5. LOVE IS UNEXPECTED

226 11 0
                                    
















Jiyong duduk berselonjor sendirian di ruang latihan. Dia baru saja istirahat setelah latihan selama dua jam bersama tim dancer-nya. Ruangan itu sudah kosong karena para dancer-nya sudah keluar lebih dulu untuk mengisi perut mereka.

Keringat membanjiri seluruh tubuhnya. Bahkan bajunya pun terlihat seperti dia baru saja disiram air pel. Kkk~

Malam ini dia akan tampil di acara penghargaan tahunan untuk para musisi. Dan ini adalah sesi latihan terakhir mereka sebelum benar-benar tampil nanti malam.

Tangannya lalu meraih handuk di atas tas ranselnya. Mengusap peluhnya dengan benda warna biru muda itu. Seperti biasa, latihannya selalu menguras tenaga. Tapi setidaknya dia menikmati semua ini karena inilah yang dia inginkan.

Dia menatap sekelilingnya. Kosong. Sepi. Hanya ada pantulan dirinya pada cermin besar tempat dia dan para dancer-nya menyelaraskan gerakan mereka.

Hening....

Jiyong menghela nafas. Sejak berteman dengan Youngbae dia tidak suka sendirian. Setidaknya harus ada seseorang yang menemaninya. Dia terbiasa ditemani. Meski tidak saling bicara setidaknya dia tau bahwa ada manusia lain di sampingnya.

Kesendirian ini.. membuatnya mengingat luka yang pernah dirasakannya. Teman-temannya di sekolah dulu. Dara. Luka-luka itu ... Dia akan mengingatnya jika dia tengah sendiri dan dia sama sekali tak suka. Membuat dadanya sakit.

Dara...

Sebenarnya dia sudah tak terlalu memikirkan mantan kekasihnya itu. Setidaknya luka yang ditorehkan Dara sudah sembuh 90%. Cukup cepat memang, tapi itu lebih baik daripada dia terlalu lama terpuruk. Hidupnya bukan hanya tentang Dara. Apalagi wanita itu sudah mencampakkannya demi pria lain. Jadi untuk apa harus susah payah memikirkannya? Life must go on!

Dan Lee Chaerin...

Entah kenapa nama itu tiba-tiba terlintas di kepalanya. Nama wanita yang sudah dua minggu ini tak sempat ditemuinya karena terlalu sibuk latihan. Dia hanya sempat mengirim pesan pendek atau menelepon sebentar. Well, setidaknya dia bisa mendengar suara wanita itu.

Tanpa sadar bibirnya membentuk sebuah senyuman. Senyum yang sarat akan rasa geli dan aneh terhadap dirinya sendiri. Merasa aneh dan geli mengingat bagaimana sikapnya saat pertemuan terakhir mereka.

Dia tak bisa menjelaskan bagaimana sebenarnya hubungan dirinya dan dokter cantik itu sekarang karena dia sendiri pun tak mengerti.

Teman? Niatnya memang seperti itu sejak awal. Tapi sepertinya ini semua tak berjalan seperti itu. Dia merasa jika perlakuannya terhadap Chaerin itu berlebihan jika hanya disebut seorang teman.

Selama dua minggu ini meski hanya melalui ponsel dan dalam durasi yang sangat minim Jiyong terus memantau keadaan Chaerin. Sama sekali tidak ingin melewatkan apa pun tentang wanita itu tiap harinya. Meski Chaerin menjawabnya sembari mengomel karena merasa terganggu.

Jadi apa itu masih bisa disebut perhatian seorang teman?

'Aku kan sudah bilang jangan meneleponku lagi.'

'Hari ini apa yang kau makan?' Jiyong mengacuhkan ucapan Chaerin yang entah ke berapa kalinya itu.

'Haruskah aku mengatakannya padamu?'
'Ya.'

'Kenapa?'

'Karena aku ingin tau.'

Chaerin mendengus sebal. Memang Jiyong pikir dia siapa-nya? Menyebalkan!

'Aku makan gimbab.' Seperti biasa Chaerin selalu menjawab pertanyaannya juga. 'Kau puas? Sekarang tutup teleponnya.'

'Kau tidak meninggalkan sisa makanan di gigimu kan? Apa kau sudah menggosok gigi? Pasta gigi apa yang kau pakai?'

Unexpected Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang