Ancaman

198 21 0
                                    

Mentari bersinar dengan begitu terik. Warna jingga mulai menghiasi langit diupuk timur. Burung-burung mulai terbang menggunakan tenaga sayap mengelilingi langit yang begitu luas. Ayam yang telah berkok dari pagi buta , menandakan hari akan semangkin siang. Teriakan tukang sayur pun telah terdengar dengan begitu jelas. Ibu-ibu rumah tangga bergegs keluar tuk membeli sayur - mayur yang akan mereka masak untuk keluarganya masing-masing.

Aku keluar dari Rumah dengan senyum yang terus mengembang. Aku mulai melangkah menyelusuri komplek menuju gang depan. Untuk mencari Angkot. Sesekali aku menyapa atau melemparkan senyuman pada ibu-ibu yang aku temu. Walaupun, ini hal pertama bagiku.

Aku melangkah dengan begitu santai. Karna aku tau waktu masih terlalu pagi untuk anak sekolah sepertiku berangkat. Tak terasa, gerbang depan komplek telah didepan mata. Aku melihat layar ponsel, karena penasaran ponselku sedari tadi bergetar.

BryanCwokc:
P
Lo dimana?
Gua udah didepan gerbang komplek lo nih.
Masih dirumah?
Ck,kasih alamat lo aja lah.

Aku tersenyum melihatnya. Terutama melihat nama kontak Brayn "bryanCwokc" aku bergidik ngeri membaca. Dasar anak itu, ternyata meminjam ponselku dengan alasan numpang sercing itu cuman buat kedok doang. Dia mengesave nomor wahtsapp nya dengan memberi nama yang diatas.

Retina mataku langusng menangkap.pemuda dengan menggunakan batik yang sama denganku. Sedang menunggu diatas motor sambil memainkan ponsel nya. Aku tersentum melihatnha.

Membuat dia sedikit terkejut,sepertina sedikit menyenangkan. Pikirku dalam hati.
Aku berjalan secara perlahan. Aku sedikit terkejut saat merasakan getaran ponsel di kantong sebelah kiri androkku. Aku menatap pinsel sambil tersenyum. Nyatanya,prmuda ini menelepo ku.

Aku mengangakatnya. Namun, tak ada niatan tuk menjawabnya.

"Bri, lo dimana??" Tanyanya dalam telepon. Aku tetap diam dan terkiki sambil menahan tawa. Aduhh rasanya Abdomen atau perutku sedikit sakit sakit. Karna menahan tawa.

"Bri!!" Panggilnya lagi. Aku semangkin dekat dengan arah pemuda yang sedang berteriak memanggil namaku di atas motornya.

"Ya allah. Bri lo ngomong dong, lo udah berangkat?" Tanyanya lagi.

"Aku disini"ujarku berbisik. Seketika dia menengok sambil menampakkan wajah yang begitu terkejut. Dan bergegas turun dari motornya.

"Lo!!" Pekiknya terkejut.

"Apa? Kaget yah" ujarku sambil tertawa terbahak-bahak. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya. Sambil menyipitkan matanya ia mentapku.

"Kenapa? Ada yang aneh?" Tanyaku.

Dia mengangguk sambil tersenyum. "Ini baru Bri. Punta gua" ujarnya.

Pipiku bersemu merah. Menahan rasa malu, memang pagi tadi aku tidak menguncir rambutku, dan aku biarkan ia tergerai. Karna dulu bryan bilang dia lebih menyukai rambutku yang tergerai bukan diikat. Dan tentunya aku tak menggunakan kaca mataku. Aku pikir menggunakan saat jam pelajar dan belajar lebih nyaman.

"Ahk lo mah. Baru gua bilang gitu udah merah" ujarnya sambil memamkai kan helemnya diatas kepalaku. "Naik cepet" titahnya. Aku menaiki motornya.

"Hayu berangkat!" Titahku sambil memukul punduknya.

"Wadaww! Sakit bri"rintih nya, dan mengusap punduknya.

"Abisnya dari tadi belum berangakat" ujarku.

Dia menggenggam kedua tanganku. Sambil melingkarkan tangan ku dipinggangnya. "Nih kan baru bener" ujarnya. Aku tersenyum sambil bersandar di punduk lebar yang  penuh dengna kenyamanan.

Pelangi setelah Hujan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang