Perlahan Rara menuruni tebing. Dia mendorong sedikit badannya menjauhi tebing dengan kaki saat turun supaya tali tidak tersangkut salju atau batu yang menonjol. Sementara kedua laki-laki di atas menahan tali supaya tidak terulur tiba-tiba agar Rara tidak meluncur jatuh.
Ketika sampai di tempat Sayaka, gadis itu segera membuka ikatan tali di pinggangnya dan menghampiri Sayaka. Posisi gadis Jepang itu sedikit aneh, namun tidak ada tulang yang patah karena salju begitu tebal. Rara membuka sarung tangannya untuk memeriksa denyut nadi. Untunglah Sayaka masih hidup.
Rara bergegas membuat jerat untuk menahan dada dan punggung Sayaka. Dia terpaksa melakukan itu semua dengan jemari tanpa sarung tangan supaya ikatannya lebih kuat dan mantap. Setelah siap, dia sedikit menarik tali untuk memberi tanda pada Trius dan Ryu. Perlahan tubuh Sayaka ditarik ke atas sedikit demi sedikit.
Setelah itu dia tinggal menunggu tali datang kembali. Rara memperhatikan tonjolan batu yang diselimuti salju tebal ini. Sayaka beruntung sekali tubuhnya terbanting tidak lebih dari sepuluh meter. Jika tidak ada tonjolan ini atau salju tidak cukup tebal, entah bagaimana nasib Sayaka? Rara menggelengkan kepala, mencoba mengusir bayangan buruk.
Tangannya yang terus menerus menahan beban berdenyut-denyut mengirimkan sinyal nyeri. Namun belum sempat dia mengeluh, tali kembali datang. Kali ini Rara membuat jerat yang sama seperti tadi, memakai sarung tangannya lalu mulai mendaki. Mendaki tebing yang dipenuhi salju jelas lebih sulit daripada tebing untuk latihannya di Bogor. Namun dia pantang menyerah. Masih sempat dibayangkannya bercerita pada Rawi bahwa dia memanjat tebing kaki Mount Erebus yang terkenal ini.
Satu meter terakhir, Rara sudah tidak sanggup menarik badannya lagi. Tangannya bergetar hebat dan napasnya mulai putus-putus kekurangan oksigen. Dia bergantung pada usaha Trius dan Ryu yang menariknya. Sampai di atas, dia mengusap google yang tertutup salju. Agak terhuyung, dia masuk ke dalam pelukan Trius.
"Aku hampir mati ketakutan ketika melihatmu turun tadi," bisik laki-laki itu tidak peduli pandangan Ryu pada mereka. Trius memasang masker oksigen yang dibawanya pada Rara. Untunglah dokter Edward sempat menyelipkan oksigen kaleng untuk berjaga-jaga. Ryu juga memasang oksigen itu ke Sayaka.
Setelah itu Ryu menggendong Sayaka menuju gua hangat yang baru saja mereka tinggalkan. Dia akan menghubungi sisa tim dari sana agar dapat membawa Sayaka dan Rara kembali ke station. Meskipun Rara bersikeras untuk jalan sendiri, tapi dia berdiri dengan gemetar dan kemudian tidak menolak ketika Trius menggendongnya.
Sesampainya di gua, Ryu kembali mengecek kondisi Sayaka. Udara yang hangat cukup aman untuk membuka jaket Sayaka. Untunglah tidak ada luka parah hanya ada lebam di sana-sini tempat jerat mengikat tubuh Sayaka. Rara menghela napas lega. Dia mendengar Ryu melakukan kontak dengan sisa tim lainnya dan memberikan koordinat tempat mereka.
"Maaf, aku bertindak sesukanya," gumam Rara saat melihat raut wajah laki-laki tampan di sampingnya yang masih terlihat pucat.
Trius mengacak rambutnya lalu tersenyum lemah. "Seharusnya aku yang minta maaf. Tidak semestinya kamu yang turun tadi."
"Tapi kenapa kamu tidak mencegahku, Olaf?"
Sekarang Trius menatap Rara dengan tatapan yang bisa membuat semua salju di tempat ini mencair. Hanya dengan tatapan, gadis itu merasakan kehangatan tulus yang dipancarkan oleh Demitrius Fujikawa. Seketika itu Rara mengerti.
Pertanyaan Trius tadi adalah, "Apa yang kamu butuhkan, Ra?" bukan kenapa. Satu kalimat itu menyiratkan banyak hal dan lebih indah daripada sekedar kata I love you. Bagi Rara, ucapan Trius berarti apapun keputusan Rara, laki-laki itu bersedia untuk mendampingi dan menyediakan kebutuhannya. Itu berarti apapun keputusannya, Trius bersedia untuk tetap hadir dan mendukungnya.
Rara tidak pernah memiliki banyak kesempatan untuk memilih hal yang dia sukai secara terbuka. Mungkin karena dia terbiasa diarahkan sejak kecil. Hanya Rawi yang mampu membuat Rara menjadi manusia, bukan sekedar boneka berwujud manusia yang bisa disuruh-suruh. Lalu kini, ada seorang lagi yang bersedia menerima Rara apa adanya. Air mata mendadak mengalir di pipi gadis itu.
"Kenapa kamu menangis, Rara?" Tangan besar Trius mengusap air mata itu.
"Terima kasih."
"Apa kamu selalu berterima kasih sama orang lain dengan menangis?" Goda Trius sampai senyum terbit di wajah itu. Rara memukul lengan laki-laki itu dengan gemas.
"Aku tadi takut kehilanganmu, Rara. Tapi aku juga tahu, bahwa kamu butuh bantuan. Itu sebabnya aku tidak menolak atau mencegahmu."
Trius menuang cokelat panas ke tutup termos dan membiarkan Rara menyesap kehangatan. Mereka berdiam diri berdampingan. Jantung Rara terasa berdebar keras, mungkin karena adrenalinnya masih terpacu oleh kejadian sebelumnya. Namun bisa juga karena dia duduk di samping laki-laki tampan sehangat matahari.
Tepat saat itu, sisa tim lainnya datang. Mereka sedikit ribut saat tahu kejadian yang menimpa Rara dan Sayaka. Pada mereka, Rara mengatakan bahwa Sayaka terpeleset hingga terjatuh dan menariknya. Trius memandang Rara dengan sayang. Sampai saat terakhir pun, gadis itu tetap menjaga harga diri orang yang akan menyakitinya.
Kata orang, kualitas seseorang terlihat ketika mereka dilanda kesulitan atau bencana. Kata-kata itu benar. Dia melihat kualitas berlian yang sangat indah dalam hati seorang Afra Gaia Puteri, gadis yang mencuri perhatian dan hati Demitrius Fujikawa.
Tim yang baru datang mulai membuat rencana. Sayaka yang belum sadar dari pingsannya harus dibawa dengan tandu. Beberapa orang membuat tandu darurat. Setelah semua siap, mereka turun dari gunung perlahan.
Fukai Station sudah diberitahu kejadian itu dan dokter Edward sudah bersiap-siap dengan alat-alat medisnya untuk memeriksa Sayaka dan Rara. Sebuah snow coach dikirim untuk menjemput mereka.
Sepanjang perjalanan turun, Rara merasakan tangannya terasa aneh. Dingin itu tidak kunjung hilang dan dia tidak merasakan apapun saat berpegangan pada batu. Trius melirik gadis itu lalu tanpa kata, dia memapah Rara.
"Hei, Olaf. Aku harus bilang ini sebelum terlambat."
"Bilang apa?"
"I think I'm falling in love with you," bisik Rara. Semburat merah terlihat di wajah Trius.
Laki-laki itu tidak mengatakan apa-apa, tapi dia tersenyum senang. Fukai Station sudah terlihat dari kejauhan. Mereka menaiki snow coach yang menjemput. Rara menggigil kedinginan dalam dekapan Trius meskipun pemanas dinyalakan. Wajahnya kian lama semakin pucat.
"Ra, kamu nggak apa-apa?" Pertanyaan itu berulang kali dilontarkan namun Rara hanya menganggukkan kepala. Gadis itu sudah tidak sanggup berpikir. Trius melepas jaket luarnya lalu menyelubungi tubuh Rara. Tindakan itu dibalas dengan gumaman terima kasih yang lemah, membuat Trius ingin menendang bokong supir yang mengendarai snow coach ini terlalu lambat.
"Jangan berpikir untuk menendang supir yang menjemput kita, Trius," ucap Rara saat melihat raut wajah laki-laki itu sambil tertawa pelan. Trius hanya mendengkus sebal dan mengeratkan pelukannya.
Ketika kaki Rara menginjak halaman Station, dia tidak tahan lagi. Tubuhnya limbung dan suara terakhir yang didengarnya adalah suara Trius memanggil namanya berulang kali. Kemudian gelap yang lebih pekat dibanding malam menelan segalanya.
*
Finally Rara bilang kata-kata itu. Tapi ....
Mudah-mudahan siang ini bisa lanjutin ya.
Jangan lupa klik bintang di bagian kiri dan tinggalkan komennya.
Salam dari Trius
Yang lagi berusaha gendong Rara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beyond the Ice (Completed)
Romance[Sudah diterbitkan oleh KMC Publisher] [Complete wattpad version] [KMC Romance Series] Afra Gaia Puteri (Rara) melarikan diri dari perjodohan yang dibuat keluarganya. Dia memutuskan untuk menerima tawaran sebagai asisten profesor dalam penelitian pe...