d.e.l.a.p.a.n.

201 20 3
                                    

Galea's POV

Yaay! Rasanya seperti anak kecil yang tengah merengek es krim dan langsung dibelikan sepuluh set haagen daaz rasa strawberry ketika diajak oleh your so-called-current-crush jalan-jalan, ups berburu. Seneeeng banget!! Hari ini matahari tampak cerah menampilkan teriknya yang membuat siapapun melelehkan keringat. Aku heran, sudah seminggu aku habiskan disini dan tak seorangpun datang dari Ottomere mencariku. Paling tidak, kakekku yang kepala suku harusnya lebih bisa perhatian dengan cucunya yang terbuang! Saat ini, aku memang tidak bisa berlama-lama dengan segala kesedihan yang aku dapatkan dengan berperginya orang tuaku, dan syukurlah, lama kelamaan aku bisa perlahan menerima kenyataan pahit itu. Hanya beberapa hari setelah kehilangan ayah ibuku dan segera aku putuskan untuk move on, move up, move forward and never give up. Do good to others and others will do good to you in return! 

Diluar rumah kami saat itu tengah berdiri seseorang yang tak kalah tinggi dibanding Adam. Rambut pirangnya yang sedikit panjang nampak lurus terhurai. Kulitnya yang putih dibaluti dengan kemeja putih dan celana slim fit berwarna khaki. Bola matanya berwarna zamrud kehijauan. Ia termenung melihatku yang saat ini baru saja menginjakkan kaki diluar rumah. 

"Hai," sapanya sambil menunjukkan sederet giginya yang putih. 

"H-hai," aku menjawab sedikit salah tingkah. 

"Kau gadis yang ditemukan temanku di hutan ya?" Lelaki itu melirik Adam yang tengah berdiri disampingnya.

"Ah-iya. Kau tahu dari mana?" tanyaku balik. Well, ini pertama kalinya buatku berbicara dengan seseorang yang bukan keluarga Adam. Jadi, rasanya sedikit canggung. 

"Ini, teman terbaikku bercerita kepadaku." Ia merangkul pundak Adam. "Sebenarnya sudah lama aku ingin kemari. Dan kau cantik sekali." tutur lelaki itu, kali ini ia menyenggol pinggang Adam seraya tersenyum nyengir. Adam hanya diam tak memandangi kami sedikitpun. Matanya berlari ke awan, seolah-olah mengekori burung yang terbang melewati atas kami. Lagi-lagi, sikap cueknya membuatku semakin ingin mengintainya. Ya, ya, aku memang gila.

Pipiku terasa memanas dipuji didepan umum seperti ini. Aku diam dengan ujung bibir yang tertarik beberapa senti.

"Ih, Kak Philip! Mulai ya gombalnya! Gak habis-habis dari dulu! " celetuk Humaira. Orang yang dipanggil Philip menyeringai lebar. 

 "Biarin. Atau kau cemburu ya aku memujinya?" goda lelaki itu yang membuat Humaira bergidik mendengarnya.

"Ih, siapa bilang! aku pun tak sudi denganmu, Kak!" tukas Humaira dengan bibir merungut. Philip melirik gemas kearah Humaira seraya mengedipkan mata. "Hati-hati saja kalau kau nanti akan menyukaiku! hahaha" jawab lelaki itu. Adam hanya menggelengkan kepala. Heran dengan segala tingkah laku adik dan temannya.

Sedetik kemudian, Philip menyodorkan tangannya ke arah ku dan aku dengan serta merta meraih tangannya. 

"Aku Philip. Dan kau?"

"Aku Galea. Galea Monrov."

"Dari suku mana kau berasal?"

"Ottomere." jawabku simpel.

"Senang berkenalan denganmu, Gadis Ottomere." ia masih memegang tanganku dan berniat  meraihnya kearah bibir itu sebelum--

"Hei, hei, aku rasa tak perlu kau praktekan hal itu disini. Lagipula punggung tangan Galea bisa terkena wabah gatal jika kau menciumnya." Adam dengan serta merta menarik tangan Philip, memaksanya melepaskan genggaman itu. Humaira tertawa lebar.

Ada sedikit rasa yang aneh saat Philip meraih tanganku dan merasa nyaman ketika Adam melepaskannya. Legaa sekali rasanya. Tunggu, tunggu, Adam melepaskan genggaman tangan Philip dari tanganku? Oh tidak, aku mulai ge-er.

Gadis DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang