t.i.g.a.b.e.l.a.s.

142 16 0
                                    

“Jadi intinya kau sedang patah hati gara-gara Adam?”

Rumah makan itu terletak tidak seberapa jauh dari Emsik. Hanya beberapa meter dari toko pakaian tadi dan saat ini mereka berada di salah satu mejanya. Yang unik dari rumah makan ini adalah tempatnya yang terdiri dari berbagai gubuk terpisah walau terkumpul di dalam satu ruangan. Tidak banyak cahaya yang masuk, hanya bergantung pada lampu lampion yang tergantung indah di setiap gubugnya dan yang pasti, membuat suasana terasa syahdu dan tenang. Mereka sudah lima belas menit disana. Dan pelayan itu sudah mengantarkan cokelat panas beserta shredded sweet corn dengan daging panggang yang membuat air liur Galea meleleh seketika. Philip meminta gadis itu untuk memesan apapun yang ia mau, dan kemudian menawarkan pilihan makanan favoritnya yang akhirnya disetujui oleh gadis itu. Meski kombinasi menu daging dan segelas cokelat panas terdengar irrelevan, tapi ia rasa cokelat bukan pilihan yang buruk untuk mengantisipasi perasaan yang tengah dirundung kesedihan.

“Nih, lebih baik kau minum dulu agar perasaanmu tenang.” Philip menyodorkan gelas berisi cokelat panas. “Kau tahu tidak? Cokelat itu mengandungi zat-zat yang bisa membuatmu tenang.”

“Oh ya?” Galea segera menyesap cokelat hangat itu pelan-pelan. Sesekali nafasnya bersahutan agar tubuhnya stabil.

“Iya, dan ia bisa meningkatkan zat-zat nourotransmitter ke otak yang akan memicu pengeluaran hormon-hormon pembuat senang dan rileks seperti dopamin.”

“Wow, kau terdengar seperti seorang dokter sekarang.”

“Hahaha. Aku membacanya di sebuah buletin waktu itu.” Philip memandangi lekat-lekat wajah dihadapannya.

“Pengetahuan yang bagus.” Galea hanya tersenyum mengangguk. Ia mulai memotong daging itu seperti dadu dan mengambil satu suapan. Meski lapar, etika ketika sedang makan benar-benar ia jaga.

Philip menegakkan tubuhnya, jari-jarinya ia kaitkan satu sama lain ala seorang konselor yang ingin memulai ceramahnya.

“Galea, kau dengarkan aku ya.”

“Hmm?”

“Apapun yang dikatakannya jangan kau masukkan kedalam hati. Anggap saja ia masuk ditelinga kanan dan kau keluarkan lewat telinga kiri. Lagipula, manusia  tak luput dari kesalahan kan?”

“Sebetulnya aku tak menyalahkannya sih. Mungkin aku yang terkadang terlalu menganggap lain sikapnya. Kau tahu kan, tipikal orang yang jatuh cinta. Sedikit hal yang dilakukan oleh orang yang kau sukai, dan kau akan merasa ia menyukaimu juga. Aku rasa aku yang terlalu kegeeran.” Ada nada miris pada suara Galea. “Aku hanya sedikit kecewa dengan caranya menyampaikan ketidaksukaannya padaku.”

Philip menyunggingkan semyuman.“Kau tahu tidak? Sebetulnya rasa suka itu wajar jika hanya sekedarnya. Jika ia berlebihan, kau akan terus terasa disakiti. Dan Tuhan tidak menyukai segala sesuatu yang berlebihan. Seperti saat ini, kau kecewa dengan sikapnya kan?”

“Kau tak kan pernah tahu rasanya berharap, Philip.”

“Aku faham akan perasaanmu. Tidak ada yang salah dengan berharap. Yang salah ialah ketika harapan itu terlalu tinggi dan kau lupa untuk menyadari dimana posisimu, apalagi jika ia tak sesuai dengan kenyataan. Dan akhirnya kau sendiri yang merasakan sakitnya patah hati.” Senyum Philip merekah, seolah ia memberikan ketenangan tertentu buat pendengarnya.

“Hmm, kau benar.” Galea mengangguk lalu melahap lagi satu potong dagingnya. “Kau tak makan?” Matanya beralih pada meja didepan Philip yang tidak ada makanan atau minuman.

“Hahaha.. dengan melihatmu saja aku sudah kenyang.” Kemudian Philip melanjutkan kata-katanya.

 “Banyak orang bilang, dalam hidup ini, mengalami patah hati itu wajar.”

Gadis DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang