[6]

14 3 1
                                    

[ scripted. | 6 ]

Pagi ini matahari bersinar dengan terang ditemani oleh langit biru dan burung-burung yang berkicau sebagai pengiring terbitnya matahari. Aku menatapi langit biru tersebut sekilas sebelum pandanganku jatuh ke gerbang tinggi. Aku pun akhirnya memasuki gerbang tersebut dan menuntun kakiku untuk memasuki gedung-gedung besar dan tinggi yang ku kenal. Rutinitas seperti dulu sudah kembali. Bangun pukul 5 dan masuk sekolah pukul 6.30 dan seperti biasa pulang pukul 15.20. 

Aku mulai berjalan melewati lorong-lorong yang ku kenal. Lagi dan lagi bisikan-bisikan itu mulai terdengar padahal menurutku ini masih cukup pagi. Aku berjalan menuju kelas sambil menghela nafas panjang. 

Seorang Kalina Edith tidak pernah memiliki reputasi yang baik disekolah. Seorang Kalina Edith adalah seseorang yang selama ini tinggal di bayangan Kanina Eliora yang merupakan seseorang yang baik hati.

Sepertinya sampai sekarang reputasi manusia es ku tak kunjung hilang bahkan mereka menambahkan julukan manusia es yang sedang depresi. Aku muak dengan semua orang yang menganggap 'depresi' adalah sebuah lelucon, it's not. They've never felt it, mereka bahkan tak pernah tau atau bahkan merasakan hal tersebut dan dengan seenaknya mereka membuat depresi sebagai lelucon. Gila? tell me about it. 

Kalina Edith yang mereka kenal adalah Kalina yang dingin, kaku, membenci semua orang dan satu hal baik yang pernah mereka bilang padaku hanyalah satu kata pendek dan singkat, pintar. Tapi kepintaran itu malah membuat mereka berpikir bahwa aku menyogok guru dan mencontek terutama saat mereka tau bahwa aku tidak jadi di drop out. 

Saat mengetahui aku tidak jadi di drop out itu spekulasi mereka malah menjadi-jadi dan tidak masuk akal. Tapi apa gunanya aku menjelaskan kepada mereka satu-satu lagi pula belum tentu mereka akan percaya kan? sama saja seperti membuang-buang waktuku untuk hal yang sia-sia,

Pada kenyataannya seorang Kalina Edith adalah seseorang yang tidak bisa berada di keramaian. Dimana ia akan lari ketakutan ke tempat yang sepi untuk bernafas ketika suatu ruangan terlalu penuh. Dimana salah satu obatnya yang selalu membantunya hingga ia mulai terbiasa dengan keramaian adalah kembarannya sendiri yang sekarang sudah tiada. She lost her medicine.

Dan sekarang aku, Kalina kembali menjadi gadis 2 tahun yang lalu. Gadis yang lemah. Gadis yang harus bernafas sejenak sebelum memasuki daerah ramai dan mendengar kata-kata pedas keluar dari mulut orang disekitarnya.

Aku menarik nafas yang panjang sebelum akhirnya aku memasuki kelasku yang bisa dibilang masih sepi. Aku memilih bangku pojok andalanku dan duduk disitu. Aku menenggelamkan kepalaku diatas meja dan mulai memejamkan mataku sejenak sambil mengatur nafasku.

Suara pekikan hasil dari pergesekan kursi dan lantai membuatku mengangkat kepalaku kearah orang yang menarik kursi tepat disebelahku.

Aku menatapnya aneh, sampai akhirnya orang yang ku lihat itu menatapku balik.

"Kenapa muka lo kayak gitu. Jelek woi" ucapnya dengan nada meledek sambil menatapku.

Aku menatapnya tajam, "Ngapain?" Tanyaku dengan muka datar andalanku.

"Ya lagi duduk lo gabisa liat?" Tanyanya sambil mengisyaratkan dengan matanya.

"Sana, gue gak mau lo duduk disini." Kataku sambil menujuk kursi yang berada di tempat yang lain. 

"Lo lupa, we agreed on it" katanya dengan percaya diri yang kemudian mengundang teman sekelas menatap kearah kami. Great, sekarang mereka mulai berbisik-bisik lagi. 

"Gue butuh waktu sendiri Alvarendra, please. Lagian gue belum bilang apa-apa loh alvarendra." Kataku tegas kepadanya. 

"You said that you need some personal space, tapi biasanya orang-orang kayak lo adalah orang yang paling perlu company orang." Katanya sambil menatapku secara intens tanpa memerdulikan bisikan-bisikan yang lain.

Dan disitu aku terdiam. Aku tahu dan dia tahu apa yang dia katakan itu adalah fakta. Aku orang yang sendirian dan kesepian bukan butuh waktu personal sendiri. Tapi aku butuh company orang.

Mulutku serasa beku namun kemudian aku mulai menerima kehadiran Alvarendra sebagai teman sebangkuku. Aku kembali menenggelamkan kepalaku di atas meja dengan tanganku sebagai bantalnya. Aku tidak menghiraukan semua orang yang sudah mulai memasuki ruangan dan berbisik-bisik karena kehadiran sosok Alvarendra yang duduk disebelahku.

Dan hari itu aku menjalani sekolah dengan kehadiran Alvarendra yang berada di sampingku menemaniku. Kami tak banyak bicara. Jujur, tanpa ku sadari kehadiran Alvarendra merupakan salah satu hal yang menenangkan buatku.

Setelah bel pulang berbunyi aku langsung merapikan barang-barangku dan memasukkannya ke dalam tas. Kegiatan aku dihentikan saat aku merasakan sebuah tepukan pelan dari sebelah. 

"Jangan lupa, hari ini ada pertemuan pertama di ruang teater, gue duluan ya mau nyari orang dulu" Ucapnya yang kemudian langsung keluar dari kelas setelah melihat anggukan kepalaku. 

Setelah semua orang meninggalkan kelas aku langsung keluar dari kelas. Aku langsung berjalan ke arah ruang teater yang berada tak jauh dari kelasku. Saat pintu dengan papan yang bertuliskan 'Theater Hall' terlihat aku langsung memasuki. Saat aku memasuki ruangan tersebut semua yang berada di dalam ruangan itu langsung menoleh kearahku. 

Aku menghiraukan tatapan mereka walaupun aku tahu bahwa tanganku sudah mulai dingin. Aku berjalan ke tempat kosong dan langsung duduk sambil menunggu pertemuan tersebut mulai. 

Tiba-tiba pintu terbuka lagi dan seperti sebelumnya semua orang menatap kearah pintu. Disana terdapat Alvarendra yang di temani oleh Bu Dita yang merupakan pembimbing klub drama. Mereka langsung berjalan ke arah depan panggung. 

"Selamat Siang semuanya, langsung mulai aja ya biar selesainya cepat" Ucap Alvarendra yang langsung dijawab oleh anggukan kepala. 

Semuanya mulai dijelaskan mulai dari naskah hingga akhirnya bagian paling penting, pembagian peran. 

"Ya, seperti yang kalian ketahui audisi untuk pembagian peran tetap akan dilakukan kecuali untuk kedua pemeran utama karena dari pihak sekolah sudah di tetapkan." Ucap Bu Dita tegas. Yang kemudian malah tidak diterima dengan baik. 

"Lah bu kenapa gitu? gak adil dong? emangnya pemeran utamanya siapa?" Tanya seseorang yang menempati kursi paling dekat dengan pintu masuk. 

"Pemeran utamanya akan diambil oleh Dirga seperti yang kalian ketahui." Ucap Bu Dita. 

"Kalau itu udah pasti bu kita semua udah tau. Tapi pertanyaan saya lawan mainnya siapa?" Sahut seseorang lagi dari ujung ruangan. 

"Oh, lawan main Dirga adalah Kalina." Ucap Bu Dita yang kemudian membuat semua pandangan diarahkan kearahku.

Aku hanya tersenyum kecil walau pandangan mereka membuat tanganku yang dingin sedikit gemetar. Aku diselamatkan oleh Bu Dita yang langsung mengalihkan pembicaraan, 

"Audisi akan diadakan 2 hari lagi jadi mohon dipersiapkan" Ucapnya tegas. 

Aku menghela nafas lega. Dan pertemuan pertama tanpa dirasakan langsung berakhir. Seperti biasa aku selalu menunggu yang lain untuk meninggalkan ruangan terlebih dahulu. 

Aku akhirnya keluar dari ruang tersebut yang dikejutkan oleh sosok Alvarendra yang menungguku di samping pintu. 

"Lama banget di dalem, ngapain emangnya?" Tanya nya kepadaku. Aku mendongkakkan kepala ku sedikit untuk menatapnya. 

"Bukan masalah buat lo, Alvarendra." Balasku sebelum akhir berjalan meninggalkannya untuk menuju kearah gerbang sekolah. 

Tangan aku ditahan dari belakang, "Okay, tapi pertanyaan kemaren belum di jawab." Katanya pelan. Yang membuatku membalikkan badanku untuk menghadapnya. 

"Besok, gue janji." Kataku yang kemudian melepaskan tangannya dari pergelangan tanganku. Aku akhirnya langsung menuju kearah gerbang dimana sudah ada pak supir yang menungguku. 

Dan bisa kubilang hari itu termasuk salah satu hari yang panjang untukku. Selama perjalanan pulang aku hanya dapat menghela nafas kasar.

scripted.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang