14. Ikhlas

7K 541 38
                                    

"Hinata," panggil Sasuke seraya menggenggam tangan istri dengan satu lengannya yang masih utuh. Hinata pingsan cukup lama, tadi Kakashi membantu mengangkatnya ke tempat tidur di kamar Sasuke.

Tsunade dan Hiashi berdiri bersedekap di dekat pintu dalam ruangan dengan perasaan berkecamuk, mengamati sepasang suami istri yang tampak begitu mesra.

Berarti tadi pagi dia muntah-muntah bukan karena masuk angin, batin Hiashi seraya menatap putrinya tanpa ekspresi.

Sementara Kakashi dan lainnya menunggu di lorong depan ruangan. Mereka masih tertegun dengan kejadian yang baru saja dilihat.

"Pantas saja dia begitu gencar bicara, itu karena emosi wanita yang sedang hamil muda," ceplos Shizune yang tadi turut memeriksa Hinata kepada Anko yang berdiri di sebelahnya. Namun, suaranya masih bisa didengar oleh Kakashi yang berdiri di seberang mereka.

Laki-laki yang selalu mengenakan masker itu bersandar ke dinding seraya bersedekap dan menatap kosong ke lantai. Ia merenungkan rentetan kejadian tentang murid-muridnya, terutama mengenai Sasuke. Jadi, rupanya Sasuke selama ini diam-diam mencintai Hinata. Kami-Sama, apa yang telah kulakukan dan apa yang harus kulakukan saat ini untuk murid-muridku. Sakura pasti patah hati, semoga Naruto bisa menghiburnya.

Di kamar, Hinata mulai siuman sepenuhnya. Tadi sudah siuman hanya saja ia tertidur karena kelelahan.

"Eeuh ... S-Sasuke ...." Hinata melenguh pelan serta memanggil nama suaminya dengan mata terpejam.

"Aku di sini, hm. Kita akan baik-baik saja," balas Sasuke dengan lembut.

Mata Hiashi dan Tsunade tak beralih sedikit pun dari memandang kedua muda-mudi tersebut.

"Aku tak habis pikir, bagaimana mereka bisa saling mencintai," lirih Hiashi kepada Tsunade yang berdiri di sampingnya.

"Cinta memang rumit, Tuan Hiashi. Dan ... penuh kejutan," balas Tsunade yang tak berkedip menyaksikan interaksi Sasuke dan Hinata.

"Tapi saya masih tidak terima dengan pernikahan mereka, Hokage-sama. Mereka masih terlalu muda." Dahi Hiashi berkerut dan wajahnya memberengut.

"Oh!" pekik Tsunade melirik tajam ke samping. Ia merasa tersindir dengan pernyataan Hiashi. "Bahkan kemarin aku setuju menikahkan Uchiha dengan Sakura, Tuan Hiashi. Anda juga setuju waktu itu, bukan?"

"Itu ... itu berbeda, Hokage-sama. Ah ... entahlah, saya menjadi bingung." Hiashi meneguk saliva, sorot matanya berubah nanar menatap putri sulungnya tersenyum pada Sasuke.

"Kita trauma tentang Uchiha terutama pada Sasuke. Bocah itu telah merepotkan kita semua yang membuat kita akhirnya memiliki cerita kehidupan terpusat hanya padanya. Dia bisa pergi kapan saja dari Konoha seperti yang pernah dilakukannya. Atau bisa juga Orochimaru bertingkah lagi, menculiknya kembali, bukan?

Jadi, aku berpikiran segera mengikatnya ke dalam suatu pernikahan supaya Uchiha lekas memberikan keturunan dan menetap di Konoha dengan demikian Sasuke tidak akan ke mana-mana lagi karena telah memiliki keluarga. Aku dengar Uchiha itu memiliki perasaan cinta yang sangat besar. Kalau sudah jatuh cinta bahkan akan rela mati dan merasakan sakit karena mencintai seseorang," jelas Tsunade begitu panjang kepada Hiashi bermaksud supaya ayah dari Hinata itu memaklumi semua keputusan yang sudah diambilnya.

"Ya, ya saya mengerti dengan kata-kata terakhirmu itu, Hokage-sama. Rela menahan sakit demi cinta." Hiashi melirik ke Sasuke, pada kondisi pria itu. "Bahkan dia tak memedulikan diri sendiri. Mengalah dari Naruto hingga kehilangan tangannya. Tetapi, kenapa harus Hinata yang dipilihnya?"

"Itulah rahasia cinta, Tuan Hiashi. Kita tak pernah tahu kalau cinta itu datang pada seseorang tanpa melihat rupa maupun status sosial. Itu yang dinamakan jodoh," lanjut Tsunade seraya meneguk saliva. Ia mengingat cintanya yang kandas bersama Dan Katou yang telah tiada. Seperti aku, Tuan. Dan baru menyadari telah mencintaiku, oleh karena itu aku tak bisa berpisah dengan Shizune, keponakannya.

Genjutsu✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang