P A R T - 8

3.2K 519 19
                                    

[Part 8]

+×+

Entah apa yang menahan lelaki itu, entah apa yang membuatnya enggan membuka mata sekedar berkata 'tak apa, aku sudah tak apa'. Dokter mengatakan tidak ada yang salah dengan fungsi tubuh bahkan otaknya, lukanya mengering tanpa terinfeksi dan lebamnya mulai memudar sedikit demi sedikit walau di beberapa bagian masih terlihat ungu, tekanan darahnya normal. Tapi lelaki itu, sejak empat hari lalu masih tertidur lelap.

Soobin memandangnya lamat, Yeonjun sudah dipindahkan ke ruang inap sejak kondisinya dianggap sudah stabil. Namun, nampaknya Yeonjun sedang menghukum mereka saat ini. Ya, mungkin benar... Yeonjun menghukum mereka. Atau Tuhanlah yang menghukum mereka melalui Yeonjun. Satu hal pasti, bahwa jika ini hukuman maka itu berhasil, sungguh berhasil hingga penderitaan itu begitu berat. Soobin bukan bermaksud, tapi jika Yeonjun masih dalam kondisi seperti ini, maka dua nyawa sedang terancam.

Yeonjun yang berada di ambang kehidupan abstrak dan Beomgyu yang terus melangkah ke gerbang kematian. Apa mereka sedang menguji satu sama lain? Apa ini penolakan bagi Yeonjun untuk menerima Beomgyu kembali? Kenapa saat Yeonjun datang dengan sebuah harapan, Yeonjun seperti ditarik kembali ke garis yang bahkan lebih pedih dan membuat mereka kembali hancur berantakan?

Tangannya bergerak menggenggam Yeonjun, menautkan jemari mereka lalu menunduk. Ia tak ingat bagaimana hangat jemari Yeonjun dulu, kapan terakhir kali mereka berpegangan tangan?

"Soobin, kau sudah di situ sejak pagi. Kata ayahmu, Beomgyu mencarimu." pengacara Kim berucap.

Soobin menggeleng, bukan ia ingin mengabaikan Beomgyu yang berada di rumah sakit lain. Tapi setidaknya di sini ia bisa menangis tanpa ada yang memerhatikannya. Dadanya sudah begitu sesak, ia beberapa kali menjatuhkan air mata, mengusapnya lalu merapalkan doa yang entah tersampaikan atau tidak.

"Beomgyu merengek ingin ke sini, dia sudah 19 tahun tapi seperti anak bayi." ucap lelaki itu lagi dengan nada bercanda, tapi Soobin tidak tertawa sama sekali. Pengacara Kim sungguh tidak tahu cara mencairkan suasana.

Lelaki bersetelan jas itu hanya mendesah pelan lalu memilih berjalan keluar membiarkan Soobin tetap berada di posisinya.

"Seharusnya empat hari lagi, aku tak akan marah pada hyung karena operasi Beomgyu ditunda. Aku marah pada hyung karena terluka seperti ini. Tapi...aku takut hyung. Aku sudah menunggu hari itu, aku takut kehilangan Beomgyu. Aku takut kehilangan hyung."

Setetes air mata itu kembali jatuh.

"Hyung marah pada kami? Kalau hyung masih marah, hyung bisa membentak kami. Bangunlah dan bentak kami sepuas hati hyung! Jangan diam begini! Aku takut."

Soobin menengadahkan kepalanya menahan laju airmata yang tak bisa ia bendung.

"Apa aku pernah bilang kalau aku merindukan hyung? Hyung... Aku sangat merindukanmu. Aku rindu saat kau tersenyum padaku. Aku rindu saat kau memelukku. Aku rindu saat kau mengomel padaku karena ceroboh. Aku rindu saat mendengar pertengkaran kecilmu dengan Beomgyu. Aku rindu saat kau mengajariku banyak hal. Aku rindu semua itu. Aku rindu sampai diriku merasa sesak. Hyung tidak merindukanku?"

Desahannya terdengar keras, Soobin menarik napas dalam mengisi paru-parunya yang sesak.

Pintu kembali berdecit, Soobin menoleh dan kini mendapati seseorang yang ia kenal Wooseok -sahabat Yeonjun- dan seorang wanita di kursi roda.

"Kau Soobin 'kan? Yeonjun beberapa kali menceritakan tentangmu, aku Arin."

Soobin mengangguk kaku.

Eccedentesiast [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang