Konstruksi tahap pertama berjalan dengan lancar. Cuaca yang mendukung, membuat pekerjaan ini lebih mudah selesai. Semua bahan konstruksi dikirim menggunakan pesawat atau helikopter yang kini rutin datang ke pangkalan udara South Pole Station. Bagi Mika, ini kebahagiaan tersendiri. Dia jadi bisa menitip berbagai bahan makanan supaya tim yang tinggal di station tidak bosan dengan menu yang itu-itu saja.
"Cheers!" seru para peneliti, teknisi dan pekerja konstruksi.
Malam ini mereka mengadakan makan malam bersama sebelum malam tahun baru. Beberapa teknisi akan kembali ke keluarga mereka di pemukiman penduduk Chile. Beberapa lagi kembali ke Fukai Station. Konstruksi pengalihan gletser memang terletak di tengah-tengah antara South Pole Station dan Fukai Station.
Pandangan mata Trius menyapu seluruh ruangan mencari sahabatnya. Mika sibuk sejak pagi menyiapkan bahan masakan. Akhirnya setelah mencari-cari, Trius menjumpainya duduk di pojok ruang makan, menghirup kopi panas sambil melamun.
"Capek?" Seharusnya pertanyaan itu tidak perlu diucapkan. Sekali lihat saja Trius tahu Mika sangat kelelahan. Dia hanya seorang diri ditambah dua orang bantuan untuk menyiapkan makanan bagi 60 orang. Sahabatnya hanya tersenyum lalu menepuk tempat di sampingnya, menyuruh Trius untuk duduk.
"Kalau Rara ada di sini, dia pasti ikut bantuin masak. Kamu tahu, masakannya itu enak banget."
Trius mengernyitkan dahi, "Masak apa dia?"
"Sup daging."
"Kapan?"
"Waktu kamu bilang itu sup terbaik yang pernah kamu makan." Mika terbahak melihat raut wajah Trius. Itu masa-masa saat Trius masih sering menggoda dan menyindir Rara sampai gadis itu selalu naik darah bahkan kalau hanya melihat siluet Trius.
"Jadi besok kamu akan terbang ke pemukiman penduduk?"
"Ya."
"Sampaikan salamku untuk Rara."
Dua minggu terakhir ini adalah ujian yang sangat berat bagi Trius. Berada di Kutub Selatan memang berarti kita harus siap terisolasi dan bertemu dengan orang yang itu-itu saja. Apalagi jika terjadi badai. Interaksi yang terbatas dengan ruang lingkup membosankan, bisa membuat orang terkena dampak psikologis serius.
Belakangan ini Trius baru menyadari bahwa hari-harinya yang tidak membosankan di station adalah karena Rara. Dia senang mendengar gadisnya itu berbicara atau melihat wajahnya saat melamun dan menatap angkasa, seolah mencari bintang yang tidak terlihat di cahaya matahari tengah malam. Dia juga suka melihat rona merah seperti ceri yang selalu terbit di wajah Rara saat digoda. Rasanya kerinduan ini begitu membuncah.
Trius beranjak ke arah ruang duduk, mengambil posisi favorit Rara saat menatap langit di luar sambil memainkan ponselnya. Dia ingin menelepon gadisnya sekarang.
"Hai, Princess. What are you doing?" tanyanya begitu teleponnya tersambung.
"Hai, Trius. Aku tadi sedang mengobrol dengan Anna. Bagaimana makan malam kalian?" Dia memang sempat bercerita pada Rara tentang makan malam terakhir mereka bersama-sama sebelum tahun baru.
"Menyenangkan. Mika kangen kamu. Katanya kalau ada kamu pasti tugasnya lebih ringan." Di ujung sana, Rara tertawa lepas.
"Kalau kamu, kangen juga?" Bukan main gadisnya ini. Semakin lama, dia semakin berani menggoda.
"Menurutmu bagaimana?"
"Menurutku sudah pasti Demitrius Fujikawa merindukanku setengah mati." Rara masih tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beyond the Ice (Completed)
Romansa[Sudah diterbitkan oleh KMC Publisher] [Complete wattpad version] [KMC Romance Series] Afra Gaia Puteri (Rara) melarikan diri dari perjodohan yang dibuat keluarganya. Dia memutuskan untuk menerima tawaran sebagai asisten profesor dalam penelitian pe...