Hati Sutra Bertangan Tembaga

159 22 2
                                    

Rapuh itu yang ku tahu darinya....
Senyumnya mengepal setiap derita...
Bola kaca lukiskan cerita dalam dirinya...
Hati Sutra meretak menanggung rasa...
Tentang mimpi yang kandas bersama jiwanya...

Tangan tembaga mengepul bersama waktu...
Wujudkan mimpi-mimpinya yang palsu...
Derai tangis kuliti semangat yang membiru...
Semangat yang dulu padamkan api-api dalam tungku...

Senyum madu-mu masih bersemayam dalam diri...
Meski tak semanis dahulu kala...
Ketika engkau sambut tangis manja dengan simpul senyum jenaka...
Ketika engkau tertawa bersama derita...
Agar aku tak mengetahui tentang rasa yang melanda...

Ibu sampai kapan engkau harus menopang rasa...
Bergerak meronta bersama sang masa...
Menangis menjerit dalam ruang hampa...
Agar aku dapat tertawa bahagia...

Ibu
Kini ku genggam seorang gadis di telapak tanganku...
Berdiri mematung di tanah kehormatanmu...
Dengan harap jari-jari lentik kalian dapat saling bertemu...
Walau hanya sesaat waktu...

Harum semerbak bunga selimuti tanah kehormatanmu...
Tanah yang membisu menjadi sebuah jarak antara kita...
Ketika telekung suci tergantikan oleh kain senada...
Tak berjahit dan tak pula berkasta...

Otak ku berdetak-detak...
Putarkan parodi masa lalu...
Jantungku mendidih rapuh ingat senyum-mu...
Tak percaya dirimu terbujur kaku...
Tinggalkan aku sendiri yang dungu...

Ibu, maafkan aku yang tertelan waktu...
Maafkan aku yang tak bisa lindungi sayap-sayap sucimu...
lindungi tubuh rapuhmu...
Karena aku hanya seonggok kayu neraka yang hidup bersama-mu...

- Gusti Sadewo -

Bogor, 15 November 2019

Rintihan Rindu Sang Hujan {SEGERA TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang