[Part 4]
+×+
Yeonjun menatap lembaran kertas dengan angka persenan di dalamnya, ia tak terlalu paham dengan tulisan itu karena bidangnya bukan sesuatu yang berhubungan dengan kesehatan. Namun angka 99,98% di bagian bawah kertas sudah menjawab semua pertanyaan tanpa perlu melakukan analisis terhadap angka lain di sana. Sumsum tulang mereka cocok.Yeonjun kini mendengarkan ucapan dokter yang sedang menyebutkan beberapa makanan yang harus dia hindari sebelum melakukan operasi nanti. Sebenarnya itu sedikit memberatkan, terlebih dirinya yang malas memasak dan memilih memakan junk food atau ramyun. Tapi kali ini ia memilih mengalah dibanding mementingkan egonya, ia malas memasak bukan berarti tidak bisa, sepulang dari sini sepertinya ia akan ke supermarket dan mencari bahan makanan yang lebih sehat.
"Operasinya akan dilakukan tanggal 27, itu berarti 12 hari dari sekarang. Saya harap tuan Choi Yeonjun bisa datang sehari sebelum operasi di pagi harinya untuk melakukan pemeriksaan kembali."
Yeonjun mengangguk pelan menanggapi.
"Terima kasih dokter," suara wanita yang dulu ia panggil ibu terdengar. Nada bicaranya sangat senang, hal yang membuat perasaan Yeonjun menghangat tanpa ia bisa cegah. Bagaimanapun wanita itu membesarkannya dengan kasih sayang utuh tanpa membedakan dirinya yang bukan anak kandungnya.
Setelah menyelesaikan diskusi, mereka kini berjalan keluar ruangan, ayahnya menunggu di luar dengan tangan terlipat sedangkan Soobin berjalan di belakang Yeonjun sambil merangkul ibunya. Pandangan Yeonjun dan ayahnya saling bertabrakan memunculkan beragam perasaan yang berkecamuk. Yeonjun sulit untuk menganilisis berapa banyak rasa yang hinggap saat mata yang sangat mirip dengannya itu menubruk penglihatannya.
"Kami tidak memanfaatkanmu."
Bukan sapaan hangat yang Yeonjun terima, tapi Yeonjun memangnya berharap apa?
Yeonjun merasa ingin menertawakan dirinya, sebenarnya siapa yang paling terluka setelah insiden enam tahun lalu? Bukankah dirinya?
"Anggap saja aku adalah pendonor sukarelawan yang merasa kasihan. Tidak usah terbebani apa yang aku pikirkan, toh dari dulu tak pernah ada yang memikirkan perasaanku."
Yeonjun mengucapkan itu dengan tenang, Sanhyuk ingin marah namun di satu sisi ia merasa dirinya tidak pantas bahkan hanya untuk kecewa.
"Dia adikmu, kau melakukannya karena sayang. Bukan karena kasihan."
"Dia bukan adikku, kalau Anda ingin aku mengakui sesuatu. Satu-satunya adik yang aku anggap hanya Soobin. Aku bahkan tidak sudi mengakui Anda adalah ayahku."
Sanhyuk menutup matanya kasar sejenak lalu kembali meneliti wajah Yeonjun yang sama sekali tidak bersalah mengatakan hal itu.
"Apa ayah tidak bisa termaafkan?"
Yeonjun menaikkan satu sudut bibirnya, menyeringai. "Enam belas tahun aku hidup dalam kebohongan. Enam belas tahun aku pikir aku adalah anak yang paling beruntung, memiliki ayah dan ibu menyayangiku. Memiliki Soobin, memiliki Beom-" Yeonjun menghentikan ucapannya dan kembali menghela kasar, "Ah sudahlah, aku tidak punya waktu bernostalgia."
Yeonjun ingin melangkah pergi namun kali ini lengannya tertahan, ia menoleh menatap sosok wanita paruh baya itu. Ekspresinya sedikit melunak walau masih terkesan datar.
"Kau masih anak ibu. Sampai kapan pun kau adalah anak ibu. Junnie-ah, maafkan Beomgyu. Maafkan ayahmu. Maafkan ibu."
Yeonjun menarik napas dalam, "Aku mungkin bisa memaafkan bibi. Tapi untuk mereka berdua, aku tidak bisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast [✔]
FanfictionTOMORROW X TOGETHER STORY [COMPLETE] +×+ Eccedentesiast; "Seseorang yang tersenyum di balik kesakitannya."