02

299 34 18
                                    

Dhika

Aku pulang ke kontrakan bareng Felix sekitar setengah jam yang lalu setelah meletakkan galon milik Citra di depan kamarnya. Tadi sempet mengetuk pintu, maksudku biar dia tahu kalau galonnya sudah ada di depan pintu kamarnya namun tak ada respon. Mungkin Citra udah tidur.

Jujur saja aku agak kepikiran tentang sikap Citra hari ini, bukannya aku sok kenal atau sok tahu tentang sikap dia hanya saja perubahan ekspresinya hari ini sangat kelihatan dari yang awalnya dia masih tertawa bersama Aku, Felix, dan Jani sampai ketika wajahnya menjadi murung. Aku yakin ada yang tidak beres dengan dia.

"Nglamun mulu, bukannya hari ini harusnya latihan Dhik?" Aku menengok ke sumber suara mendapati Mas Lingga yang berdiri di pintu kamarku.

Benar hari ini jadwalku latihan renang rutin namun aku izin.

"Izin ke pelatih tadi mas, bantuin Jani pindahan"

"Luar biasa Dhika sampai izin latihan. Jadinya dapet kos dimana?"

"Udah terlanjur janji sama Jani mas. Kalo nggak dilakuin nanti dia marah. Aku izin sih izin tapi porsi latihan hari ini, tetep harus diganti hari lain diluar jadwal latihan. Deket kampus, itu lho area belakang polsek"

Mas Lingga tertawa, menertawakan nasibku karena harus mengganti latihan. "Sepupuku kosnya juga belakang polsek, enak sih daerah sana bangunannya agak selo jadi bisa napas"

"Enakan di sini mas, banyak pohon. Oiya ngapain ke sini?"

"Pinjem speaker, punyaku rusak"

Belum juga aku iyakan, Mas Lingga langsung mengambil speaker dari kamarku mungkin dibawa ke kamarnya atau kamarnya Felix. Yakin sih itu pasti mau dipakai untuk nonton film. Tentang Mas Lingga, dia sudah semester akhir jurusan pertanian di Universitas yang beberapa tahun lalu berubah status dari jomlo jadi taken. Nggak becanda doang, maksudnya jadi negeri. Dia lagi gencar deketin mbak-mbak kosan sebelah.

Oiya cukup tentang Mas Lingga, Citra tadi berubah setelah membuka ponselnya. Jadi aku yakin dia murung bukan karena obrolan kami namun gara-gara pesan dari aplikasi chating. Aku masih ingat jelas, wajahnya memerah ketika menanyakan harga dan bilang mau balik duluan. Dari matanya juga kelihatan kalau dia bohong tentang telepon mamanya.

"Astaga Dhik, kenapa kamu mikirin orang yang baru kamu kenal sampai segininya sih?" Aku bergumam seraya memukul kepalaku.

Demi apapun biasanya aku nggak semenyeramkan ini. Nggak mau sama yang namanya ikut campur urusan orang tapi hari ini pada Citra kok aku sampai segininya?

Aku mengambil ponsel yang sedang di-charge menimbang-nimbang apa aku harus tanya kondisi Citra ke Jani atau tidak. Baiknya sih tanya langsung tapi punya kontaknya saja nggak.

[Dhika] Jani Jani Jani

[Janika] Dhika Dhika Dhika

[Dhika] gajelas

[Jani] Yang mulai situ... ada apaan?

[Dhika] temen kosmu tadi kenapa?

[Jani] Nggak tau

[Dhika] hhhhhh

[Jani] kenapa sih Dhik?

[Dhika] punya temen sekos, sejurusan, sekelas lagi sedih, mbok ya di cek

[Jani] kita belum terlalu deket Dhik, takutnya dikira kepo doang...

[Dhika] ya nggak nanya, paling nggak nemenin lah, ajak makan atau apa gitu

[Jani] Kenapa nggak kamu aja, kalo khawatir ya coba datengin atau apa gitu

[Dhika] hhhhhh baru kenal tadi!!!!

Remedy | Hwang Hyunjin - Lee Chaeyeon |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang