24. My Darkest Day

1.9K 224 16
                                    

Seperti kehidupan yang terus berjalan, tidak peduli apa yang terjadi, begitulah Trius menjalani hidup tanpa Rara. Dia sungguh merindukan senyum gadis itu. Bahkan di beberapa waktu, dia mencari-cari sosok yang dicintainya tanpa sadar. Dia akan menatap seluruh ruangan dan menemukan mata Mika yang memandangnya dengan sedih.

Rara kembali ke Jakarta tiga hari setelah pembicaraan mereka yang terakhir. Dia pulang membawa separuh hatinya. Belum pernah Trius bekerja sekeras ini. Siang hari, dia memimpin konstruksi tahap kedua untuk pengalihan gletser. Harapan mereka, sebelum musim dingin semuanya sudah selesai. Selain itu, tim yang menyusuri permafrost juga sudah menemukan jasad binatang yang diduga membawa bakteri. Mereka sudah mengevakuasi jasad binatang tersebut dan akan membakarnya.

Di malam hari Trius akan tertidur di laboratorium dan bangun pagi-pagi buta untuk menelepon Rara. Meskipun kehilangan, di hadapan Rara, dia harus terlihat kuat. Setelah berminggu-minggu bekerja keras, hari itu dia harus menghadap Profesor Nikijima dan Profesor Ezra.

"Trius, aku tahu kamu bekerja keras untuk menutupi sesuatu. Aku tidak mengeluh untuk hasilnya, tapi aku mengeluh karena kamu terlalu membebani tubuh. Untuk itu, kami akan meminta bantuanmu sekali lagi." Trius mengerjapkan mata mendengar ucapan Profesor Nikijima.

"Kami butuh bantuan untuk mengetes obat yang sudah dikembangkan. Tolong untuk pergi ke Jakarta menggantikanku dan tes bakteri-bakteri ini dengan obat itu." Profesor Ezra menyerahkan beberapa kontainer khusus untuk mencegah es mencair.

"Aku juga memberimu akses tidak terbatas di Biotechnology Research Center. Silakan pakai laboratorium terbaik kami, juga ruang kerjaku. Kamu sudah mengenal Rawi? Dia memang staf accounting kami, namun karena kamu sudah mengenalnya, dia yang akan membawamu ke direktur kami," lanjut Profesor Ezra.

"Berangkatlah tiga hari dari sekarang. Serahkan semua laporan yang sudah kamu buat padaku. Biar aku yang akan meneruskannya." Profesor Nikijima tersenyum.

"Oh ya, kalau kamu sudah sampai di Jakarta, sempatkanlah menjenguk Rara. Salam dari kami yang merindukan keceriaannya di sini." Kali ini bibir Trius mengembang dalam senyuman sempurna. Dia berdiri tegak lalu menundukkan kepalanya, memberi hormat pada kedua profesor yang berdiri dengan tenang sebelum keluar dari ruangan.

Belum pernah Trius merasakan begitu bersemangat menyiapkan kepergiannya. Dia mengecek berulangkali laporan yang akan diberikan pada Profesor Nikijima, melihat daftar pekerjaan yang sudah diselesaikannya untuk Profesor Ezra dan memastikan para teknisi melakukan tahap kedua dengan baik.

"Hai! Aku dengar kamu akan pergi ke Jakarta." Trius mendongak dan menatap rambut hitam panjang yang membingkai wajah cantik Sayaka. Dia lupa, sudah beberapa hari ini Sayaka ada di sini untuk membantu Profesor Nikijima.

"Ya," jawabnya singkat, tidak ingin berlama-lama dengan perempuan yang membuat Rara celaka. Dia berdiri dan bersiap pergi.

"Trius, aku harus bicara padamu." Suara itu terdengar gemetar.

"Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, Sayaka."

"A-aku hanya ingin minta maaf. Aku tahu, seharusnya aku meminta maaf pada Rara. Tapi dia tidak ada di sini dan itu semua gara-gara aku. Sampaikan permintaan maafku padanya, ya." Trius memandang wajah perempuan di hadapannya. Tidak ada kepura-puraan di wajah itu, maka dia memutuskan untuk menerima permintaan maaf Sayaka.

"Aku akan menyampaikannya dengan catatan kamu tidak boleh mendekati Rara atau aku lagi. Juga tidak boleh menyakiti dan mencelakakan orang lain lagi. Selamat tinggal, Sayaka."

Trius berjalan tanpa menoleh lagi. Dia menerima permintaan maaf Sayaka bukan tanpa sebab. Dibayangkannya jika Rara ada di sini, dia pasti akan langsung memaafkan Sayaka. Bagi Rara setiap orang layak diberi kesempatan kedua. Jika Rara tahu tindakannya hari ini, gadis itu pasti akan tersenyum senang.

Beyond the Ice (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang