"Diam!" desis Trius setelah Rara terus tertawa selama 15 menit. Gadis itu sampai terbungkuk-bungkuk dan mengeluarkan air mata.
Rara mengambil napas panjang, berusaha untuk menahan diri namun tiga detik kemudian dia kembali tertawa. Trius menarik gadis itu mendekat dan memeluknya.
"Ah, Kak!"
Laki-laki itu langsung mendorong Rara menjauh sementara gadisnya tertawa lagi. "Oh, Lord! Wajahmu sangat menggemaskan, Trius."
"Kamu masih mau tertawa? Aku mau bikin kopi dulu."
"Kenapa bikin kopi?"
"Biar bisa lihat tawa kamu sambil minum yang hangat-hangat." Sebuah lap melayang dan menimpa wajah Trius sebelum ucapan itu selesai.
Trius tersenyum simpul melihat gadis berambut panjang di hadapannya yang susah payah menahan tawa. Wajah gadis itu merona dan terlihat cantik sekali. Rara menggeret sebuah kursi dan duduk sementara Trius mengembalikan piring-piring ke tempatnya.
"Kakakku memang selalu iseng. Dia mungkin tahu tentang kamu dari Rawi. Jangan marah sama dia, ya?" Rara pasti sangat menyayangi kakaknya.
"Baiklah, love." Trius mencium sekilas pipi gadisnya yang kembali merona.
Terdengar ketukan dari ambang pintu. Sosok tinggi besar itu menatap Trius dengan pandangan yang sepertinya pernah laki-laki itu lihat entah di mana. Rara seolah tidak peduli dengan kedua laki-laki yang masih berpandangan itu. Tangannya mengambil sebuah bola karet dengan permukaan yang tidak halus lalu meremas-remasnya.
"Kalian sedang apa?"
"Mengobrol. Kak, sini deh. Kenapa tadi Kakak bohongin Trius?"
Sekarang laki-laki itu tersenyum miring, jelas merasa senang karena bisa mengerjai Trius. Dia melangkah masuk, duduk di samping Rara dan merangkul bahu gadis itu dengan sikap protektif. Kini Trius tahu apa yang mengingatkannya pada sikap Kakak Rara. Itu sikap seseorang Ayah yang melindungi anaknya.
"Kamu ngomong apa sih, sayang?" Mendengar ucapan sang Kakak, Rara langsung melempar bola yang dipegangnya.
"Basi!" serunya kesal.
Trius tidak paham apa yang kemudian diteriakkan kedua bersaudara itu, tapi kemudian dia tertawa. Rasanya sangat lega ketika mendengar kalau orang itu bukan Andra. Apalagi melihat interaksi mereka yang terasa akrab.
"Stop! Kenapa kamu tertawa?" Rara membelalakkan matanya.
"Menyenangkan melihat kalian berinteraksi," jawab Trius jujur.
"Jadi kamu senang melihatku berinteraksi dengan tunanganku."
"Hentikan, Kak! Dia sudah tahu." Rara menjewer telinga kakaknya yang masih tertawa-tawa.
"Baiklah, kenalkan sekali lagi. Kali ini aku jujur. Arez, kakak Rara."
Trius tertawa dan menyambut uluran tangan itu. Hatinya terasa ringan kali ini. Arez tidak seperti yang pernah diceritakan oleh Rara. Benar, dia sangat protektif tapi bukankah itu wajar seorang kakak melindungi adiknya?
Mendengar suara ramai, Anna datang melongok. Melihat semua orang masih asyik mengobrol, dokter itu menawarkan minuman hangat untuk semua. Anna membuatkan Saril panas, minuman khas Panama yang terbuat dari tanaman Rosela yang dicampur dengan jahe dan cengkeh serta ditambahkan gula supaya lebih nikmat.
Trius mengernyitkan dahi ketika merasakan aroma dan rasa yang terasa sangat asing di mulutnya. Begitu juga dengan Arez yang reaksinya bahkan lebih parah. Kakak Rara itu menyeruput sedikit lalu terbatuk-batuk. Berbanding terbalik dengan mereka, Rara terlihat menikmati minuman itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beyond the Ice (Completed)
Romance[Sudah diterbitkan oleh KMC Publisher] [Complete wattpad version] [KMC Romance Series] Afra Gaia Puteri (Rara) melarikan diri dari perjodohan yang dibuat keluarganya. Dia memutuskan untuk menerima tawaran sebagai asisten profesor dalam penelitian pe...