Love And Lie

98 3 0
                                    

Karya : Zahwa

"Seluruh misi telah dilaksanakan, target sudah dinyatakan meninggal." seorang lelaki dengan jubah hitam juga dengan sebuah topi yang membalut kepalanya, berbicara dengan seseorang yang jauh disana menggunakan media telepon genggam.

  Lelaki itu dengan santainya, menendang 2 orang mayat yang tergeletak tak berdaya dengan berbagai macam luka yang ada ditubuhnya, luka tusuk di bagian perut, hingga tusukan dibagian jantung.

   "Liam!" Lelaki dengan jubah hitam itu menyerukan seseorang lelaki yang berpakaian sama dengannya, yang tengah sibuk menghilangkan bukti.

  Merasa namanya dipanggil lelaki itu atau liam menoleh dan berjalan menuju partner sekaligus sahabtanya itu.
 
  "Ada apa?" Tanya liam menatap raizel, lelaki yang telah membantunya membunuh target kali ini. "Kau sudah menghilangkan bukti?" Tanya raizel, raizel merogoh saku celananya lalu mengeluarkan sebatang rokok, yang dinyalakan olehnya dengan pematik berlambang tengkorak seperti ukiran yang sangat langka.

  "aku sudah melakukannya." liam memutar bola mata malas, sebenarnya dia malas berpasangan dengan raizel, karena dia tahu raizel sangat lah angkuh dan senang sekali memerintah, padahal kedudukan mereka sama, yaitu sebagai mafia yang melakukan tugas ketika di beri perintah oleh bos besar yaitu Arnelle.

  "Bagus, kau bereskan kedua mayat ini, makam kan dengan layak, jangan lupa berdoa untuk mereka, aku akan pergi mengunjungi target berikutnya, melihat jadwal yang tepat kapan malaikat pencabut nyawa menjemput nya." Jelas raizel yang tak ragu ragu mengeluarkan asap rokok dari mulutnya, berlalu pergi meninggalkan liam.

   "Cih! Dasar!" liam mendecih dengan segera membersihkan 2 mayat yang tak berbentuk ini, dalam organisasi mereka setelah melakukan pembunuhan mereka harus memakamnya dengan layak agar mereka tak menanggung dosa.

   Misi yang di berikan big bos Arnelle cukup mudah untuk ukuran seperti raizel dan liam, alasan bos Arnelle menyuruh membunuh 2 orang ini yaitu suami istri karena mereka telah mengetahui jalur penyeludupan narkoba yang organisasi mereka lakukan.

Peraturan di organisasi mereka adalah, "Barang siapa yang mengetahui identitas ataupun bisnis yang kita lakukan, harus di basmi dan di lenyapkan, terkecuali anggota organisasi sendiri"

  Maka dari itu sekarang liam dan raizel berada di rumah megah ini, yang tak lain adalah seorang pemilik perusahaan yang cukup terkenal di amerika sebagai penghasil pajak terbesar, membunuh suami sekaligus istrinya yang sudah terlanjur mengetahui organisasi mereka.

  liam menghela nafas lelah setelah membersihkan kedua mayat ini, biasanya setelah ini dia akan meminta hans selaku tim forensik untuk melakukan pembersihan lebih lanjut.

   liam berjalan menyusuri seluruh rumah yang sepi ini, ternyata liam baru mengetahui sebuah rumah tanpa maid ataupun pelayan satupun, menurut informasi yang liam dapat keluarga ini memilih tak memiliki pembantu karena alasan tertentu.

   Sampai ketika pada sebuah ruangan, liam menghentikan langkahnya, merasakan sebuah derapan kaki yang tak begitu jauh dari tempatnya berdiri, dengan sigap liam mengambil pistol yang ada di saku jubahnya, bersiap menarik pelatuk jika benar ada seseorang selain dirinya disini.

  Dengan perlahan dan tanpa menimbulkan suara, liam mendekat kearah suara itu, sambil melirik sekeliling karena bisa saja polisi atau penjaga keamanan tersembunyi datang dan mengetahui kelakuan kejam liam.

  liam secara tiba tiba menodongkan pistol nya pada sebuah objek, yang tengah menatapnya dengan penuh ketakutan, gaun berwarna putih panjang serta rambut hitam legam menjuntai membuat liam kebingungan seketika, dia sempat menelisik wajah dari wanita cantik yang ada dihadapannya kini.

  Kulit pucat dengan iris berwarna amber yang sangat cantik, membuat atmosfer yang berada di sekeliling menjadi lebih hangat. Tapi tak lama kemudian wanita itu jatuh tersungkur kelantai, dengan keadaan yang sudah tidak sadarkan diri.

Refleks liam berlari untuk melihat keadaan gadis itu, liam panik dia sempat memukul mukul pelan pipi gadis itu namun tak berhasil membuatnya sadar, sehingga liam terpaksa menggendongnya dengan gaya bridal style menuju mobilnya yang terpakir dihalaman belakang, karena terlalu panik liam lupa akan tugasnya untuk membersihkan mayat, lagi pula dia masih bisa memanggil hans atau siapapun untuk membantunya, sementara dirinya akan sibuk dengan gadis ini.

***

Liam menatap gadis yang tengah terbaring di hadapannya ini, gadis yang sangat cantik, dengan kulit seputih salju yang turun diawal musim dingin.

  Tak lama liam melihat pergerakan dari gadis yang belum dia ketahui namanya ini, membuka matanya pelan, gadis itu langsung memposisikan tubuhnya duduk di tempat tidur, dengan wajah ketakutan sambil menatap liam.

  Gadis itu memundurkan tubuhnya akan menjauh dari liam yang berada di sampingnya, menarik selimut yang membalut tubuhnya untuk sekedar melepasakan rasa ketakutan yang melanda.

   "Kau sudah sadar?" Tanya Liam dengan wajah yang mengkhawatirkan, gadis itu hanya menunduk ketakutan, sambil menggeleng gelengkan kepalanya.

   "Kemari... Aku tak akan menyakiti mu."  liam menepuk pelan kasur, memerintah kan agar gadis itu mendekat.

  Gadis itu hanya menggeleng sambil ketakutan dengan wajah yang sangat pucat.
"Aku meminta mu baik baik, aku tak akan menyakiti mu, jika kau tidak menuruti perintah ku, aku akan memperlakukan mu dengan kasar." Liam menarik senyum menyeringai membuat gadis itu semakin ketakutan, pada akhirnya dengan pelan gadis itu mendekat ke arah liam, walau dengan tubuh yang gemetar, juga suhu tubuh yang sangat dingin, seperti terkena hipotermia.

   "Siapa namamu?" Tanya liam lembut, demi dewa neptunus, inilah pertama kalinya seorang liam berkata dengan lembut pada seorang wanita. "na—namaku achazia " jawabnya dengan suara pelan, sangat pelan tapi halus terdengar di telinga liam.

   "Nama yang indah, bisa kau katakan kenapa kau ada di rumah itu?" Tanya liam lagi, "Aku—aku adalah anak dari keluarga itu" Jawab achazia atau bisa di sebut acha.

   Liam melotot, setahunya keluarga itu atau orang yang dibunuhnya tak memiliki anak ataupun saudara, "Baiklah... Terimakasih untuk sementara kau tinggal di sini, kedua orang tuamu menitipkan mu padaku, sementara mereka pergi ke luar negeri." Jelas liam dengan sebuah senyum yang sangat manis, senyum yang tak pernah dia tunjukkan pada siapapun.

   Hari berlalu hari, liam semakin dekat dengan acha, mereka mulai memiliki hubungan akrab, acha pun mulai terbiasa dengan liam walaupun acha tidak tahu bahwa liam memiliki rahasia besar tentang keluarganya.

  Setiap acha bertanya kapan akan pulang, liam akan menjawab dengan sebuah senyuman sambil mengatakan bahwa kedua orangtua nya masih belum kembali dari luar negeri, dan bodohnya acha percaya dengan semua ucapan liam.

  Dan entah apa yang akan liam lakukan kedepannya dengan adanya acha di kediamanya, yang pastinya liam mulai memiliki perasaan pada acha yang notabenenya adalah anak dari target yang ia bunuh.

  Sampai waktunya tiba, akan ada saatnya semua kebohongan yang liam sembunyikan diketahui oleh acha dan oleh organisasi mereka, walau sebenarnya liam tahu itu berbahaya.

  

End

SWMG STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang