Pernahkah kamu merasa sepi di tengah keramaian? Hampa di tengah penuh yang menyesak. Hidup berjalan begitu lambat sementara yang lain bergerak cepat. Dunia menjadi kelabu dan air mata harus disimpan diam-diam.
Dua hari sudah berlalu sejak Trius mengucapkan selamat tinggal. Dia hidup seperti zombie sejak saat itu. Malam hari adalah saat paling menyiksa, Rara hanya bisa tidur menjelang pukul empat pagi, ketika dia sudah terlalu lelah.
Semua itu tidaklah cukup. Ibu membuat penderitaannya berlipat ganda ketika memaksanya datang ke acara ini, menggunakan gaun yang sepertinya satu ukuran lebih kecil. Rara merasa kesal, tapi seperti biasa dia sulit untuk menolak.
"Ra! Ayo!" Rara menengadah menatap laki-laki yang sedang mengulurkan tangan. Dia hanya melirik lalu keluar dari mobil, mengabaikan tangan laki-laki yang kini menggeram kesal.
"Bersikaplah baik."
"Aku bersikap baik. Dan sopan," ucap gadis itu penuh penekanan sambil memasuki gedung mewah. Kedua orangtuanya yang berdiri tidak jauh, tersenyum ketika dia mendekat.
"Halo, sweetheart. Hai, Andra." Sang Ibu mencium pipi laki-laki yang berdiri dengan senyum lebar sampai Rara merasa mual. Dia terpaksa harus datang ke acara amal ini bersama orang yang paling tidak diharapkan. Orangtua Andra mengadakan acara amal untuk korban bencana alam. Beberapa band diundang untuk memeriahkan acara, tentu saja band Andra termasuk di dalamnya.
Harus Rara akui, laki-laki itu memang hebat dalam musik. Dia mendengkus ketika melihat Andra mengedipkan mata ke arah sekumpulan gadis yang lalu menjerit histeris.
"Nanti kalau kalian udah nikah, dia pasti nggak kaya gitu," bisik Ibu dengan dahi berkerut.
"Tahu darimana, Bu? Bisa jadi malah dia selingkuh sana-sini karena merasa terkekang." Ibu menatap Rara dengan tajam tapi tidak berkata apa-apa lagi.
"Ini bukan acara amal tapi ajang pamer," desis Rara pelan ketika MC mengumumkan nama donator beserta dengan jumlah donasinya. Dia berdecak tidak suka lalu berdiri sambil merapikan gaunnya yang sedikit terlipat saat duduk tadi. Dia memutuskan untuk mencari angin segar dan menyusuri selasar menuju balkon dengan jendela-jendela besar. Rara menoleh tiba-tiba ketika aroma aquatic yang dirindukannya tercium dan tidak menemukan siapa pun di dekatnya.
"Bahkan aku mulai berhalusinasi akan dirinya," ujar Rara pahit dalam hati. Dia meneruskan langkah dan menemukan balkon yang menghadap ke arah kota dengan cahaya bagaikan kunang-kunang. Suasana di sini sepi dan angin malam yang lembut mempermainkan rambutnya. Ini tempat yang tepat untuk merayakan patah hati.
Tiba-tiba ada yang merengkuh pinggangnya. Badan Rara langsung kaku ketika orang itu memeluknya dari belakang dan meletakkan kepala di bahunya.
"Kamu harum, Ra." Suara itu serak dan bulu-bulu halus gadis itu berdiri.
"Andra! Lepas!" Rara mulai panik. Ingatan masa lalunya berkelebat cepat dalam kilasan-kilasan yang memusingkan.
"Nggak akan! Kamu itu sok jual mahal, Ra." Andra membalikkan tubuh Rara cepat. Gadis itu melihat sorot mata yang aneh. Sorot yang mengingatkannya akan kejadian 10 tahun lalu.
Baru saja dia akan berteriak, ketika bibir Andra membungkamnya. Sekuat tenaga dia melawan tapi sia-sia. Terkutuklah gaun ketat yang membuatnya susah bergerak ini. Andra memegangi kedua tangannya erat-erat. Sambil menyeringai, laki-laki itu setengah menyeretnya ke arah lift.
"Kamu teriak, aku akan mempermalukan kamu dan keluargamu." Bisikan itu keluar dari seringai saat Rara melihat beberapa wartawan datang. Dia ketakutan sekarang. Matanya berputar mencari sosok kakaknya yang belum terlihat sejak tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beyond the Ice (Completed)
Romantizm[Sudah diterbitkan oleh KMC Publisher] [Complete wattpad version] [KMC Romance Series] Afra Gaia Puteri (Rara) melarikan diri dari perjodohan yang dibuat keluarganya. Dia memutuskan untuk menerima tawaran sebagai asisten profesor dalam penelitian pe...