32. The real facts

1.2K 116 44
                                    

"Kisah yang mendewasakan meski lewat luka."

๑๑๑

Disinilah Salsha berada, didalam ruangan yang bernuasa putih dengan berbagai macam piala yang berhasil direbut oleh anak-anak SMA sekolahnya.

Hari ini adalah hari terakhirnya disekolah ini, karna lusa Salsha dan bundanya akan berangkat ke Amerika.

"Semoga betah disekolah barunya ya, Nak. Tetap semangat dan tetap jadi kebanggaan buat kedua orang tua, keluarga, teman-teman, dan untuk sekolah barunya." bapak kepala sekolah tersenyum.

Salsha membalas senyuman itu, "Iya, terimakasih banyak ya, Pak. Saya bangga bisa sekolah disini, dan saya juga gak bakal lupain semua kenangan saya di SMA ini."

Bapak kepala sekolah tersenyum mendengar perkataan Salsha barusan.

"Baik, kalau begitu kita pamit ya, Pak. Terimakasih," Bunda Helen tersenyum.

Salsha dan Bunda berjalan keluar dari ruang kepala sekolah. Mereka melewati kelas Salsha, dan Salsha berjalan masuk kedalam kelas karna ingin berpamitan dengan teman-temannya.

"Guys, gue pamit ya. Makasih untuk waktunya, makasih juga udah mau menerima gue apa adanya, gue bangga, dan gue seneng banget bisa kenal sama kalian semua."

"Lo beneran mau pindah, Sha? Yah---, gak asik ah." Doni memasang wajah sok ngambeknya.

"Iya nih gak asik! Kan jadi berkurang ya siswa cantik yang ada disekolah kita---, jadi gak semangat belajar kalau gini caranya." Ipul ikut bersuara.

Salsha tertawa mendengar ucapan yang diucapkan oleh teman-teman sekelasnya. "Ipul---, gak boleh kayak gitu dong. Lo harus lebih semangat belajarnya, karna masa SMA ini adalah masa yang menentukan masa depan kita."

"Boleh lah. Kalau disemangatin sama kamu mah pasti aku bakalan semangat lagi dong!"

Mereka semua tertawa, tapi tidak dengan Shani---, gadis itu hanya diam dan tidak tau ingin berbuat apa.

Salsha memperhatikan Shani, dia paham apa yang sedang Shani rasakan kali ini. Gadis bermata indah itu menghentikan tawanya sebentar, dan berjalan menghampiri Shani.

"Shan, gue gak tau kata apa yang pantes gue ucapain kali ini. Karna kata makasih aja gak bakalan cukup, buat sahabat gue yang cantik satu ini. Gue seneng bisa kenal sama lo, dan gue juga sangat, sangat, sangat bersyukur bisa kenal sama lo. Makasih buat semua kebaikan yang udah lo kasih ke gue, makasih juga udah mau nemenin gue waktu gue emang bener-bener terpuruk. Gue sedih karna bakalan pisah dari lo, tapi lo harus tau satu hal, Shan. Kita emang berpisah, tapi enggak dengan hati kita---," Salsha menahan tangisnya.

Air mata Shani sudah turun, dia tidak bisa membendung air matanya kali ini. "Gue juga seneng bisa kenal sama lo, Sal. Dan lo tau apa yang gue rasain sekarang? Gue kesel, pengen marah, dan pengen ngambek sama lo! Tapi disatu sisi, gue juga seneng karna usaha yang kalian perjuangin selama ini akhirnya bisa sukses, dan berkembang dengan pesat. Sekolah yang bener disana ya---, semoga lo bisa temuin temen yang lebih baik dari gue." Shani tersenyum kecil dan langsung memeluk Salsha.

Salsha mengangguk dan menghapus air mata Shani. "Lo juga harus belajar yang bener disini, jangan macem-macem, dan jangan pernah kecewain orang tua, keluarga, dan orang-orang yang sayang sama lo. Dan satu lagi, lo harus bisa dapet peringkat satu tahun ini, ya? Kalau lo bisa dapetin peringkat satu tahun ini, gue bakalan kasih hadiah buat lo!"

Seketika mata Shani langsung membulat sempurna, "Sal, lo ngaco! Mana mungkin gue bisa dapetin peringkat satu."

"Pasti bisa, asal lo bener-bener dalam belajarnya."

Hello, Ex!  [IQSHA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang