t.u.j.u.h.

169 16 0
                                    

Bagaimana rasanya jika kau dirundung jatuh cinta? Ia adalah sebuah perasaan yang susah digambarkan dengan kata-kata. Hari-hari mu akan terasa indah dan membahayakan. Hanya saja, mengalami cinta itu seperti bermain dengan api. Jika kau tahu mengendalikannya, maka dirimu akan selamat. Namun, jika tidak, dirimu akan merana dan terbakar hangus.  

Begitu juga dengan Galea. Saat ini gadis itu tengah asik memandangi cermin yang berada di depannya. Ia menyisir rapih rambut pirang yang kini tampil lurus dengan ujungnya yang sedikit bergelombang. Bibirnya yang berwarna pink muda ia ulas dengan ekstrak buah plum agar menjadi sedikit kemerahan. Humaira yang tengah duduk membaca buku melihatnya keheranan. Ia rasa, ia tahu alasan apa yang membuatnya berubah drastis seperti itu. Lebih tepatnya, Galea terlihat seperti orang yang jatuh cinta. 

Memang, sudah beberapa hari ia dirundung kegalauan. Semenjak melihat senyuman Adam yang menggugah dan lesung pipinya yang menggetarkan hati, Galea kerap berkali-kali melabuhkan ingatannya terhadap lelaki dingin itu. Ia jadi sering susah tidur, memiliki hobi mendadak yaitu termenung, dan lebih-lebih menjadi sangat memperhatikan penampilannya. Berbagai macam tata cara menghias rambutnya dilakukan. Dari yang sekedar ikat ekor kuda, ikat ala french bun,ikat ala fish tail braid dan berbagai macam lainnya. Sekarang ia menyadari alasan kenapa gadis-gadis Ottomere gemar bersolek dan menghiasi rambutnya. Ya mungkin karena ini sebabnya. Untuk menarik perhatian lawan jenisnya.

"Kau sudah cantik, Galea. Tanpa gincumu pun bibirmu sudah merah." tukas Humaira tiba-tiba yang sembari tadi menggelengkan kepala melihat tingkah teman sekamarnya. Yang ditegur merasa malu melihat sikapnya yang ternyata diperhatikan. 

"Tidak, aku terlihat aneh jika tidak memakainya. Lihat, pucat sekali kan?" kali ini Galea menghapus olesan gincu itu sedikit, memamerkan bekas bibirnya yang tadi terkena gincu. 

"Hahahha... tentu tidak, Galea. Kau beneran terlihat cantik. Walau tidak memakai gincu itu." jawab Humaira. Gincu itu memang milik Humaira, namun hanya dipakai jika ada pesta perayaan tertentu agar terlihat lebih "fresh".

Galea menggeleng. "Tidak, aku terlihat jelek sekali." sambil memegang pipinya, kemudian meraih kembali ekstrak plum itu. 

"Kau ini beneran keras kepala atau kau memang tak mau mendengar sih? hahaha. Kau memang cantik dan aku tak berbohong."

"Masa sih?" jawabnya ragu-ragu. Humaira berjalan mendekat demi menghampiri gadis itu. 

"Iya," seraya mengangguk. "Kecantikan seseorang itu dinilai dari sini-" tangannya meraih tangan Galea dan meletakkannya didepan dada. " Dari hatinya. Dan buat apa kalau kita cantik, tapi akhlak dan kata-kata kita menyakiti orang lain. Aku rasa, inner beauty lah yang akan membuat kau terlihat cantik dan itu ditunjukkan oleh kita yang berakhlak mulia, Galea."

Galea hanya termenung mendengarkan kata-kata yang diucapkan Humaira. Seperti tersentrum, ia merasa kata-kata itu sebuah sindiran. Bagaimana tidak, selama ini ia menilai kecantikan seseorang itu berdasarkan fisik semata. Sesuatu yang bisa dilihat oleh kasat mata dan tidak dengan hati. Namun egonya mengakui bahwa yang dikatakan Humaira barusan benar. Humaira memang berbeda dari gadis-gadis yang ia kenal di Ottomere, ia tahu itu sejak awal. Ia tak sekaya gadis-gadis yang disana, ia pun tak menggunakan sebarang alat solek di wajahnya, ia juga bukan dari keturunan bangsawan. Namun yang membuatnya tertarik dan terlihat cantik adalah kepercayaannya pada Tuhan dan juga segala nilai-nilai ketuhanan yang ia junjung tinggi untuk setiap kegiatannya sehari-hari. 

"Kamu tahu tidak, hati yang baik akan terpancar dari wajahnya. Maka dari itu, berusahalah kita membersihkan hati dari segala yang mengotorkannya. Dan satu lagi, senyumlah karena kau tak tahu siapa yang akan jatuh cinta dengan senyumanmu." lanjut Humaira sambil menambah sedikit asupan gombal didalamnya. 

Gadis DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang