"Tempat apa yang ingin kamu kunjungi untuk berbulan madu, Cantik?" Hafla menatap sang istri yang sejak tadi hanya diam di seberang meja --di hadapannya. Semu merah muda di wajah wanita itu belum menghilang sejak yang terjadi tadi malam. "Katakan, aku akan membawamu ke sana," sambung Hafla.
"Aku tidak ingin ke mana pun untuk berbulan madu."
"Benarkah?" Kedua alis tebal Hafla saling berjabat. Tidak ada wanita yang menolak untuk diajak berkeliling dunia. Tidak ada. Kecuali Mahika tentu saja.
"Ya. Aku tidak tertarik pada tempat apa pun."
"Tidak mungkin, Mahika. Setiap orang pasti memiliki angan akan suatu tempat. Tempat yang ingin ia kunjungi, tempat yang dalam khayalnya selalu ada."
Mahika menunduk dan menghela napas panjang. Di dalam hati ia tertawa melihat sifat Hafla yang begitu hangat dan banyak bicara. Jarang sekali lelaki begitu.
"Ayolah ... Cantik?" Hafla menggoda dengan mengetuk pelan punggung tangan wanita itu menggunakan ujung telunjuk. "Berbagilah denganku."
"Baiklah." Mahika menurunkan tangan ke bawah meja. "Tapi berjanjilah kamu akan membawaku ke sana."
Kedua bola mata Hafla seketika cerah, kepalanya mengangguk seraya berseru, "Ya, aku berjanji!"
"Bawa aku ke Surga ...."
Senyum konyol di wajah Hafla menghilang. Lima belas detik ia habiskan untuk diam, menatap lembut ke arah Mahika yang juga menatapnya. Wanita itu menunggu jawaban.
"Tampar aku, Mahika," bisik Hafla lirih. Nada suaranya bergetar, ada sesuatu di hatinya yang terasa berbeda. Sejuk. "Apakah benar aku seberuntung ini?" sambungnya.
Mahika menunduk, matanya memejam lembut. "Jangan terlalu tinggi meletakkan aku, Hafla. Aku tidak seindah itu ...."
"Aku tidak akan berjanji untuk itu, Mahika. Terlalu berat. Sebab Allah yang memegang hasil akhir kehidupan kita. Tapi, aku akan selalu berusaha menjagamu untuk tetap berada di jalan-Nya. Meski aku tahu, kamu jauh lebih kokoh dariku. Sebagai lelaki, aku membutuhkan penjagaanmu, aku mengharapkan pengingatmu."
Keduanya kini diam. Menari bersama pikiran masing-masing. Di mata Hafla, Mahika adalah wanita yang sangat ia kenali kelembutan hatinya. Sementara bagi Mahika, Hafla hanya orang asing berhati tulus yang baru saja menuang madu ke dalam cawan kosongnya.
Ada pertemuan yang menjadi alasan sepasang manusia untuk saling mengenal, kemudian benih cinta ditanamkan di hati mereka. Sebagian dari mereka memiliki kisah yang tidak panjang, sebagian lagi berhasil menyeberangi jembatan.
Ada pula pertemuan yang terjadi begitu saja, untuk kemudian memasuki rumah yang sama tanpa saling mengenal sebelumnya. Namun, tidak jarang hal yang tiba-tiba itu membuat rasa --yang datang perlahan-- lebih kokoh, dan perjalanan menuju seberang menjadi lebih indah.
Bagaimana pun cara Allah menyatukan dua hati, yang satu tetap akan menjadi satu. Tak akan pecah, tidak pula ada pisah kecuali dari-Nya.
***
"Assalamualaikum, Cantik?"
Mahika selalu mengulum senyum setiap kali Hafla menyapanya begitu. Malu.
"Wa'alaikumsallam ...."
"Selamat pagi," bisik Hafla tepat di telinga sang istri. Membuat wanita itu menghindar cepat karena perasaan yang entah bagaimana menggambarkannya.
"Berhenti melakukan itu," protes Mahika seraya melangkah mengambil setangkai bunga matahari dan meletakkannya di dalam botol kecil milik sang ibu dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum, Cantik?
RomansaMentari tetaplah mentari ia bersinar tak peduli seberapa tebal mendung menutupi