Kabar mengenai rencana pernikahan Sasuke dan Sakura begitu cepat tersiar ke pelosok negeri, seperti sekali embusan angin. Entah siapa yang memulai. Gadis cantik bermata hijau tersebut begitu bahagia. Sorot matanya berkilauan bagai permata zamrud, senyuman lebar semringah selalu terpatri di wajahnya.
Malam itu juga, Sakura memberitahukan berita bahagia ke sahabatnya yang dirawat di rumah sakit. Ia bercerita menggebu-gebu tanpa memedulikan perasaan pemuda yang duduk di atas ranjang pasien.
"Naruto! Aku sungguh sangat bahagia karena akhirnya Sasuke akan kumiliki seutuhnya, hihihi. Kami akan membangkitkan klan Uchiha kembali. Aku siap memberikan banyak anak bagi Sasuke," ucapnya berapi-api, membayangkan hidup berumah tangga dengan laki-laki yang dicintainya. Sesekali ia mengguncang tubuh sang sahabat. "Terima kasih, Naruto. Ini semua karena jasamu. Sungguh, akan kuingat selamanya."
"Ahaha ... i-iya. Tidak usah dipikirkan, hahaha." Dada Naruto merasa getir, sakit, dan canggung saat menanggapi gadis itu. Ia menunduk berusaha menutupi perasaan patah hatinya. Aku harus ikhlas. Sakura harus bahagia. Aku hanya bisa mengawasinya. Dan awas kau Sasuke. Jika kau berani melukai perasaannya lagi, aku benar-benar akan membunuhmu, gumamnya dalam hati.
"Hei, kau kenapa? Tidakkah kau turut berbahagia, Naruto?" Sakura memiringkan kepala, mencari aura ceria di wajah laki-laki yang sedang menunduk itu.
"Tentu saja aku juga merasa bahagia bersamamu, Sakura." Mendadak Naruto terkejut ketika menyadari salah ucap, keceplosan tentang perasaannya. Ia buru-buru meralat, "Ma-maksudku, aku sangat bersedih."
"Apa?!" Sakura kaget dengan ucapan Naruto. Gadis itu menyatukan alis dan menatap heran pada sahabatnya.
"Huh! Aku merasa sangat bersalah karena membuat Sasuke buntung, tak punya lengan lagi." Naruto menemukan alasan dan memang itulah yang dirasakannya. Tanpa sadar, air matanya mengalir. Ia yang adalah ninja terkuat, menyesal serta menangisi nasib sahabat yang sudah dianggap saudara. Dipicu pula dengan hati yang bergelut menahan rasa sakit karena melihat kenyataan, gadis yang dicintai tak pernah mencintainya.
***
Malam kian larut, di ujung lorong rumah sakit, sosok bayangan mengenakan mantel serba hitam mengendap-endap menuju ruangan Sasuke dan Naruto dirawat. Kamar inap mereka berdekatan. Sesekali ia berhenti, bersembunyi seraya menahan napas di tiap tikungan untuk memastikan keadaan benar-benar sepi dan aman menurutnya.
Sosok itu berdiri di sebuah kamar yang sedikit terbuka, tetapi muat untuk tubuhnya. Ia mengendap masuk dan tercengang saat menyaksikan Sakura dan Naruto saling berpelukan.
"Aku tak bermaksud membuatnya terluka, Sakura. Percayalah." Naruto terisak-isak hingga tubuhnya bergetar. Sosok yang berdiri di balik kelambu tertegun, hatinya berdebar-debar.
Naruto melepaskan diri dari pelukan Sakura kemudian menatap sendu pada wajah ayu yang dicintainya itu. Ia meraih kedua tangan si gadis seraya berucap, "Berjanjilah, setelah menikah nanti, kau akan selalu tersenyum bahagia. Berjanjilah, Sakura karena jika kau menitikkan air mata setetes saja, aku tak akan pernah memaafkan Sasuke bahkan akan membunuhnya!"
"Oh!" Sosok di balik kelambu memekik tertahan. Seketika Sakura dan Naruto menoleh ke asal suara. Konoichi tim tujuh itu berjalan menuju tempat persembunyian seseorang yang mencuri dengar percakapan mereka lalu menyibakkan gorden.
"Hinata?" Sakura terkejut begitu melihat sosok itu adalah rekannya sendiri. Bahkan dengan cepat gadis itu berasumsi. "Kau jangan salah sangka kepada kami, hm."
"T-ti-tidak," balas Konoichi termuda kelabakan karena tertangkap basah seperti penguntit yang selalu dilakukannya pada Naruto. Ia pun melongok menatap pria yang juga menatapnya dari ranjang pasien.
KAMU SEDANG MEMBACA
Genjutsu✔
FanfictionComplete!✔ A Sasuhina Fanfiction Canon! Naruto Fanfiction Naruto disclaimer Masashi Kishimoto Cinta harus dipertahankan, tetapi cinta juga tak bisa dipaksakan. Jika ada yang mengatakan lebih baik dicintai daripada mencintai, itu adalah hal yang kura...