10

150 29 14
                                    

■■■


Dhika 

Manusia memang bisa berencana tapi tetap saja Tuhan yang mampu mewujudkannya atau membuatnya hanya sekadar jadi wacana. Lucu rasanya semua ini sedang terjadi padaku, beberapa bulan lalu aku mengatur rencana dengan pelatih untuk ikut turnamen, kami sudah menyiapkan jadwal latihan, melakukan latihan, bahkan aku sampai mengatur pola makan. Lalu beberapa minggu sebelum turnamen ternyata semuanya berhenti semua yang telah ku siapkan sia-sia. Ya semua jadi wacana karena bahuku cedera.  

Semua kegiatan latihan dihentikan bahkan aku tak bisa mengikuti kegiatan praktek yang melibatkan gerakan tangan dan bahu. 

Sungguh setelah tau rasanya aku sangat kesal pada diri sendiri. Bagaimana bisa aku tidak menjaga diriku?

Benar kata orang kalau turnamennya bukan hanya saat ini beberapa bulan lagi masih ada, tahun depan masih ada. Tapi tetap saja aku masih kecewa. 

"Fokus Dhik, fokus pada pemulihan" 

Aku berkali-kali mengatakan kalimat itu pada diri sendiri namun untuk saat ini aku belum sepenuhnya bisa fokus pada pemulihan. 

"Dhik, kata Bagus kamu belum makan yo?" Perempuan berambut dikucir kuda dengan pakaian olahraga lengkap itu membuyarkan lamunanku. 

"Hmm"

"Ayo makan, tak traktir. Kapan lagi kan aku traktir kamu?" 

"Iyain aja Dhik, jarang banget lho Salsa nggak pelit" Bagus menimpali

"Mie ayam?" Tanyaku pada Salsa

"Bukan, mau makan di foodcourt sekalian numpang fotokopi di fakultas sebelah" 

"Gimana Dhik mau nggak?" Tanya Bagus seraya memainkan ponselnya.

"Kalo bukan hari ini traktiranku hangus" 

"Yaudah aku oke" 

"Oke aku ngabarin Satria dulu, kalian jalan dulu aja aku mampir ke fotokopian sekalian nemuin Satria."

Meja-meja bundar di joglo semuanya penuh, gazebo-gazebo kecil juga sudah diisi orang. Hanya tersisa beberapa gelar tikar di bawah pohon. Aku melepas sepatu lantas duduk bersila. Bagus masih berdiri mengamati deretan penjual makanan, sepertinya ia sedang menimbang makanan apa yang akan ia pesan. Tak berapa lama Salsa dan Satria bergabung di tikar. Dari raut wajahnya, Salsa agak kecewa karena tempat duduk yang nyaman sudah habis. Tapi pada akhirnya ia hanya pasrah.

Kami sempat berdebat mau makan apa dan siapa yang akan memesan. Kalau pesan sendiri-sendiri bakal ribet pembayarannya karena disini bayar didepan. Bukan Salsa, dia yang membayar, Bagus ada urusan di belakang. Tinggal aku dan Satria. 

"Nih uangnya, beliin aja paket ayam, sayur, jamur, dan es teh! Udah kalian berdua aja yang pesen daripada ngga jadi pesen."

"Aku sendiri aja bisa," ucap Satria lalu beranjak dari tikar. Setelah hanya tinggal aku dan Salsa, ia menatapku menyelidik. Aku hanya balik menatapnya sebagai tanda pertanyaan "apa?"

"Dhik, kamu udah nggak jomlo ya?" Tanyanya tiba-tiba. Anak ini memang ceplas-ceplos bahkan pertanyaan yang bagi orang lain tidak akan ditanyakan bagi dia itu pertanyaan umum.

Remedy | Hwang Hyunjin - Lee Chaeyeon |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang