Senang, sedih, takut, saat ini ia rasakan. Senang jika pada akhirnya, ia dapat bertemu dengan papa kandungnya. Sebelumnya ia sempat berpikir jika, pemimpin perusahaan brain itu akan meminta pernyataan yang lebih detail. Atau bahkan ingin melakukan tes DNA (Deoxyribo Nucleic Acid). Dan semua dugaannya itu salah setelah pemimpin perusahaan Brain memeluknya dengan tangisan.
Sedih, karna Anthea tidak ada bersamanya saat ini. Gadis kecil yang sering menjadi sasaran emosinya itu kini sangat ia rindukan. Tawanya, cerewetnya, tidak dengan tangisnya. Tangisan yang di sebabkan oleh dirinya.
Takut, jika Anthea tidak mau ikut bersamanya lagi atas apa yang selama ini ia perbuat.
Atha, Denis, Faisal, Enggar, dan Gibran tengah berada di apartement besar dan mewah yang di belikan oleh ayahnya di jakarta. Tidak hanya itu ayahnya bahkan mengirimkan beberapa makanan dan pakaian untuk mereka semua. Sebelumnya, pemimpin perusahaan Brain itu mengajak putranya untuk pergi ke rumahnya dengan ke empat temannya.
Tapi, Atha menolak karna ia tidak mau masuk ke rumah itu tanpa Anthea. Ayahnya mengerti, tapi ia tidak mau jika putranya itu kembali ke rumah lamanya. Lebih tepatnya rumah sementaranya.
"Gimana perasaan lo tha abis ketemu bapak kandung lo? " tanya Denis sambil mengunyah keripik di tangannya.
"Seneng sih, coba kalo ada thea" jawab Atha.
"Ceritain dong, gimana lo ketemu sama bapak lo? " tanya Gibran dengan wajah penasaran.
Atha tersenyum dan menceritakan semua kejadian secara lengkap dengan tenang. Begitu pun dengan mereka mendengarkan tanpa berbicara sedikitpun.
"M-m-m" kata Atha dengan ragu-ragu.
"Am, em, am, em. Napa lo? " tanya Faisal.
"M-makasih ya, gue beruntung punya sahabat kaya lo semua" ucap Atha dengan tulus.
"Lo semua selalu ada, di saat gue dalam kesusahan" lanjut Atha kemudian tersenyum.
"Duh, kok tiba-tiba perut gua sakit ya? " kata Denis sambil mengusap perutnya.
"Uhh, kok hawanya tiba-tiba panas sih" keluh Enggar sambip mengibas-ngibas kedua tangannya.
"Pantesan ya malam ini banyak bintang" ujar Faisal sambil menatap langit dari balik jendela.
Gibran menguap dengan tangan kanan yang menutupi bibirnya yang terbuka. "Gue ngatuk nih"
Mereka bangkit ke tempat tujuan mereka masing-masing. Denis pergi ke kamar mandi, Faisal dan Engar pergi ke balkon apartemen, dan Gibran yanh langsung naik ke tempat tidur berukuran king size.
"Eh, gue serius" ucap Atha dengan
Wajah memelas.******
Keesokan paginya, mereka pergi untuk menemui pemimpin perusaahan Brain di kantornya. Atha yang terlalu bersemangat sejak malam, tidak dapat tidur dengan nyenyak.
Mereka kini menunggu Papanya Atha yang tengah meeting di ruang khusus perusahaan dengan bosan. Di dalam ruangan tersebut terdapat satu meja bundar yang di kelilingi enam kursi yang sudah di siapkan oleh papanya.
Atha menompang dagunya dengan kedua tangannya sambil menatap ke meja. "Papa, ko lama banget ya?"
Mendengar pertanyaan Atha membuat mereka hanya mendelikan bahu. Gibran merenggangkan otot-ototnya di kursi. "Nanti juga selesai" jawab Gibran.
Mereka mendengkus kemudian, menenggelamkan wajahnya di meja dengan kedua tangan yang di lipat. Menatap ke langit-langit kemudian menutup mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARZU ✔ [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[Completed] Tidak di terima dan hanya di anggap angin bagi keluarganya. Di singkirkan layaknya sampah yang tidak berguna. Tidak merasa kasihan ataupun peduli sedikitpun. Bersikap layaknya tidak ada kehadirannya. Di ambil, dan di rawat oleh kakakny...