Arvin, bersama kedua anak dan keempat temannya. Berjalan santai ke arah ruang dokter. Meski tak sabar apa kabar selanjutnya, mereka tetap berjalan santai layaknya orang yang tidak memiliki masalah apapun.
Setelah sampai di ruang pribadi dokter yang menemukan donor Ginjal dan mata untuk putrinya, dokter itu hanya meminta Arvin dan Anthea yang masuk ke ruangnya. Sementara sisanya, menunggu di luar.
Atha yang sejak Arvin dan Anthea masuk ke ruang pribadi dokter, mondar mandir tak karuan. Rasa penasaran menyelimuti dirinya.
"Kaya, orang kebelet nikah lo tha! " ujar Denis tak tahan melihat Atha yang berjalan kesana kemari.
Atha mengehela napas kasar kemudian, ia duduk di samping Faisal. Karna, hanya Faisal lah sahabatnya yang pikir akalnya masuk ke logika. Faisal merangkul bahu Atha, "Semuanya pasti baik-baik aja kok tha" kata Faisal menenangkan diri Atha.
Tak lama kemudian Arvin keluar bersama Anthea dan dokter yang menanganinya. Arvin berjabat tangn dengan dan dokter itu pun berlalu. Dengan segera Atha dan ke empat temannya, berlari menghampiri. "Gimana pah? " tanya Atha dengan penasaran.
"Semuanya baik, dokter bilang semua saraf si pendonor sehat tidak terjangkit virus sedikitpun. Walaupun ia sudah meninggal organya akan tetap hidup di anthea" jawab Arvin.
"Siapa pendonor itu pah? " tanya Atha lagi.
"Papa belum tau, besok kita kembali lagi sekalian tes kecocokan saraf anthea " jawab Arvin berharap semuanya baik-baik saja.
*****
Sesampainya di rumah Atha tidak lepas berada di samping Anthea. Hingga saat Ke empat temannya pamit, Anthea masih berada di dekatnya. Kini keduanya berada di kamar Anthea, Atha memeluk Anthea dengan erat hingga tak ada celah sedikitpun.
Anthea menggeliat. "Hmm, ka.. Th.. Ea.. Sesekk! " pekik Anthea.
Atha terkekeh, lalu melonggarkan pelukkannya. "Dulu aja minta di peluk sampe nekat diem-diem. Sekarang kakak peluk dengan kasih sayang malah gak mau, dasar kutil! " ledek Atha.
"Ishh, enggak ya! " kata Anthea mengelak.
"Apa perlu di peragain ulang? " goda Atha.
Anthea berdecak. "Iyaiya, thea dulu pengen banget di peluk kakak, setiap liat ka fais sama adikknya thea suka ngebayangin itu kakak sama thea. Bercanda setiap hari, jangankan sehari sedetikpun kakak marah kalau thea di samping kakak" kata Anthea dengan nada sedih.
Mendengar perkataan Anthea membuat Atha kembali dalam penyesalan. Ia mengingat kembali masa-masa Anthea tersiksa karna perbuatannya.
"Tapi, sekarang kakak sayang sama thea gak kaya dulu lagi " seru Anthea dengan girang.
"Kalo misalkan kakak itu sebenernya pura-pura baik sama kamu gimana? " tanya Atha.
Mendengar perkataan Atha, Anthea tidak merasa takut ataupun resah. "Gapapa, yang penting masih nempel sama kakak, dan udah di peluk. Lagian kalo kakak pura-pura gak mungkin kan, kakak cape-cape nyelamatin thea dari kakek"
Atha terkekeh mendengar jawaban adiknya, ia tak menyangka jika Anthea sudah bisa berpikir logis. Ia kira Anthea akan menangis atau meminta penjelasan yang lebih.
Atha mencium pipi Anthea dengan gemas. Kehangatan yang selama belasan tahun Anthea inginkan kini akan segera terwujud.
"Kakak mau nanya dong"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARZU ✔ [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[Completed] Tidak di terima dan hanya di anggap angin bagi keluarganya. Di singkirkan layaknya sampah yang tidak berguna. Tidak merasa kasihan ataupun peduli sedikitpun. Bersikap layaknya tidak ada kehadirannya. Di ambil, dan di rawat oleh kakakny...