Demitrius Fujikawa
Seandainya bisa
Biar kuambil deritamu
Agar senyum itu tidak hilangSeandainya bisa
Kubekukan waktu
Agar waktu bersama kita semakin panjang❄❄
Pernahkah kamu merasa kehilangan yang sangat besar sampai hatimu terasa sakit? Nyeri tanpa luka yang terus membayangi setiap waktu, menekan dan memilin setiap tarikan napas. Trius belum pernah merasakan hal seperti ini.
Dia terlahir dengan wajah rupawan dan otak yang baik. Setiap orang menaruh harapan padanya. Namun kenyataannya, dia tidak bisa berbuat apa-apa ketika orang-orang yang disayanginya menderita. Pertama ibunya, sekarang Rara.
Wajah Rara yang pucat pasi terlihat mengerikan. Dia ingat, beberapa waktu lalu saat gadis itu jatuh dalam pelukannya dengan mata terpejam dan bibir kebiruan. Rara, gadisnya yang luar biasa kuat, terpaksa kalah dengan udara dingin.
Dokter Edward sedang mengusahakan pertolongan pertama untuk kondisi gadis itu dengan merendam tubuhnya dalam air hangat yang diatur suhunya. Ini sudah hampir dua jam sejak pengobatan pertama, Trius berjalan mondar-mandir di depan ruang tidur Profesor Nikijima. Hanya ruang tidur itu yang dilengkapi dengan kamar mandi dengan bathup.
Seseorang menyodorkan kopi. Dia mendongak dan menatap Ryu, peneliti yang tadi pergi bersamanya. Tanpa sungkan laki-laki itu duduk di lantai lalu menepuk tempat di sebelah kanannya, memintanya untuk duduk.
"Kamu terlihat berantakan," kata Ryu menghirup kopi miliknya sendiri.
"Kamu juga pasti seperti ini kalau orang yang kamu cintai ada di dalam sana, berjuang untuk hidup." Trius tersenyum pahit. Dia ikut duduk di lantai, menggenggam gelas kopinya.
"Rara gadis kuat. Dia pasti akan bertahan."
Siapapun bisa melihat kalau ucapan itu hanya hiburan semata. Rara terancam frostbite atau radang dingin. Jika itu terjadi, kemungkinan besar ada bagian tubuh gadis itu yang harus di amputasi. Meskipun gejalanya di kulit tidak terlihat seperti itu. Namun dia seolah membeku. Trius mengacak rambutnya dengan sebelah tangan. Rasanya saat ini, panggilan kesayangannya pada Rara menjadi senjata yang berbalik pada tuannya.
Terdengar suara pintu dibuka. Trius berdiri tergesa sampai kopi yang masih panas sedikit tumpah. Dia tidak peduli, hanya ada satu kepeduliannya sekarang. Rara.
"Ah, kamu di sini, Trius? Rara tidak terkena frostbite. Untunglah. Namun dia harus beristirahat malam ini di ruang kesehatan. Kamu istirahatlah sejenak, setelah itu kamu bisa menemaninya. Aku akan mengurus Rara dan memindahkannya."
Rasanya seolah beban ratusan ton terangkat dari bahunya. Dia menghela napas lega lalu menyenderkan badan ke tembok. Setelah ini semua lewat, baru Trius menyadari betapa lelahnya dia. Digenggamnya tangan dokter Edward dan mengucapkan terima kasih. Ryu menepuk bahunya untuk menyemangati.
Setelah memastikan dokter Edward selesai mengurus Rara dan memindahkan gadis itu, Trius kembali ke kamarnya sendiri untuk membersihkan badan. Air hangat mengucur membasahi rambut dan badannya. Suara air menyamarkan isak tangis yang keluar dari bibirnya.
Seingat Trius, dia berhenti menangis setelah kepergian ibunya saat berusia 12 tahun. Baginya, itu adalah kenangan tersedih dalam hidup. Ibunya meninggal karena kanker. Dulu dia berencana menjadi dokter supaya tidak ada manusia yang menderita seperti ibunya. Lalu impiannya berbelok menjadi peneliti. Dia ingin meneliti bagaimana kehidupan bisa diubah dari hal paling kecil.
Sepanjang hidupnya, Trius hanya belajar, diskusi, meneliti sel atau spora, ikut dalam tim ekspedisi dan hal membosankan lainnya. Dia terbiasa bekerja keras dan perlahan bersikap dingin.
![](https://img.wattpad.com/cover/207466073-288-k892852.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Beyond the Ice (Completed)
Romance[Sudah diterbitkan oleh KMC Publisher] [Complete wattpad version] [KMC Romance Series] Afra Gaia Puteri (Rara) melarikan diri dari perjodohan yang dibuat keluarganya. Dia memutuskan untuk menerima tawaran sebagai asisten profesor dalam penelitian pe...