Di dalam ruangan, aku duduk sendirian. Tertegun sambil memandang jauh di jendela sebrangnya, memamerkan langit yang beranjak semakin gelap. Sesaat sebelum ini, hatiku masih merasakan kedamaian, tetapi semua itu kemudian menghilang berganti dengan perasaan sedih.
Adzan magrib pun mulai berkumandang. Ku mainkan ponselku, membuka aplikasi instagram. Aku terdiam saat membaca salah satu postingan yang ada di feed istagram.
"Pada titik yang runtuh, jangan pernah merasa sepi, yakinlah pertolongan Allah itu pasti"
Ya, aku sudah lama meninggalkanNya. Mungkin Allah menegurku agar ingat kembali padaNya, atau mungkin Allah mengingatkanku kalau aku harus meminta hati Bimo hanya untukku?
Aku segera bergegas, mempercepat langkahku menuju mushola. Sialnya selama menginap di tempat ini aku sama sekali tidak pernah menginjakan kaki di Mushola.
Setelah bertanya pada salah satu petugas hotel, aku sampai pada tempat yang sangat ingin kutuju, MUSHOLA. Aku akan meminta Bimo pada penciptaNya, pemilik yang lebih mempunyai Hak.
Aku mengusap wajahku, hatiku lebih tenang karena telah mengadu dan meminta.
Masih dalam posisi duduk, aku melepas mukena pink yang kukenakan. Aku berhenti melipat ketika aku melihat Ira juga baru saja selesai dan melipat mukenya.Hatiku kembali bergemuruh, hati kecilku ingin sekali mengajaknya bicara, menanyakan, apakah ia mempunya hubungan dengan Bimo. "Ah tidak perlu, pikirku" Namun rasa penasaran sungguh membuatku tidak tenang, aku segera merapihkan mukena dan meletakannya pada lemari yang ada di belakangku.
Dengan suasana hati yang tidak karuan, aku menghampiri Ira yang masih duduk di atas sejadahnya.
"Ra..." panggilku pelan.
"Eh Mba Ghalia, abis solat juga?"
"Hmhm..., Ra aku mau nanya sesuatu, jawab jujur ya" tanyaku tanpa basa basi.
"Eh apa tuh mba, boleh aja kok"
"Aku liat chat Line kamu sama Bimo, kamu punya hubungan apa sama dia?"
"Hah? Bimo? Ga ada mba. Waktu itu Bimo duluan yang chat aku, ya aku sih tau Bimo itu anaknya suka bercanda, jadi aku bercandain balik"
"Bimo pacarku Ra...." akhirnya aku memberitahu Ira.
"Memang yang tau hubungan kami hanya Mba Jess dan Mas Banu. Kami menutupi demi profesionalitas kerja.
Ira hanya diam mendengar pengakuanku. Aku menatap ira lama, memperhatikan wajahnya secara detail, cantik gumamku dalam hati. Alisnya tebal namun rapih, matanya indah, bulu matanya lentik. Wajar kalo Bimo naksir.
Kemudian Ira tersenyum. "Mba, aku sama Bimo ga punya hubungan apa-apa, meskipun kami pernah chat. Aku nanya ke Bimo, apakah kalo chat begini nanti ada yang marah, Bimo jawabnya engga"
"Tapi kamu suka Bimo?"
"Ya enggalah mba, Bimo itu anaknya berantakan, jorok lagi. Bukan tipeku banget kalo urusan pacar."
"Yakin Ra?
"Ya yakin dong, mana mungkin sih aku suka sama cowo yang slengean kaya Bimo, ngerokok lagi. Haduh, bukan tipeku mba!" Jawab Ira sambil tertawa.
"Mba, gini ya. Aku suka sama Bimo hanya sebatas teman, dia anaknya suka ngelawak. Jadi aku ya sukanya cuma sampai di situ doang. Aku ga punya perasaan apa-apa ke Bimo".
"Aku percaya sama kamu Ra, tolong jaga kepercayaanku ya Ra".
"Tenang aja mba, sekali lagi Bimo itu bukan tipeku. Mamaku juga gak bakal setuju kalo aku sama dia".
"Thanks ya Ra, sori kalo aku nanya hal ga penting kaya gini".
"Gpp kok mba"
"Ya udah yuk Ra naik ke atas. Acaranya mau di mulai.
"Yuk!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MAPS (Maka Ku Ikuti Peta Yang Mengarahkanku PadaNya)
RomanceTugasnya melupakan tapi manusia memilih hidup dalam ingatan. -Rintik Sedu-