Chapter 3

6K 484 63
                                    

Mother sangat senang bisa mengatakan ini padamu, Honey. Ayahmu dengan romantisnya mengajak Mother pergi berkeliling Eropa.
Tanpa sihir.
Ya, kamu harus siap jika seandainya suatu saat nanti kami memberi adik untukmu.
O, ya! Mother mendapat surat dari Pansy Parkinson. Dia bilang kamu sedang mendekati Miss Granger, right?
Jika iya, Mother harap itu benar-benar karena suka ataupun cinta. Jangan karena taruhan. Dia tak pantas untuk diperlakukan dengan buruk, Son.

Haha, yasudah. Semangat belajarnya untukmu, dan titip salam untuk Miss Granger.

Ps. Nanti Mother akan kirimkan oleh-oleh untuk kalian.

With Love, NM

-------------------------

Draco memutar bolamatanya setelah membaca surat dari ibunya. Untunglah dia sudah kembali ke Hogwarts, jika Ia terus menerus ada di Manor, yang ada dia akan muntah karena orangtuanya yang tak tahu usia itu terus bermesraan.

"Tak pantas diperlakukan tak layak, eh? Mother tidak tahu saja jika anaknyalah yang sering diperlakukan tidak layak oleh musang betina itu," gusarnya.

Dengan santainya, Ia melempar lembar perkamen itu ke tempat sampah tanpa ada keinginan untuk membalasnya, lalu keluar dari kamarnya untuk mencari Hermione.

Tepat di ruang rekreasi, Hermione duduk di sofa merah sambil membaca buku yang entah apa itu. Langsung saja pemuda itu duduk berdempetan di sebelah Hermione

"Honey, aku merindukanmu," ucapnya seraya mendusel pada bahu Hermione.

Gadis itu seperti biasa mendengus kesal dan menampar pelan pipi Draco, sehingga berbunyi 'plop'.

Draco tak berhenti, Ia melingkarkan sebelah lengannya ke pinggang kecil Hermione, "Kau sangat menggoda iman. Kau tahu, Mother sangat suka membicarakan tentangmu ketika tahu bahwa kau yang menjadi partnerku sebagai ketua murid. Tadi dia mengirim surat, dia bilang, "Jaga calon menantuku, Son," dia bilang begitu. Jadi sebagai anak yang baik, aku harus mematuhi kata ibuku, kan?"

Maafkan aku, Mother😢

Hermione membiarkan pemuda itu berbuat demikian, asal tak menganggu aktivitas sakralnya, "Malfoy, aku tahu kau tertarik padaku. Tapi jangan menjual nama ibumu agar kau digubris olehku. Cih.. Sangat tidak etis," decihnya.

Draco memasang wajah cemberut, yang tentunya tidak Hermione lihat, karena gadis itu terus menatap kumpulan kata dan kalimat pada buku itu.

Mereka terdiam beberapa saat.

Draco langsung memecahkan keheningan dengan topik lain, "Granger, kan sekarang Dumbledore mengizinkan penyihir keturunan muggle membawa alat teknologi, kenapa kau tak membawanya seperti Potter yang selalu membawa besi kotak yang besar itu?" kali ini Ia bertanya dengan posisi duduk menghadap Hermione.

Gadis itu mulai menutup bukunya dan berjalan ke arah perpustakaan mini di sudut ruang rekreasi, "Aku membawanya." ucapnya singkat.

Kedua alis pemuda itu mengerut, "Kau tak pernah menunjukkannya padaku," balasnya kesal.

"Untuk apa aku menunjukkannya? Yang ada jika aku menunjukkannya, kau akan malas belajar seperti Ron yang sudah kecanduan film di laptop Harry."

Draco mendengus, "Granger.. Tapi inikan aku, siswa terpintar seangkatan. Aku tidak akan menjadi bodoh hanya karena teknologi," Ia bersikeras ingin melihat teknologi milik Hermione.

Argumen yang Draco berikan malah tak ditanggapi sama sekali oleh gadis itu. Ia malah mengambil buku lainnya dan duduk di lantai yang beralaskan karpet berbulu lembut, lalu melanjutkan bacaannya dari halaman pertama.

Dengusan keras keluar dari Draco. Ia memilih mengalah untuk hari ini, dan memilih untuk berbaring di lantai dengan berbantalkan paha Hermione yang tertutupi oleh celana panjangnya.
.
.
.

"Bagaimana, mate?" Blaise Zabini langsung melontarkan pertanyaan pada Draco yang baru saja duduk di kursi panjang Great Hall untuk mendapatkan makan malam.

Pemuda berambut pirang itu menaikkan sebelah alisnya, "Apanya?" bukannya menjawab, Draco malah memberi pertanyaan juga, sebab Ia tak tahu apa yang Blaise maksud.

Blaise menjelaskan dengan sabar, walaupun Ia merasa gemas dengan kelemotan siswa terpintar diangkatannya (setelah Hermione tentunya), "Bagaimana rasanya satu asrama dengan Granger? Dari kemarin aku selalu ingin menanyakan hal itu, tapi kau terlihat sangat sibuk dan lelah. Ya, sebagai teman yang pengertian, aku membiarkanmu menikmati penyiksaan itu," lanjutnya dengan santai.

Sesendok Creme Brulee mendarat sempurna di sebelah mata Blaise, berterima kasihlah pada Draco yang dengan nafsunya melemparkan makanan khas Perancis itu pada pemuda berkulit hitam tersebut.

Pansy terkikik geli, "Asal kau tahu saja, Drake, sejak seminggu yang lalu dia sibuk bercinta dengan gadis Foxee dari Ravenclaw itu."

"Gadis kelas 5?" Draco membelalakkan matanya tak percaya.

Blaise dengan bangganya menepuk dadanya, "Dia nikmat, mate. Tapi jujur, setiap bercinta dengannya aku selalu memikirkan wajah Granger. Aahh," ucapnya dengan wajah tanpa dosa.

Sang Ketua Murid Putra mendengus marah, Ia menyihir lidah Blaise agar pemuda hitam itu tak bisa bicara lagi. Lalu Ia mencondongkan wajahnya hingga dekat dengan telinga Blaise, "Dengar, kawan. Aku takkan segan padamu jika kau memikirkan Granger sebagai objek fantasi liarmu. Aku sudah memberitahumu di kereta waktu itu. Aku tak peduli kau sahabatku sejak kecil ataupun saudara kandungku! Kuingatkan kau sekali lagi, Granger milikku. Hanya aku yang boleh menyentuhnya!" desisnya pelan, namun tajam.

Blaise mengangguk-anggukkan kepalanya dengan cepat.

Draco beranjak dari kursi dan kembali ke asrama ketua murid meninggalkan Blaise yang masih dalam kondisi terkena mantra Draco. Untunglah ada Pansy yang bisa mengembalikan kondisi seperti semula.

Blaise bernapas keras, "Hah! Aku tidak akan pernah memikirkan Granger lagi. Jujur, Draco mengerikan. Salah geser sedikit, mungkin Ia akan menciumku."

Dengan gemas, Pansy memukul kepala pemuda Zabini itu menggunakan sendok kotor bekas kentang tumbuk.

"Ouch!"
.
.
.

Sementara itu.

"Sayang, kamu lihat dalamanku, tidak?"

"Sudah kubakar, Honey. Toh kita tidak membutuhkannya juga. Ini bulan madu kita."

"Lucy... Jangan jahil."

"Jangan merengek seperti itu, Cissy. Kau membuatku ingin menerkammu."

"Aku marah padamu!"

"Aku juga mencintaimu, sayang."
.
.
.

EHE

Eh naon?

Sexy Brunette | DRAMIONE PROJECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang