s.e.m.b.i.l.a.n.

165 15 0
                                    

Para petualang Dandelion segera balik ketempat masing-masing. Termasuk empat sekawan yang sedari tadi menghabiskan waktu di Lilaac. Langit yang semakin senja terlihat mendung. Tak hanya langit, udara pun nampaknya juga tak mau kompromi, alias dingin sekali. Petir sudah berkali-kali berkilat. Seingat Humaira, itu adalah cara Allah sedang melemparkan syaitan. Tanda bahwa makhluk terkutuk itu telah mencuri berita diatas sana. 

Masih dipimpin Philip, mereka segera bergegas melalui jalan short-cut yang biasa dilalui Adam dan dia ketika berburu. Jalan dimana kakak beradik itu menjumpai tubuh Galea yang dibuang. Jalan dimana Allah menakdirkan beberapa makhluk-Nya bertemu. Jalan dimana Allah memberikan ujian kepada mereka. Apakah ia akan sabar? Pasrah? Atau malah komplain dan menggerutu? Apakah ia justru lebih-lebih akan melanggar perintah Nya?

Philip semakin mempercepat langkahnya. Betul-betul seperti askar, ia bagai tupai meloncat sana sini dengan lihai. Dibarisan depan, ia memerintahkan ajudan-ajudan dibelakangnya agar berhati-hati dengan jalanan yang lembab dan yang pasti, mempercepat gerakan mereka. Yang ditakutkan saat hujan lebat adalah mereka terpaksa berteduh dan menunggu hingga hujan reda. Dan menunggu itu bukanlah kegiatan yang menarik. Apalagi di tengah hutan dengan segala aksesorisnya yang kalian pasti tahu. Entah jin, hewan-hewanan, semak-semak, batang pohon yang terlihat seperti ular dan yang lain sebagainya. Selain itu, jalanan bisa saja licin karena lumut hijau yang bertebaran hampir diseluruh penjuru tanah.

Saat ini Humaira berada diposisi belakang Philip, dan kebetulan sekali karena sudah terbiasa ikut abangnya berburu, kemampuan loncat sana-sini dapat dengan mudahnya ia lakukan. Begitu juga dengan Adam. Gerakan cekatan itu bagaikan piece of cake baginya. Ia dapat melakukan berbagai aksi tanpa halangan sedikitpun. Namun sayangnya, itu semua tidak buat sang gadis Ottomere. Boro-boro berburu di hutan, jalan-jalan keliling Ottomere saja bisa dibilang sangat jarang disebabkan berbagai kelas yang harus ia hadiri. Dan ini mengakibatkan ia berada di posisi paling belakang. Ditambah lagi dengan pasokan sinar matahari yang berkurang yang membuat gadis itu beberapa kali tersandung oleh batu-batuan atau akar yang menjulang dari dalam tanah. Untungnya tidak sampai terjerembab atau jatuh berguling-guling. Tampak juga nafasnya yang sudah memburu satu sama lain. Sejujurnya ia sudah lelah sekali. Beberapa saat ia memandangi punggung tegap didepannya. Hanya berbeda satu meter. Namun saat tersandung oleh batu atau akar, ia dan Adam bisa terpisah sekitar tiga sampai empat meter. Dan seperti saat itu, punggung bidang itu sudah menghilang dari pandangannya.

Ya Tuhan kenapa mereka cepat sekali? Aku bahkan tak sanggup menyaingi langkahnya! Keluh Galea dalam hati. 

Berkali-kali ia berlari kecil agar paling tidak jarak ia dan orang didepannya tidak terpaut jauh. 

"Oh, sudah tampak! Oke sedikit lagi!" Galea berusaha menarik dress panjangnya sampai lutut untuk mempermudah langkahnya dan terus mempercepat kaki. Untunglah, ia tak jadi kehilangan sosok yang ada didepannya. Sesekali Adam memandang kebelakang untuk memastikan Galea ada dibelakangnya. Paling tidak, ia tak perlu khawatir akan kehilangan gadis itu. Kehilangan dalam artian Galea tidak tersesat, bukan kehilangan dalam konteks yang aneh, misalkan jika harus dikaitkan dengan perasaan yang personal, karena Adam sendiri belum merasakan getaran apa-apa di dalam dadanya. Hanya saja, ia terkadang memikirkan gadis itu. Kata-katanya, tawanya atau tangisnya. Ingat, hanya terkadang dan bukan sering.

Sebenarnya Galea berharap agar Adam berjalan dibelakangnya. Laki-laki yang bertanggung jawab selalunya akan melakukan hal  itu dan bukan malah berjalan didepannya. Menurutnya, lelaki yang baik akan lebih ada a sense of protecting those people under his supervision. Galea kadang berfikir, jika kata-kata seperti "Kamu tak apa-apa, kan?" atau "Apakah kamu baik-baik saja?" keluar dari bibir Adam, hal seperti itu saja akan mudah sekali membuatnya gembira dan bersemangat. Kata-kata itu ibarat bisa jadi mood booster buat untuk jiwanya yang kering kerontang seperti saat ini. Saat di mana hilangnya harapan. Hanya saja, terkadang, Galea tak faham dengan jalan fikiran Adam. Sesaat, ia bisa jadi sosok manusia yang paling hangat dan sesaat yang lain, ia bisa jadi seseorang yang paling dingin dan ia benci. 

Gadis DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang