bisa dengan mudah mengabaikan aku, tapi aku? Aku hanya gadis yang jatuh cinta yang sedang cemburu dengan kedekatan pria yang aku cintai bersama gadis lain. Tapi Caleb tidak mengerti itu. Dia tidak akan mengerti. Tidak akan pernah.

Terlalu banyak hal yang lebih penting baginya dibandingkan dengan gadis yang sedang marah padanya. Aku, tentu saja.

Tapi di posisiku malah dia segalanya tanpa bisa memikirkan hal lainnya. Kini aku tidak bisa lagi bergerak dengan bebas. Segalanya seperti belenggu pribadi bagiku. Belenggu yang lebih melukai hatiku ketimbang yang lainnya.

"Nona ..."

Aku tidak berbalik dan melihat Salendra. Aku tahu apa yang dia bawa. Makanan. Setiap pagi dia melukainya. Tapi aku masih terlalu sibuk menatap dua orang yang sedang berbincang di bawah sana. Dua orang yang sedanng terlibat percakapan serius.

Mereka adalah Caleb dan Talla. Bedanya hanya sekarang gadis itu tidak duduk di atas pangkuan Caleb. Mereka duduk berdekatakan dan ada sejenis peta di meja depan mereka. Entah apapun yang sedang mereka bahas, hal itu telah menarik semua atensi Caleb.

Kapan aku bisa meraih atensi seluruh diri pria itu? Dia sungguh terlalu sulit untuk di dapatkan. Terlalu tinggi untuk di dekati. Dan terlalu dingin untuk direngkuh. Gambaran atas seluruh dirinya adalah sulit.

"Makanan anda Nona."

"Letakkan saja di sana, Salendra. Aku akan makan nanti."

"Tapi Nona ... ada pesannya."

"Pesan?" Aku memutar tubuhku. Kulihat Salendra berdiri di dekat ranjang dan di tangannya ada secarik kertas. "Pesan dari siapa?"

"Tuan Caleb."

Aku tertegun. Kembali kulihat dia dan dia sedang sibuk dengan percakapannya. Lantas kenapa dia harus mengirim surat padaku? Aneh.

Kuambil surat dari Salendra yang masih berdiri di tempatnya seolah menunggu. Aku tidak mengatakan apa-apa saat Salendra diam mematung di sana. Mungkin dia sama penasarannya denganku.

Kubuka surat dengan kertas merah muda itu. Aku tidak terlalu peduli dengan warnanya.

Aku tidak terlalu pandai melakukan ini. Tapi sepertinya kali ini aku harus mengatakannya. Maafkan aku. Kadang aku memang buruk dengan kelakukanku. Aku kerap tidak menyadarinya.

Cal ...

Aku tidak tahu harus berkata apa atau merespon bagaimana. Hanya saja, aku merasa benar-benar mendapatkan hidupku kembali. Dia meminta maaf padaku? Dia? Si mahluk dingin itu melakukannya. Sedetik saja tadi aku akan loncat kegirangan seandainya aku tidak ingat dengan siapa aku di ruangan ini.

Salendra berusaha meredam tawanya yang pasti akan keluar saat melihat aku kegirangan. Seluruh dunia terasa hidup sekarang dan penyebabnya adalah si mahluk dingin yang berpura-pura mengabaikan aku tapi tahu-tahunya dia juga tersiksa dengan semua ini.

"Tuan ingin anda membalas suratnya, Nona."

Jadi itukah yang membuat Salendra diam di sini menunggu. Ah, kenapa Caleb sangat romantis ya. Dia bisa saja meminta maaf melalui ponselnya dan tidak perlu memakai surat segala. Tapi pria itu benar-benar berusaha membuat aku terkesan olehnya.

"Tunggu sebentar."

Aku berjakan ke arah meja riasku dan mengambil satu pulpen di laci kecil. Aku duduk dengan punggung tegak dan kaki yang disilang. Menatap kertas merah muda itu dan mulai menarikan tangan di bawah tulisan indah milik Caleb. Aku tidak tahu kalau gaya menulis Caleb seperti itu. Tapi aku memang tidak pernah melihat tulisannya.

Tidak perlu memikirkan apa yang ingin aku tulis. Karena aku sudah bisa merangkai katanya saat aku tahu kalau Caleb yang akan membacanya. Jadi sebentar saja surat itu sudah jadi dan siap di antarkan oleh Salendra.

"Katakan padanya kalau aku mencintainya," pintaku.

Salendra mengangguk dengan bahagia. Segera mengambil surat itu dan berlalu meninggalkan aku. Sempat aku lihat Salendra yang melihat padaku di ambang pintu dan aku hanya melambai padanya meminta dia segera pergi. Salendra telah menghilang.

Segera aku berlari kembali ke balkon untuk melihat reaksi Caleb pada surat yang aku berikan. Aku menunggu di sana.

Caleb masih sibuk dengan percakapannya bersama Talla. Walau aku tidak suka dia bersama wanita itu tapi aku tidak lagi peduli. Caleb sudah dengan senang hati menurunkan egonya jadi aku tidak akan merusak segalanya dengan meminta lebih. Ingatan tentang surat yang di tulisnya itu membuat aku rasanya berbunga.

Aku melambai saat tiba-tiba Caleb menatap ke atas melihatku. Dia hanya memandang aku sejenak dan kembali terpekur pada apapun yang ada di depan wajahnya. Kedinginan yang sama dan cara mengabaikan yang sama. Kenapa rasanya aneh.

Tanganku terkepal. Apa dia memang hanya bisa romantis di suratnya saja? dasar lelaki—

Atau ... surat itu bukan miliknya? Tapi mana mungkin bukan dia, lalu siapa ...

Kurasakan seluruh darahku memanas. Rasa malu bercampur amarah menyatu di tubuhku dan aku tidak bisa menahan rasa murka yang menguar lewat seluruh sendi tulangku. Kutatap Caleb dan bahkan pria itu sekarang sedang bicara dengan Talla. Sangat serius.

Hanya satu orang yang bisa menipu seperti ini. Akan kubunuh orang itu, aku bersumpah.



Caleb Tepesh ✓ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang