Zodiak Iblis

33 7 0
                                    

Genre : Horor - Thriller

Penulis : hannisahamsaa_

Penulis : hannisahamsaa_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-oOo-

Terjebak dalam keramaian dan merasa sepi. Aku takut tidak bisa menyimpannya sendiri. Kepalaku, kepalaku, tubuhku. Apakah aku bisa menyimpannya?

Tidak, efek itu. Biji modern dengan rasa seperti lebih mengenal kematian. Kenapa aku tidak mati? Aku tumbuh, berkembang. Aku manusia, tetapi iblis tak berani mendekatiku.

Aku tersenyum, aku suka kegilaan. Aku tidak peduli pada mereka. Kau bisa memintaku tunduk, tetapi tubuhku tetap aku.

- - - Efek Samping - - -

"

Selamat pagi. Nama saya Alinna Raw, salam kenal."

Sebuah lingkup ruang mengunci seluk beluk, berniat lari namun apa daya kaki terkunci. Bola matanya coklat lembayung, tanda bahwa ia menginginkan benda itu lagi. Tawanya gusar, mencari buliran kesenangan duniawi yang membuatnya lebih hidup ketika mengingat banyaknya dosa untuk mendekat pada ajal.

Wajahnya segar, tetapi ekspresinya parau. Melucuti segala hal berbentuk kepalan kotoran, hidupnya tidak lebih dari persegi dengan tiap sisi adalah kesialan. Namos bukan nama lainnya, ia adalah Rafro. Tetapi, esoknya ia adalah Vratenado yang dikuasai Vetton dalam rubrik berdarah.

Ilusi itu panjang, ia bereinkarnasi menjadi sebuah penawaran untuk hidup seseorang. Gadis itu, gadis misterius penarik perhatian. Ia tahu, di dalam pembuluh darahnya ada efek samping dari perjanjian fatamorgana antara Tuhan dan si pelaku utama.

Dia berlari, menempuh jarak dengan angin menjadi teman. Semua orang yang melihatnya heran, entah hal apa yang membuat gadis itu tergesa-gesa.

"Minggir!!!" teriaknya di antara kerumunan orang-orang, membuat banyak umpatan keluar untuknya. Ia berhenti di tengah, menoleh kanan kiri tapi tak menemukan apa pun.

Gadis itu mendesah frustrasi, usahanya kali ini gagal lagi. Sosok itu seperti bayangan di kegelapan, yang memang ada tapi tak kasat mata.

"Ahhh ... Aku butuh tidur ...," gumamnya parau. Ia berjalan di trotoar dan mencari halte, seingatnya masih ada halte nomor 87 di belokan depan.

Ia menghitung detik per detik, sembari menutup kepala dengan tudung jaket dan wajah dengan masker. Harap-harap cemas akan sesuatu yang berkemungkinan besar terjadi.

Setelah menghitung dan berjalan beberapa lama, akhirnya ia menemukan halte itu. Di sana ada seseorang yang duduk, perempuan dengan pakaian sekolah sama sepertinya.

Ia tak peduli, ia hanya peduli pada matanya yang lelah. Tepat pada saat ia baru saja duduk, gadis itu menoleh ke samping dan memperhatikan perawakannya.

Pusat KegelapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang