Chapter 17

297 43 0
                                    

"Yeobo, aku ambilkan teh lagi ya?" Minah, ibu dari Jungkook hendak bangkit dari duduknya. Tubuhnya berbalik dan membeku di tempat ketika melihat Jungkook sedang diam tidak jauh dari tempatnya.

"J-Jungkook?" ucap ibunya sambil tergugup, tidak lama ia langsung menghampiri Jungkook. Ayahnya sendiri, Yoonhyeong langsung menengok ketika nama anaknya disebut.

Jungkook hanya tersenyum tipis, ketika sang ibu memeluk dirinya. Netranya pun saling bertabrakan dengan lelaki paruh baya yang sedang berjalan menghampirinya.

"Kau kesini rupanya, tidak dapat dipercaya" Jungkook hanya berdecih pelan, sedangkan Minah melepas pelukannya. Sepertinya ia harus memecahkam kecanggungan yang sedang terjadi antara suami dan anaknya kini.

"Jungkook, lebih baik kita masuk ke dalam. Lagipula kamu baru datang pasti lelah" ucap ibunya, sambil berusaha meyakinkan Jungkook.

"Eomma, masuklah dahulu. Aku perlu berbicara dengan Appa" Hyuna sepertinya tidak bisa memaksa lagi, ia akhirnya masuk ke dalam dengan harapan tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan olehnya.

"Mana kekasihmu? rupanya kau berbohong lagi" Yoonhyeong bersedekap lalu menatap kembali anaknya. Kini ia melangkahkan kembali kakinya agar lebih dekat dengan Jungkook.

Jungkook hanya diam dan menunduk, lalu beberapa menit kemudian ia menaikkan kepalanya. Ia menunjukkan smirk-nya, tidak lama sebuah tamparan melayang ke pipi mulusnya itu. Hingga meninggalkan jejak luka kecil yang tidak seberapa sakitnya dibanding perkataan ayahnya yang lebih sakit dari luka yang ia dapatkan.

"Kau belum puas Appa? tampar lagi!" ucap Jungkook hingga membuat orang yang berada di dalam rumah keluar untuk menyaksikan kejadian tersebut.

Tanpa disadari, air mata Jungkook lolos begitu saja dari maniknya. Sebenarnya ia sangat lelah dengan semua ini, mungkin tidak ada pilihan lain selain setuju di jodohkan dengan keluarga Im, sesuai ucapan ayahnya beberapa minggu lalu.

Hyuna yang melihat kejadian teraebut segera berlari dan menengahi pertengkaran yang terjadi.

-love i n paint-

"Kamu becanda kan Yer?" Yeri yang merasa bingung dengan sikap Hanbin barusan hanya diam menatap sahabatnya itu heran.

"Ya enggak Bin, aku serius" Hanbin berusaha memasang wajah sesantai mungkin, padahal hatinya berkata macam-macam dan ingin menghajar lelaki yang dijodohkan dengan Yeri. Bagaimana bisa Hanbin biarkan, Ia lebih dulu kenal dengan Yeri. Dan laki-laki lain dengan mudahnya akan bersanding dengan wanita yang ia cintai.

Ia mencoba mencari ide agar Yeri terlolos dari perjodohan tersebut. Lagipula, Yeri pasti tidak mau hal ini terlaksana fikir Hanbin.

"Heh malah ngelamun, kayaknya aku harus pulang. Kamu simpan nomorku yang baru ya? nih" Yeri memberikan secarik kertas secara sembunyi-sembunyi kepada Hanbin. Bodyguard yang bersamanya tidak boleh tahu, ia pun segera berpamitan kepada Hanbin dan kembali pulang.

Hanbin menatap kepergian Yeri hingga perempuan itu hilang dari pandangannya. Kini ia menatap secarik kertas yang beberapa saat lalu baru saja diterimanya.

Untung saja Hanbin ingat janjinya dengan Yeri, alasannya telat datang tidak lain karena lupa—ya Hanbin, memang adalah orang yang pelupa. Makan siang pun ia lewatkan begitu saja, jadi ia memutuskan untuk memesan makanan, perutnya pun sudah berbunyi sedaritadi.

Dua potong roti dan secangkir americano menjadi pilihan pengganti makan siangnya. Selain itu, ia memikirkan cara untuk menghentikan perjodohan Yeri.

Ah, Hanbin lupa kalau ia memiliki janji dengan orang lain juga. Ia memutuskan untuk segera bergegas dari sana. Ia berharap segera menemukan jalan keluar untuk permasalahan ini.

"Aduh, maaf saya gak sengaja"

Beberapa dokumen berjatuhan ke lantai, saat Hanbin tak sengaja menabrak seorang wanita yang baru saja akan masuk ke dalam kafe. Tangannya dengan sigap membantu merapikan kembali dokumen tersebut. Tidak lupa juga mengambil secarik kertas pemberian Yeri yang ikut terjatuh.

"Maaf ya saya gak sengaja" ucap Hanbin sembari memberikan dokumen kepada pemiliknya.

"Ah iya gapapa, makasih udah bantu saya"

Hanbin segera keluar dari kafe tersebut dan menuju parkiran dimana mobilnya diparkirkan. Ia membuka pintu mobil dan segera menancapkan gas membelah jalanan Kota Seoul yang akan menggelap.

Sepanjang perjalanan, Hanbin tak henti-hentinya memikirkan jalan keluar untuk masalah yang baru saja dihadapinya. Lebih tepatnya sih—masalah wanita pujaannya. Menurutnya, kalau Yeri terkena masalah, Hanbin harus berusaha juga membantunya.

Tidak membutuhkan waktu yang begitu lama, Hanbin sampai di depan sebuah rumah mininalis berpagar coklat. Ia tersenyum begitu melihat seorang wanita paruh baya tengah menyapu halaman dan segera berlari untuk memeluknya.

"Eomma, Hanbin rindu"

Terkejut dengan yang baru saja terjadi, wanita tersebut melepaskan sapu yang berada di genggamannya hingga terjatuh ke atas tanah. Ia tersenyum dan menatap lekat sang anak yang jarang sekali pulang ke rumah, karena Hanbin memiliki sebuah apartemen di tengah kota yang jaraknya lumayan jauh dari rumah orangtuanya.

Mereka pun memasuki rumah, dan Hanbin langsung memeluk sang ayah ketika bertatapan langsung. Ia sangat amat rindu, bisa dihitung sudah satu bulan lamanya ia tak berkunjung karena banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan.

Keluarga tersebut pun berkumpul di ruang tengah, untuk saling melepas kerinduan masing-masing. Berbincang mengenai berbagai hal, bergurau ria, walau Hanbin kini sedang tertimpa masalah—pandai menyembunyikannya dengan apik.

-love i n paint-

Yeri baru saja kembali ke rumah dengan kedua bodyguard setia di sampingnya. Hari ini cukup melelahkan baginya, apalagi harus pergi ke butik bersama lelaki menyebalkan seperti Jaehyun. Ditambah setiap ia kemanapun dan pergerakan yang dirinya lakukan pasti diawasi dan selalu diikuti kemana-mana.

Lagi-lagi ia mendengar panggilan dari sang ayah untuk bergabung dalam makan malam. Yeri sendiri tidak sama sekali merasa nafsu untuk makan, berbicara saja sangat malas. Ia tahu hal tersebut, hal yang tidak baik tapi bagaimana pun juga ia sangat benci kepada sosok ayahnya kini.

Langkahnya berjalan menuju kamar sang ibu—ia memastikan keadaannya baik-baik saja. Yeri mendudukan dirinya diatas kursi kayu yang diletakkan di dekat ranjang, netranya menatap lekat ibunya yang kini tengah tertidur dengan pulas

Tangannya kini meraih jemari sang ibu dan menciumnya. Tanpa bosan, ia terus menatap wajah damai Seohyun. Sudah setengah jam berlalu, Yeri pun bangkit dari duduknya dan meninggalkan kamar ibunya.

Ia berjalan menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya, langkahnya begitu lambat saking lelahnya. Begitu masuk ke dalam kamar, ia langsung menjatuhkan diri di atas ranjang empuknya. Matanya ia pejamkan—kembali memikirkan berbagai kejadian yang sudah menimpanya beberapa akhir ini.

Yeri tidak habis fikir, mengapa hidupnya harus seperti ini. Padahal sebelum hal ini terjadi, semuanya begitu baik-baik saja. Keluarganya pun harmonis dan bahagia.

Yang Yeri tahu, kalau hal ini sudah terjadi, bagaimanapun Yeri menyangkalnya, percuma saja.

TBC

Dilanjutin deh jadinya hehe, semoga suka ya! Maaf kelamaan update♡

love in paint - jungri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang